GuidePedia

pahlawan asli betawi pada jaman penjajahan Belanda.

Maester Cornelis merupakan sebuah distrik di sekitar Batavia pada zaman Belanda yang sekarang bernama Jatinegara. Nama Cornelis mengacu ada seorang guru, misionaris, sekaligus tuan tanah bernama Cornelis Van Senen. Ia lahir di kepulauan Banda, Maluku.


Antara tahun 1988 – 1912, komisaris polisi Meester Cornelis dijabat oleh A.W. Van Hinne. Catatan karirnnya yang terkenal tentu saja saat memburu seorang jagoan Betawi yang meresahkan kompeni. Dia lah si Pitung.

Pitung diberitakan telah merampok beberapa orang kaya dan tuan tanah di Batavia, termasuk mengaku sebagai Demang. Hasil rampokannya kemudian dibagikan kepada orang miskin di Batavia. Dalam beberapa aksinya, Pitung tidak sendirian tetapi dibantu oleh beberapa kawannya yakni Abdoelrachman, Merais, Ji’ih, Mat Jebul, Tocang Gering, dan Mudjeran. Di antara temannya yang paling terkenal tentu saja bernama Ji’ih sebagaimana diangkat dalam film si Pitung pada tahun 70-80an.

Pitung & Sejarah Kehidupannya

Pitung sendiri digambarkan sebagai sosok pahlawan yang berani melawan Belanda. ia mungkin memang merampok, tetapi hasilnya tidak dimakan sendiri. Dan yang dirampoknya adalah mereka yang tidak peka terhadap penderitaan masyarakan. Sebut saja misalnya orang – orang kaya semisal Nyonya De C dan Haji Saipuddin.

 

Nyonya De C, seorang saudagar Kali Besar, mengaku kehilangan beberapa sarung dan perahunya yang bernilai ratusan Gulden. Lain lagi dengan Haji Saipudin , orang kaya dari Merunda ini kena tipu Pitung dan komplotannya yang mengaku sebagai utusan penguasa Kompeni.

Pitung mengaku sebagai Demang. Pitung mengatakan pada Haji Saipudin bahwa ia sudah diincar beberapa perampok sehingga hartanya sudah tidak aman lagi. Kemudian mereka menyarankan agar harta Haji Saipudin sebaiknya dititipkan saja ke mereka. Haji Saipudin pun setuju dan hartanya pun dibawa kabur.

Namun begitu, dalam pandangan penguasa Belanda, Pitung cs harus tetap dihukum. Maka diadakanlah sayembara bagi siapa saja yang bisa menangkapnya akan diberi hadiah. Perburuan pun dilakukan dengan gencar, termasuk dari kepolisian yang dipimpin oleh Van Hinne. Akhirnya pada tahun 1872, Pitung dan Ji’ih ditangkap di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan setelah adanya laporan dari kepala kampung setempat yang kemudian dihadiahi 50 Ringgit oleh polisi. Mereka berdua akhirnya diseret ke penjara Cipinang di distrik Meester Cornelis untuk menjalani hukuman.

Namun tak sampai setahun, Pitung dan Ji’ih berhasil kabur dengan cara mistis sebagaimana yang juga diceritakan dalam adegan film Pitung yang beredar pada tahun 70-80-an. Pitung memang dipercaya masyarakat punya jimat yang diberikan oleh gurunya, Haji Naipin saat menimba ilmu.

Jimat tersebut, konon menjadikan Pitung kebal terhadap peluru, mampu menguasai ilmu tenaga dalam, bisa berjalan di dinding seperti cicak, menghlangkan diri dari kasat mata, dan lain-lain.

Kaburnya Pitung dari penjara jelas sangat memukul citra Van Hinne. Ia memerintahkan diadakan sebuah penyelidikan untuk mengetahui penyebab kaburnya Pitung dan Ji’ih. Sampai akhirnya ada pengakuan dari seorang petugas penjara yang mengatakan bahwa ia pernah meminjamkan sebuah belincong (sejenis linggis) yang akhirnya digunakan oleh Pitung untuk menjebol atap sel dengan ilmu tenaga dalamnya untuk kabur.

Akibat kaburnya ini, maka sayembara penangkapan Pitung pun kembali diumumkan ke khalayak. Kali ini dengan hadiah yang menggiurkan, 400 gulden untuk Pitung dan Ji’ih, hidup atau mati. Tentu saja ini sangat menarik beberapa penduduk yang sedang dilanda kesusahan akibat pemerasan para tuan tanah. Secara tak langsung mereka sebetulnya sedang diadu domba, mengingat secara simbolis Pitung adalah cerminan seorang rakyat yang berani melawan terhadap penjajah Belanda.

Kematian Si Pitung

Van Hinne sendiri terus memburu Pitung sambil mendengar desas desus bahwa Pitung banyak dilihat warga di beberapa tempat. Juga kabar beberapa perampokan yang dilakukannya. Maka Van Hinne memutuskan akan menembak Pitung dan melakukan penyergapan secepatnya. Dalam penyergapan awal, tertangkaplah Ji’ih yang dilaporkan oleh seseorang di suatu tempat. Ji’ih tertangkap saat sedang sakit dan tidak memberi perlawanan sama sekali. Nasibnya setelah tertangkap tidak diketahui secara pasti.

Dalam sebuah kisah disebutkan bahwa sebelum melakukan penyergapan terhadap Pitung, Van Hinne menemui Haji Naipin untuk mengetahui kelemahan – kelemahan Pitung terutama mengenai jimat yang pernah diberikan. Tetapi ada juga yang menyebutkan tentang adanya pengaduan keberadaan si Pitung dari salah satu teman seperguruannya sendiri.



Menurut film Banteng Betawi, Pitung diceritakan dilaporkan oleh seseorang bernama Somad tentang keberadaan jimatnya. Namun yang pasti, Pitung di tembak oleh Van Hinne pada pertengahan bulan Oktober 1893 dalam penyergapan di sekitar pekuburan Tanah Abang sebagaimana diberitakan dalam koran terbitan Melayu, Hindia Orlanda edisi 18 Oktober 1893. Menurut versi film si Pitung, nyawa Pitung melayang setelah ditembusi oleh peluru emas dari komisaris Belanda.

Keesokan harinya, Pitung dimakamkan dan makamnya dijaga ketat oleh pasukan Belanda selama beberapa hari. Alasannya agar tidak diziarahi oleh masyarakat yang ingin meminta berkah melalui ilmu si Pitung. Namun ada juga yang mengatakan agar Pitung tidak bangkit lagi dari kuburnya karena dipercaya memiliki ajian Rawarontek sebagaimana terekam dalam Rancag si Pitung sebagai berikut:

Waktu dikubur pulisi pade iringin..
Jago nama Pitung kuburannya digadangin..
Yang gadangin kuburannya Pitung dari sore ampe pagi..
Kalo belon aplusan kaga ada nyang boleh pegi..
Sebab yang gadangin waktu itu sampe pagi,
Kabarnya jago Pitung dalam kuburan idup lagi..

Lalu di mana kah kuburan asli si Pitung?

Sebelum mengulik teka-tekinya, beberapa sumber seperti harian Hindia Olanda menyebutkan nama Pitung dengan sangat beragam, Pitiung, Pitang, Biteong, sampai akhirnya Piteong. Nama Pitung juga merupakan penjabaran dari ‘Pitulungan’ dan berkembang menjadi ‘Pituan Pitulung’ yang berasal dari bahasa Jawa-Cirebon. Jika diartikan adalah sekelompok tujuh orang yang melakukan perlawanan terhadap tuan tanah yang memeras rakyat dengan cara merampok harta mereka untuk dibagikan kembali hasilnya ke rakyat.

Seperti di tuliskan diatas, selain Pitung, ada 6 orang temannya yakni: Abdoelrachman, Merais, Ji’ih, Mat Jebul, Tocang Gering, dan Mudjeran. Pitung sendiri memiliki nama asli Salihun yang lahir pada tahun 1864 di sekitar Rawa Belong. Orang tuanya bernama Pi’un dan Nok Pinah. Maka, Salihun inilah yang dianggap sebagai Pitung.

Dari uraian diatas dapat disebutkan bahwa ada kemungkinan sebagian besar dari tujuh orang tersebut selalu menggunakan nama Pitung saat beraksi, baik saat sendiri maupun bergerombol. Karena itu janga heran jika kita temukan makam si Pitung di Tomang, Jakarta Barat. Lalu makamnya juga ada di hutan Jatijajar, Depok. Kemudian ada lagi di bawah pohon bambu di daerah Kebayoran Lama, Jakarta (seperti gambar foto diatas). Juga ada di Penjaringan, Parung, Sukabumi, Jakarta dan Kemayoran.

Meski begitu, usai kematian Salihun “Pitung” ternyata tak menyurutkan munculnya Pitung – Pitung lain dalam melakukan perlawanan terhadap tuan tanah dan kompeni Belanda.

Ada si Ma’un dari kampung Pluit, si Gantang, si Gondrong, dan lain-lain yang berasal dari kampung-kampung betawi. Maka tak heran, kemudian muncul gelar pada si Pitung sebagai “Robin Hood dari Betawi“.

[ sumber ]

Dapatkan Wisbenbae versi Android,GRATIS di SINI !
 Lihat yg lebih 'menarik' di sini !

Beli yuk ?

 
Top