Berbagai cara dilakukan orang untuk mencari duit di Jakarta. Tak terkecuali para pengemis. Mereka yang sehari-hari mengandalkan belas kasihan dari orang lain ini memutar otak agar penghasilan yang dikaisnya dari jalanan meningkat.
Salah seorang pengemis yang sehari-hari mangkal di kolong jembatan layang Klender, Jakarta Timur, Sutinah, mengaku menjadi pengemis dengan membawa bayi sudah dilakoninya sejak dua tahun belakangan.
Sebelumnya, perempuan berusia 40 tahun ini menjadi pengemis single. Namun selama itu pula penghasilannya cuma cukup untuk makan dan bayar kontrakan. Melihat teman-teman seprofesinya berpenghasilan jauh lebih besar karena mengemis dengan membawa bayi, Sutinah lantas mengikutinya.
Agar pendapatannya stabil, ia mengaku selalu berpindah-pindah tempat seperti dari kolong jembatan layang Klender, Stasiun Klender, hingga perempatan lampu merah Cipinang. Semua lokasi tersebut berada di Jakarta Timur. Selain menghindari persaingan dengan pengemis lain dan pengamen jalanan, Sutinah sengaja memilih tempat yang arealnya banyak dilewati orang.
Biasanya kalau mangkal dari pagi, selesai mengemis pukul 17.00 WIB. Tapi, kalau mulai dari siang, ia bisa sampai pukul 21.00 WIB. “Tungguin orang kerja pulang. Duit dari situ banyak kan kasihan lihat bawa bayi, Mas. Enggak perlu banyak ngomong juga,” ujar Sutinah yang berasal dari Brebes, Jawa Tengah, ini.
Ternyata tak hanya dengan membawa bayi saja sebagai cara untuk mendongkrak penghasilan. Lebih dari itu, ada hal yang mesti lebih diperhatikan dari sosok sang bayi agar bisa meraup rupiah lebih banyak lagi.
Dengan membawa bayi yang wajahnya terlihat lucu dan cakep, biasanya bayi seperti ini "sangat laku" ketika dibawa mengemis. Bayi seperti itu disadari kaum pengemis sangat berpotensi mendatangkan uang banyak karena disukai orang. Tapi, kalau bawa bayi yang kurus dan biasa saja, paling tidak jauh dari uang recehan. "Tapi kalau mau dapetin bayi yang cakep sekarang mah susah," tutur Sutinah.
*****
Maemunah, 42 tahun, warga RT 08 Kebon Singkong, Kelurahan Klender, yang tetangganya banyak menjadi pengemis, turut mengamati sepak terjang kaum miskin itu. Menurut Maemunah, dari kebiasaan yang dilihatnya sehari-hari, rata-rata pengemis sengaja mengeluarkan jurus mautnya yaitu anak di bawah umur dan orang tua lanjut usia. Kedua kelompok usia ini bersaing ketat soal pendapatan dan wilayah mengemis.
Biasanya yang orang tua lansia aktif jalan ke rumah-rumah. Beda dengan anak kecil yang mangkal di suatu tempat dan diawasi sama orang tuanya. “Kalau orang tuanya mah paling cuma lihatin. Kalau mereka ngemis enggak laku. Masih sehat kok ngemis. Beda sama anak kecil atau bayi, sama kakek-kakek atau nenek-nenek kalau dilihat kasihan,” katanya saat ditemui detikcom pekan lalu.
Pandangan Maemunah ini dibenarkan Minten. Pengemis asal Cirebon, Jawa Barat, yang biasa beroperasi di seputaran Condet, Jakarta Timur, ini mengaku tergiur dengan hasil yang didapat temannya yang sudah lebih dulu menjadi pengemis. Minten pun beberapa kali mengemis dengan membawa bayi. Jadwal Minten membawa bayi hampir setiap Kamis dan Jumat. Hasil mengemis dengan bayi diakuinya meningkat drastis.
Apalagi kalau hari Jumat. Dia mengaku kalau beruntung ia bisa dapat duit Rp 250 ribu dalam sehari. Pendapatan ini sebagian besar dari jemaah masjid. Beda kalau mengemis sendiri yang hanya mendapat kisaran Rp 60 ribu–Rp 80 ribu sehari.
Salah seorang pengemis yang sehari-hari mangkal di kolong jembatan layang Klender, Jakarta Timur, Sutinah, mengaku menjadi pengemis dengan membawa bayi sudah dilakoninya sejak dua tahun belakangan.
Sebelumnya, perempuan berusia 40 tahun ini menjadi pengemis single. Namun selama itu pula penghasilannya cuma cukup untuk makan dan bayar kontrakan. Melihat teman-teman seprofesinya berpenghasilan jauh lebih besar karena mengemis dengan membawa bayi, Sutinah lantas mengikutinya.
Diakuinya membawa bayi memang lebih membawa rezeki ketimbang mengemis sendiri. Dalam sehari, biasanya kalau mengemis sendiri paling banter ia hanya mengantongi Rp 50 ribu-Rp 80 ribu. Beda dengan kalau menggendong bayi. Sedikitnya ia bisa mendulang uang Rp 200 ribu. Apalagi di bulan puasa seperti yang baru lalu, pemasukannya mengalami peningkatan lumayan yang sehari bisa mencapai Rp 350 ribu. Saat malam takbiran Idul Fitri tahun lalu saja ia bisa mengantongi uang Rp 900 ribu.
Agar pendapatannya stabil, ia mengaku selalu berpindah-pindah tempat seperti dari kolong jembatan layang Klender, Stasiun Klender, hingga perempatan lampu merah Cipinang. Semua lokasi tersebut berada di Jakarta Timur. Selain menghindari persaingan dengan pengemis lain dan pengamen jalanan, Sutinah sengaja memilih tempat yang arealnya banyak dilewati orang.
Biasanya kalau mangkal dari pagi, selesai mengemis pukul 17.00 WIB. Tapi, kalau mulai dari siang, ia bisa sampai pukul 21.00 WIB. “Tungguin orang kerja pulang. Duit dari situ banyak kan kasihan lihat bawa bayi, Mas. Enggak perlu banyak ngomong juga,” ujar Sutinah yang berasal dari Brebes, Jawa Tengah, ini.
Ternyata tak hanya dengan membawa bayi saja sebagai cara untuk mendongkrak penghasilan. Lebih dari itu, ada hal yang mesti lebih diperhatikan dari sosok sang bayi agar bisa meraup rupiah lebih banyak lagi.
Dengan membawa bayi yang wajahnya terlihat lucu dan cakep, biasanya bayi seperti ini "sangat laku" ketika dibawa mengemis. Bayi seperti itu disadari kaum pengemis sangat berpotensi mendatangkan uang banyak karena disukai orang. Tapi, kalau bawa bayi yang kurus dan biasa saja, paling tidak jauh dari uang recehan. "Tapi kalau mau dapetin bayi yang cakep sekarang mah susah," tutur Sutinah.
*****
Maemunah, 42 tahun, warga RT 08 Kebon Singkong, Kelurahan Klender, yang tetangganya banyak menjadi pengemis, turut mengamati sepak terjang kaum miskin itu. Menurut Maemunah, dari kebiasaan yang dilihatnya sehari-hari, rata-rata pengemis sengaja mengeluarkan jurus mautnya yaitu anak di bawah umur dan orang tua lanjut usia. Kedua kelompok usia ini bersaing ketat soal pendapatan dan wilayah mengemis.
Biasanya yang orang tua lansia aktif jalan ke rumah-rumah. Beda dengan anak kecil yang mangkal di suatu tempat dan diawasi sama orang tuanya. “Kalau orang tuanya mah paling cuma lihatin. Kalau mereka ngemis enggak laku. Masih sehat kok ngemis. Beda sama anak kecil atau bayi, sama kakek-kakek atau nenek-nenek kalau dilihat kasihan,” katanya saat ditemui detikcom pekan lalu.
Pandangan Maemunah ini dibenarkan Minten. Pengemis asal Cirebon, Jawa Barat, yang biasa beroperasi di seputaran Condet, Jakarta Timur, ini mengaku tergiur dengan hasil yang didapat temannya yang sudah lebih dulu menjadi pengemis. Minten pun beberapa kali mengemis dengan membawa bayi. Jadwal Minten membawa bayi hampir setiap Kamis dan Jumat. Hasil mengemis dengan bayi diakuinya meningkat drastis.
Apalagi kalau hari Jumat. Dia mengaku kalau beruntung ia bisa dapat duit Rp 250 ribu dalam sehari. Pendapatan ini sebagian besar dari jemaah masjid. Beda kalau mengemis sendiri yang hanya mendapat kisaran Rp 60 ribu–Rp 80 ribu sehari.