Guy Walters adalah seorang penulis yang telah menulis beberapa buku dan aktif menulis di beberapa surat kabar di Inggris. Dalam sebuah kesempatan pada Kamis (30/5/2013), seperti dilansir Daily Mail, dia mengungkapkan sebuah pernyataan mengenai perbandingan jemaat gereja dan jamaah Muslim di London. Berikut ulasannya.
Sisihkan fakta bahwa Ratu kami adalah Pembela Kristen. Abaikan 26 uskup Gereja Inggris yang duduk di House of Lords.
Jangan lihat Sensus tahun 2011 yang menyatakan bahwa 33.200.000 orang di Inggris dan Wales menyatakan diri mereka sebagai orang Kristen.
Karena jika Anda ingin wawasan yang lebih akurat mengenai agama di Inggris saat ini, lihatlah melalui gambar-gambar yang lebih mengungkapkan realita dalam survei ini.
Apa yang ditunjukkan oleh gambar-gambar ini adalah tiga ibadah yang dilakukan di East End London dengan jarak beberapa ratus meter antara satu dengan yang lainnya pada akhir bulan lalu.
Dua foto menunjukkan kebaktian pada Ahad pagi di gereja St George di timur Cannon Street Road, dan gereja St Mary di Cable Street.
Gambar ketiga menunjukkan jamaah yang berkumpul untuk sholat Jumat di luar masjid terdekat di Brune Street Estate di Spitalfields.
Perbedaan dalam jumlah terlihat begitu dramatis. Di St George, sekitar 12 orang telah berkumpul untuk merayakan Komuni Kudus.
Bangku-bangku di St George yang dipadati pada abad ke-18, saat ini hanya dihadiri 12 orang
Ketika dibangun pada awal abad ke-18, gereja itu dirancang untuk menampung 1.230 jemaat.
Begitu juga dengan St Mary yang dibuka pada bulan Oktober 1849. Gereja itu diharapkan bisa melayani 1.000 jemaat. Saat ini, seperti yang ditunjukkan pada gambar, jemaatnya hanya berjumlah 20 orang.
St Mary yang dibangun untuk menampung 1.000 orang, saat ini jumlah jemaatnya hanya sekitar 20 orang
Sementara dua gereja hampir kosong, Masjid Brune Street Estate justru menghadapi “masalah” yang berbeda – yaitu terlalu penuh.
Masjid itu sendiri tidak lebih dari sebuah ruangan kecil [mushala] sewaan di pusat komunitas tersebut, dan hanya dapat menampung 100 jamaah.
Namun, pada hari Jumat, angka tersebut membengkak menjadi tiga sampai empat kali kapasitas ruangan, sehingga jamaah tumpah keluar sampai ke jalan, di mana jumlah mereka bisa memenuhi tempat yang ukurannya hampir sama dengan ruangan yang nyaris kosong di St Mary.
Hal ini menunjukkan bahwa, saat ini, kekristenan di negara ini akan menjadi agama masa lalu, dan Islam adalah masa depan.
Dalam sepuluh tahun terakhir, telah terjadi penurunan jumlah orang di Inggris dan Wales yang mengaku sebagai Kristen, dari 71,7 persen menjadi 59,3 persen dari jumlah populasi.
Pada periode yang sama jumlah Muslim di Inggris dan Wales telah meningkat dari 3 persen jumlah populasi menjadi 4,8 persen – 2,7 juta orang.
Setengah dari Muslim Inggris berusia di bawah 25 tahun, sementara hampir seperempat dari orang Kristen di sana mendekati dekade kedelapan mereka.
Diperkirakan hanya dalam waktu 20 tahun, Muslim akan lebih aktif di negara ini – di mana bahkan setengah abad lalu hal ini benar-benar tak terpikirkan.
Banyak yang akan menyimpulkan dengan berat hati bahwa Kekristenan tengah menghadapi penurunan permanen di Inggris. Gereja-gereja yang berabad-abad digunakan ketika ajaran Kristus berkuasa, kini semakin kosong.
Masjid kecil di Brune Street Estate, Spitalfields, hanya dapat menampung 100 orang, sehingga masyarakat Muslim setempat memadati jalan untuk shalat Jumat
Pada hari Minggu, 1 Oktober 1738, St George digunakan dua kali dalam sehari untuk mendengarkan penginjil John Wesley, yang kemudian berkhotbah di gereja itu untuk pekan berikutnya.
Hari ini, tidak ada John Wesley yang bisa membuat bangku gereja dipenuhi jemaat. Pihak gereja sudah berusaha melakukan yang terbaik, misalnya menawarkan kegiatan ‘Hot Potato Sunday’ bulanan.
Canon Michael Ainsworth dari St George mengatakan: “Saat ini bukan hanya soal jumlah. Ini tentang menjaga keyakinan dan tetap menjadi bagian dari komunitas kota.”
Sementara itu di St Mary, Rev Peter McGeary tidak bisa menjelaskan mengapa jumlah jemaat sangat rendah, “Tidak bisa dijelaskan, ada begitu banyak faktor.”
Ketika dia ditanya apakah dia mencoba untuk meningkatkan jumlah jemaat, dia hanya menjawab: “Kami bukan perusahaan, kami adalah sebuah gereja.”
Sebaliknya, tampaknya ada energi yang luar biasa melekat pada masjid di Brune Street, yang telah digambarkan sebagai ‘Mekah-nya kota itu’.
Di sini, baik cerah ataupun turun hujan, anggota komunitas Bangladesh melakukan shalat Jumat di bawah langit terbuka.
Sayangnya, tidak demikian dengan dua gereja di dekatnya.
Suatu hari, dalam beberapa dekade, St George mungkin akan dipenuhi dengan jamaah lagi – tetapi mereka bukanlah orang Kristen. (banan/arrahmah/www.globalmuslim.web.id)
Follow @wisbenbae