GuidePedia

1
RUANGAN itu sangat bernuansa bayi. Aroma minyak telon dan bedak bayi cukup mendominasi. Sejumlah boks tempat tidur memenuhi ruangan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Asuhan Balita (PSAB) Sidoarjo, Jalan W. Monginsidi, tersebut. Sosok-sosok bayi nan menggemaskan berada di dalam boks-boks tersebut. Ada yang tidur, ada yang menangis, ada pula yang langsung bangkit dan menjulurkan tangan minta digendong saat Ilonka Suksmawati dan Dwi Antini Sunarsih muncul. 
Mereka memang begini, kurang kasih sayang, kata Ilonka. Tidak mengherankan, sebagian bayi itu adalah anak-anak tidak diinginkan. Banyak di antara mereka yang dibuang begitu saja oleh orang tuanya. Siang itu Ilonka menengok boks di bagian kanan ruangan. Di situ ada bayi laki-laki. Wajahnya tampan, matanya lebar, dan hidungnya mancung. Kulitnya pun putih bersih. Ini namanya Pratama, ucapnya seraya menggendong bayi tersebut. 
Sedikit mengenang beberapa bulan yang lalu, Ilonka menceritakan pengalamannya menjemput Pratama. Pratama ini berasal dari Tuban, katanya. Menurut penuturannya, Pratama merupakan seorang bayi yang tidak diharapkan. Ketika ibunya hamil tua, dia menuju Dinas Sosial Tuban dan melahirkan di sana. Namun, sang ibu tidak pernah mengatakan identitas ayah dari anak yang dilahirkannya. Setelah melahirkan, ibunya tetap tinggal di dinsos dan mengikuti pelatihan menjahit, lanjutnya. Namun, satu minggu pasca melahirkan, sang ibu sama sekali tidak mau menggendong, apalagi menyusui Pratama. Dinsos Tuban lantas menghubungi PSAB dan mengatakan persoalan yang sedang mereka hadapi. 
Dengan sigap Ilonka langsung menuju ke Dinsos Tuban. Kami selesaikan urusan administrasinya terlebih dahulu, katanya. Setelah semuanya beres dan Ilonka siap membawa Pratama ke PSAB, hal yang tidak diduganya terjadi. Ibunda Pratama menghampirinya dan langsung menangis keras. Bagaimanapun, dia seorang ibu. Pasti ada rasa tidak rela ketika anaknya akan dibawa pergi, kenang Ilonka. Baru kali pertama itulah ibunda Pratama memegangnya, memandangi wajah tampan anaknya, sambil terus menangis. Saya benar-benar tidak tega melihatnya dan saya putuskan untuk meninggalkan sejenak ibu dan anak itu, ucap lulusan SMAN 2 Surabaya itu. 
Pada akhirnya, ibunda Pratama tetap menyerahkan anak lelakinya itu ke PSAB dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Salah satu pernik-pernik tugasnya adalah ketika dia sulit mengambil bayi yang sudah dibuang. Terutama saat melibatkan kepolisian dan rumah sakit. Belum semua rumah sakit paham terhadap prosedur pengambilan bayi yang kami lakukan, ungkap kepala UPT PSAB itu. 
Dia mengisahkan, akibat ketidaktahuan tersebut, beberapa kali dirinya hampir gagal menjemput bayi-bayi tersebut. Umumnya, rumah sakit tidak tahu dan takut. Mereka berpikir ini adalah tindakan melanggar hukum, lanjutnya. Namun, setelah dijelaskan secara detail, pada akhirnya dia berhasil melaksanakan tugasnya. Beberapa hal menggelikan juga sering dialaminya. Misalnya, ketika membawa para bayi itu pulang ke PSAB. Membawa bayi dalam perjalanan jauh memang tidak mudah, tapi saya sudah terbiasa, katanya. Justru yang tidak biasa adalah pandangan orang-orang yang melihatnya ketika menggendong bayi-bayi itu. 
Saat perjalanan jauh, Ilonka memang kerap berhenti untuk istirahat dan makan. Pada saat itulah banyak orang yang memandanginya. Kalau pas pakai seragam sih, mereka biasa saja. Tapi, pas pakai baju bebas, mungkin orang-orang pikir sudah tua kok masih sempat-sempatnya punya anak, ujarnya, lantas tertawa. Namun, baginya, pekerjaan itu tidak hanya menjemput bayi-bayi yang ditemukan dan membawanya kembali ke PSAB. Hal lain yang lebih penting adalah merawat mereka agar tetap sehat dan bahagia. Tentu saja, sekian lama merawat bayi-bayi itu menumbuhkan perasaan sayang dalam dirinya. Mereka itu sudah seperti cucu saya sendiri ungkap perempuan yang lahir 51 tahun lalu tersebut. Baginya, sehari tanpa melihat bayi-bayi itu sangat membuatnya rindu. 
Maka, pada Sabtu dan Minggu, Ilonka tetap datang bersama keluarga. Mereka pun senang melihat bayi-bayi tersebut. Sama halnya dengan Ilonka, Dwi Antini Sunarsih yang juga merupakan pemburu bayi di PSAB Sidoarjo mengatakan bahwa seringnya berinteraksi dengan bayi-bayi itu otomatis menumbuhkan rasa cinta. Kami tahu mereka merupakan bayi-bayi yang tidak diinginkan. Karena itu, kami ingin memberi mereka kehidupan yang lebih menyenangkan, ungkapnya. 
Perempuan yang kini menjabat sebagai kepala seksi pengembangan dan pembinaan lanjut itu juga mempunyai cerita saat memburu bayi. Kejadiannya di Bangkalan, kenangnya. Pada saat itu, Dwi mendapatkan laporan bahwa ada bayi yang dibuang. Bayi tersebut ditemukan salah seorang warga dan diserahkan kepada polisi. Karena tidak mungkin merawat bayi di kantor polisi, petugas menitipkan bayi tersebut kepada salah seorang warga hingga PSAB menjemput bayi itu. Bayi itu dibuang begitu saja dengan beberapa kelainan. Bibirnya sumbing cukup parah dan mata kirinya tidak dapat membuka, ucap Dwi. Namun, Dwi tidak pernah mengira akan mengalami keadaan yang sangat menyulitkan ketika menjemput bayi tersebut. 
Sebelum saya datang, bayi itu sudah dua hari berada di rumah salah satu warga, ungkap perempuan yang akrab disapa Teteh tersebut. Saat melihatnya, Dwi langsung dilanda kekhawatiran. Keadaan bayi itu sangat buruk. Tubuhnya berwarna kuning. Saya pikir, suami istri yang merawatnya tidak menyadari bahwa ada perbedaan dalam memberi makan bayi dengan bibir sumbing, ucapnya. Menurut dia, bayi seperti itu tidak dapat mengisap seperti bayi pada umumnya. Harus disuapi dengan sangat perlahan, imbuh Dwi. Bukan hanya itu yang menjadi masalah. Suami istri yang merawat bayi tersebut ternyata tidak berkenan untuk menyerahkan bayi tersebut ke PSAB. Mereka bersikukuh bahwa merekalah yang harus merawat bayi itu. Sebab, bayi tersebut adalah anugerah dari Tuhan Yang Mahaesa. Pasangan itu sebenarnya sudah memiliki tiga orang anak. Jadi, tidak ada alasan kuat untuk menambah satu orang lagi, ungkap perempuan kelahiran Cimahi, 51 tahun lalu tersebut. 
Belum lagi melihat kondisi keluarga yang pas-pasan dengan kepala keluarga yang bekerja sebagai sopir truk. Saya benar-benar tidak bermaksud meremehkan dan saya sangat menghargai niat baik mereka. Tapi, bayi itu butuh perawatan khusus, sambungnya. Namun, pembicaraan antara Dwi dan pasangan suami istri tersebut tidak kunjung menemui titik terang. Bahkan, pada saat itu saya juga dikawal polisi ketika berunding, sambungnya. Pada akhirnya, melihat kondisi bayi yang semakin mengkhawatirkan, Dwi dan polisi langsung membawa bayi tersebut tanpa menunggu persetujuan pasangan suami istri itu. Tapi, ternyata pasangan tersebut mengejar iring-iringan mobil Dwi dan mobil patroli polisi itu. Kami dikejar hingga mencapai gerbang Suramadu, kenang peraih gelar master administrasi di Untag tersebut. Saat itu mereka harus berhenti dan kembali berunding dengan pasangan tersebut. Namun, lagi-lagi pembicaraan itu tidak menghasilkan titik temu. Karena tidak kunjung gol, rombongan Dwi kembali memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. 
Kejar-kejaran pun terus berlanjut. Ketika akhirnya sampai di PSAB, kami pikir dia kehilangan jejak. Namun, ternyata beberapa menit kemudian, truk yang dikemudikannya sampai di depan pagar kami, lanjutnya. Pada akhirnya, pasangan itu dipersilakan masuk dengan si istri terus menangis. Saya persilakan masuk dan kami tunjukkan apa yang kami lakukan di sini serta bagaimana merawat bayi-bayi berkebutuhan khusus, ungkapnya. Setelah itu, pasangan suami istri tersebut tampaknya sadar dan membiarkan bayi itu dirawat di PSAB. Begitu banyak kisah yang dialami Ilonka dan Dwi saat memburu bayi. Namun, keduanya harus ikhlas saat bayi-bayi yang sangat mereka cintai itu pergi karena diadopsi. Rasanya campur. Kami senang sekaligus sangat sedih, kata Dwi saat mengembalikan Pratama ke boksnya. (Mukhammad Syaifulloh/c6/dos)  

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top