Juru bicara DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto memaparkan penyebab partai dakwah bisa terjerembab dalam kubangan korupsi.
Menurutnya, hal itu lantaran partai dakwah tersebut masih mendukung sistem demokrasi. Padahal korupsi dan demokrasi layaknya dua sisi mata uang.
Ismail menambahkan, jika diopinikan di media seolah partai dakwah itu terlihat paling korup, pada dasarnya tidak demikian. Hal itu pada dasarnya faktor kebetulan saja yang terungkap adalah di lingkungan partai tersebut, sementara partai lain sesunguhnya tak jauh berbeda.
“Kalau sekarang partai itu yang tampak sangat korup, itu sesungguhnya hanya yang kebetulan saja terungkap. Tidak berarti yang lainnya itu bersih. Yang lainnya saya yakin sama saja karena persoalannya adalah yang satu konangan (ketahuan, red.) yang satu ngga,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, demokrasi erat dengan korupsi lantaran pada prakteknya memang membutuhkan biaya yang sangat besar.
“Mengapa demokrasi itu erat kaitannya dengan korupsi? Karena dengan praktek demokrasi seperti sekarang ini yang sangat mengagungkan popular vote, untuk merayu masyarakat agar memilih itu mereka memerlukan biaya yang sangat besar. Dari mulai media atau serangan udara begitu disebutnya, melalui serangan darat yaitu media ruang itu membutuhkan biaya yang sangat besar. Akhirnya mereka berfikir bagaimana cara untuk mendapatkan uang itu. Nah, yang lazim ditempuh ya seperti yang kita ketahui,” ungkapnya.
...demokrasi itu bukan berasal dari Islam. Ada syura atau musyawarah, ada pemilihan tetapi itu berbeda sama sekali dengan apa yang dimaknai demokrasi. Lalu gantinya apa? Ya syariah dan khilafah...
Untuk itu, HTI menyerukan kepada umat Islam untuk menghentikan dukungannya terhadap sistem demokrasi. Apalagi, menurut HTI negara ini sesungguhnya bukan negara demokrasi.
“Karena itu Hizbut Tahrir ingin mengatakan bahwa, seharusnya umat Islam stop mendukung demokrasi. Bahkan kita sesungguhnya kita juga ingin mengatakan bahwa negara kita ini juga bukan negara demokrasi. Karena tidak pernah disebut dalam konstitusi kita disebut kata-kata demokrasi, di Pancasila saja tidak ada kata-kata demokrasi, jadi dari mana itu bisa muncul?” jelasnya.
Sebagai gantinya, HTI menyerukan agar umat Islam mendukung penegakkan syariah dan khilafah.
“Lepas dari pada itu semua, demokrasi itu bukan berasal dari Islam. Ada syura atau musyawarah, ada pemilihan tetapi itu berbeda sama sekali dengan apa yang dimaknai demokrasi. Lalu gantinya apa? Ya syariah dan khilafah, itu yang sebenarnya kita inginkan,” tandasnya. [Ahmed Widad/www.globalmuslim.web.id]
Menurutnya, hal itu lantaran partai dakwah tersebut masih mendukung sistem demokrasi. Padahal korupsi dan demokrasi layaknya dua sisi mata uang.
“Korupsi dan demokrasi itu seperti dua sisi mata uang, jadi tidak bisa dilepaskan. Sampai partai yang menamakan diri partai dakwah pun ikut terjerembab dalam kubangan korupsi,” kata Ismail Yusanto dalam media familization, mengenal lebih dekat konsep, gerak dan pemikiran HTI di hotel Borobudur Jakarta Pusat, Kamis (30/5/2013).
...Korupsi dan demokrasi itu seperti dua sisi mata uang, jadi tidak bisa dilepaskan. Sampai partai yang menamakan diri partai dakwah pun ikut terjerembab dalam kubangan korupsi
Ismail menambahkan, jika diopinikan di media seolah partai dakwah itu terlihat paling korup, pada dasarnya tidak demikian. Hal itu pada dasarnya faktor kebetulan saja yang terungkap adalah di lingkungan partai tersebut, sementara partai lain sesunguhnya tak jauh berbeda.
“Kalau sekarang partai itu yang tampak sangat korup, itu sesungguhnya hanya yang kebetulan saja terungkap. Tidak berarti yang lainnya itu bersih. Yang lainnya saya yakin sama saja karena persoalannya adalah yang satu konangan (ketahuan, red.) yang satu ngga,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, demokrasi erat dengan korupsi lantaran pada prakteknya memang membutuhkan biaya yang sangat besar.
“Mengapa demokrasi itu erat kaitannya dengan korupsi? Karena dengan praktek demokrasi seperti sekarang ini yang sangat mengagungkan popular vote, untuk merayu masyarakat agar memilih itu mereka memerlukan biaya yang sangat besar. Dari mulai media atau serangan udara begitu disebutnya, melalui serangan darat yaitu media ruang itu membutuhkan biaya yang sangat besar. Akhirnya mereka berfikir bagaimana cara untuk mendapatkan uang itu. Nah, yang lazim ditempuh ya seperti yang kita ketahui,” ungkapnya.
...demokrasi itu bukan berasal dari Islam. Ada syura atau musyawarah, ada pemilihan tetapi itu berbeda sama sekali dengan apa yang dimaknai demokrasi. Lalu gantinya apa? Ya syariah dan khilafah...
Untuk itu, HTI menyerukan kepada umat Islam untuk menghentikan dukungannya terhadap sistem demokrasi. Apalagi, menurut HTI negara ini sesungguhnya bukan negara demokrasi.
“Karena itu Hizbut Tahrir ingin mengatakan bahwa, seharusnya umat Islam stop mendukung demokrasi. Bahkan kita sesungguhnya kita juga ingin mengatakan bahwa negara kita ini juga bukan negara demokrasi. Karena tidak pernah disebut dalam konstitusi kita disebut kata-kata demokrasi, di Pancasila saja tidak ada kata-kata demokrasi, jadi dari mana itu bisa muncul?” jelasnya.
Sebagai gantinya, HTI menyerukan agar umat Islam mendukung penegakkan syariah dan khilafah.
“Lepas dari pada itu semua, demokrasi itu bukan berasal dari Islam. Ada syura atau musyawarah, ada pemilihan tetapi itu berbeda sama sekali dengan apa yang dimaknai demokrasi. Lalu gantinya apa? Ya syariah dan khilafah, itu yang sebenarnya kita inginkan,” tandasnya. [Ahmed Widad/www.globalmuslim.web.id]