Terkisahlah pada suatu hari, Imam Abu Hanifah sedang duduk di masjid. Beliau didatangi seorang lelaki yang surbannya menjulur dengan tingkah laku khidmat. Sang Imam yang saat itu sedang menyulurkan kakinya di lantai, segera menarik kaki dan melipatkannya sebagai bentuk penghormatan kepada tamu tersebut.
Sang tamu pun bertanya beberapa hal diluar dari kebiasaan. Hingga pertanyaan terakhir adalah pertanyaan yang paling tidak masuk akal. Pertanyaan tersebut adalah, "Bagaimana seandainya matahari belum terbenam dari barat sedangkan waktu berbuka telah sampai?"
Abu Hanifah berkata, "Bila hal itu terjadi, maka sudah saatnya Abu Hanifah mengulurkan kakinya kembali."
Jawaban ini sejatinya adalah sindiran halus dari Abu Hanifah kepada penanya. Bermakna, penghormatan beliau pertama kali ketika melihat sang tamu datang, sudah saatnya dicabut kembali.
Perihal pernyataan "Sudah saatnya Abu Hanifah mengulurkan kakinya" adalah cara terbaik bagi kita dalam menghadapi debat kusir di dunia maya. Banyak yang bicara soal agama berdasarkan feeling semata, etika versi dia, bahkan akhirnya mengolok-olok dalil naqli: baik al-Qur'an dan hadist.
Alangkah bijaknya bila kita berlaku selayak Abu Hanifah kepada sang lelaki berpenampilan berilmu tersebut; yakni hindari debat. Tinggalkan saja sang penanya, lalu doakan semoga Allah Swt membukakan pintu hatinya dari tertutupnya ilmu-ilmu syariat berdasarkan ketentuan al-Qur'an dan hadist.
Penulis : Rahmat Idris
Redaktur: Pirman
Post a Comment Blogger Facebook