PT KAI mengerahkan banyak petugas untuk menjaga keamanan perjalanan kereta. Salah satunya juru penilik jalan (JPJ) Sutanto. Dia penanggung jawab dari Stasiun Kandangan-Benowo sejak single track beralih menjadi double track (switch over) mulai 8 Mei 2014.
***
SORE menjelang petang, Sutanto, 34, berjalan kaki dari Stasiun Kandangan, Surabaya. Dia melangkah menyusuri bentangan rel menuju Stasiun Benowo. Jarak antara dua stasiun di kawasan Surabaya Barat itu sekitar 5 kilometer. Dengan langkah lumayan cepat, pandangan matanya hampir selalu tertuju pada kondisi rel. Terutama di bagian sambungan, baut-mur, dan penambatnya (pen roll). Sesekali langkahnya terhenti. Lalu, sambil berjongkok, Sutanto memastikan kondisi mur-baut maupun pen roll berada di posisinya dan tetap kencang alias tidak kendur. Aktivitas yang dia lakukan setiap hari itu merupakan tuntutan pekerjaan.
Warga Cagak Agung, Cerme, Gresik, tersebut memang berprofesi sebagai JPJ rel kereta api di lingkungan UPT Resor Jalan Rel dan Jembatan Kandangan, Daerah Operasi 8 Surabaya. Unit pelaksana teknis itu ibarat tim reaksi cepatnya PT KAI. Unit di bawah manajemen jalan rel dan jembatan (JJ) tersebut memiliki personel tidak lebih dari 10 orang. Mereka biasa dijuluki flying gank (regu terbang) karena diperkuat armada lori motor yang dapat bergerak cepat. Lori motor itu dilengkapi alat material untuk siaga (AMUS). Mereka siap diterjunkan di jalur rawan bencana seperti banjir maupun longsor.
Selain bertugas mengecek kondisi kelaikan rel yang dipercayakan ke PJP, regu itu mendukung tugas PJL (penjaga lintasan). Kemudian, melaksanakan K3 (kebersihan, keindahan, dan kenyamanan) berupa pemotongan rumput liar dan membersihkan sampah di jalur rel KA. Dalam kondisi darurat seperti rel patah, melengkung, maupun beda tinggi, regu tersebut yang membenahi supaya rel tetap dapat dilewati kereta.
"Saya bertugas sebagai JPJ baru sekitar dua tahun. Dua tahun sebelumnya serabutan di flying gank", ungkap Sutanto didampingi Kepala Administrasi Teknis UPT Resor 8.4.KDG Erfin Sulistyo pada Kamis petang (10/7). Resor Kandangan terdiri atas empat petak jalan. Masing-masing 1 petak dari Stasiun Kandangan-Benowo dan Stasiun Benowo-Cerme (sekitar 5 kilometer) serta 2 petak dari Stasiun Cerme-Duduksampeyan (10 kilometeran).
Kewajiban seorang PJP memeriksa detail kondisi rel pergi-pulang (PP) sekurang-kurangnya sekali setiap hari. Mendekati masa angkutan Lebaran seperti sekarang, aktivitas itu bisa dilakukan hingga dua kali per hari. Sekali keberangkatan membutuhkan waktu 1 jam 30 menit. Setelah beristirahat sekitar 15 menit di Stasiun Benowo, Sutanto kembali ke Kandangan dengan waktu sama. Total waktu untuk sekali perjalanan PP membutuhkan waktu sedikitnya 3 jam 15 menit. "Saya harus sampai stasiun lebih dahulu supaya segera melaporkan bahwa rel aman", tuturnya.
Jika menemukan ketidakberesan, Sutanto harus segera menangani dan melaporkannya. Misalnya, besi rel yang aus atau putus, bantalan rel rusak, maupun baut-mur dan pen roll yang kendur atau hilang. Kunci inggris dan mur-baut ukuran 26 dan 30 tidak pernah ketinggalan di dalam tas bututnya. Jika kendur, cukup dikencangkan dan dikembalikan ke posisi normalnya. Lebih dari itu harus segera mengambil tindakan sesuai prosedur. Yakni, memasang bendera merah berjarak sekitar 500 meter dari titik rel yang bermasalah. Bendera itu merupakan tanda peringatan bagi masinis untuk menghentikan lokomotif yang dikemudikan jika kereta sudah dekat.
Jika kerusakan tidak terlampau parah, Sutanto sebatas memandu perjalanan sepur yang lewat dengan mengibarkan bendera hijau. Maksudnya, masinis menjalankan kereta secara perlahan. Tidak dibekalinya PJP dengan sarana komunikasi seperti HT (handy talkie) tidak menjadi alasan komunikasi terbatas. Selain mempercepat langkah menuju stasiun, dia bisa berkomunikasi dengan pimpinan administrasi teknik UPT Resor JJ dengan telepon seluler. Dengan demikian, insiden seperti kereta anjlok maupun terguling dapat dicegah lebih dini oleh suami Meinarti itu.
Kendati baru dua tahun melakoni profesi JPJ, bukan berarti Sutanto tidak menemui pengalaman menegangkan. Selain bekerja di tengah panasnya terik matahari saat siang, dia rela berbasah-basah saat musim hujan. Kehujanan ketika menyusuri malam menjadi sport jantung. Apalagi pas melewati kuburan yang dikenal sebagian masyarakat cukup angker lantaran banyak makhluk halusnya. Meski sudah mengetahui jadwal kereta melintas, konsentrasi bisa terganggu oleh rasa takut akibat kerasnya suara hujan deras serta angin. Jaket dan jas hujan rangkap tidak mengurangi rasa dingin sehingga bisa membuatnya kurang berhati-hati. Jika tidak sering menoleh ke belakang untuk memastikan kereta yang lewat, bisa-bisa terlindas kereta dan dianggap korban bunuh diri.
Jalan di atas batu kricak saat kehujanan sering keplicuk, kenangnya. Jalur Kandangan-Benowo melewati kawasan dua lokalisasi di Moroseneng. Yakni, Klakahrejo dan Sememi. Sebelum Pemkot Surabaya mendeklarasikan penutupan lokalisasi itu pada 2013, dia rutin bertemu PSK yang menjajakan diri di sekitar rel. Yang menarik, awalnya beberapa PSK lari terbirit-birit lantaran mengira Sutanto sebagai polisi. Sebab, saat bertugas, dia mengenakan rompi menyala seperti yang dipakai polisi lalu lintas. Karena hampir selalu bertemu setiap malam, akhirnya PSK pun mengetahui bahwa Sutanto bukan aparat. Apalagi dia selalu menunjukkan rasa respek dengan menyatakan permisi setiap akan lewat. Dengan nada genit, PSK selalu menawarkan jasa syahwat kepada jebolan madrasah tsanawiyah di Lamongan itu.
"Selain tidak punya duit untuk begituan, saya tidak mau neko-neko", terang bapak tiga putri tersebut. Sebelum double track dioperasikan di Kandangan, dia bekerja tanpa libur setiap dini hari hingga waktu subuh. Setelah resmi beralih menjadi double track sekitar dua bulan lalu, Sutanto bisa agak lega. Resor menambah seorang personel di petak jalan yang sama. Awalnya tidak ada sif. Kini ada dua sif pagi dan sore. Asal personel pengganti bersedia kerja full day, dia bisa libur sehari dalam seminggu.
Jalur ganda lintas utara dikenal sebagai salah satu trek tersibuk selain lintas tengah dan selatan. Dalam sehari, sedikitnya 22 kereta penumpang jarak jauh dan kereta lokal melewati jalur itu PP. Di antaranya, KA Argo Bromo Anggrek pagi dan malam, KA Kertajaya, KA Harina, KA Gumarang, dan KA Sembrani. Kereta lokalnya KRD Surabaya-Lamongan, Maharani, KRDI Cepu Ekspress, KRD Pasar Turi-Bojonegoro, dan KRD Sulam 2.
Selain risiko tertabrak kereta saat bertugas sebagai JPJ, Sutanto menganggarkan untuk sepatu. Setiap enam bulan sekali dia mengganti sepatu yang digunakan untuk bekerja. Medan yang dilewati berupa batu kricak yang tajam membuat alas kaki sering rusak. Biasanya nggak sampai enam bulan sudah tipis, bahkan pernah jebol. "Saya beli sepatu yang murah-murahan saja", ujar Sutanto.
Post a Comment Blogger Facebook