Tak pernah terbayangkan bahwa di awal tahun 2012 sudah harus bersiap-siap untuk melakukan perjalanan panjang. Rasanya, ia akan menjadi sebuah perjalanan yang melelahkan namun menjadi salah satu album perjalanan yang tak terlupakan.
Sedikit bercerita, di akhir tahun 2011, saya membawa seluruh barang-barang, kardus-kardus dan semua “warisan”: perlengkapan memasak dari orang tua dan kakek-nenek dari Surabaya menuju Jakarta. Pada saat itu, hanya saya sendiri yang melakukan semua persiapan di rumah baru di Jakarta. Suami masih bekerja di Timur Tengah, tepatnya negara yang baru saja merayakan kemenangannya setelah seluruh pasukan Amerika Serikat ditarik kembali ke negaranya, Irak.
Di awal tahun 2012, saya sudah langsung harus bekerja setidaknya 12 jam sehari di kantor. Mulai jam delapan pagi hingga delapan malam. Di akhir Januari 2012, saya mendapat kabar kalau suami berkesempatan untuk ikut sebuah pelatihan yang sangat penting di Amerika Serikat selama kurang lebih tiga bulan dan pelatihan tersebut akan dimulai di awal bulan Maret. Tidak bisa terbayangkan betapa mendadaknya berita ini. Meski mendadak, ini adalah sebuah berita baik bagi masa depan suami dan tentunya keluarga kami.
Suasana “kota koboi”.
Akhirnya, pada bulan Februari, melalui pertimbangan berdasarkan akal sehat dan masukan dari para senior di bidang saya maupun ibu bapak yang sudah berkeluarga puluhan tahun, karir panjang dan sedang di masa menuju puncak ini akhirnya saya tinggalkan. Keputusan ini demi terus menjaga keseimbangan hubungan antara suami dan istri, karena saya sering ditinggal suami bekerja di negara-negara Timur tengah sedari kami pacaran dan menikah selama setahun ini.
Singkatnya, bulan Februari pula, setelah kepulangan suami ke Jakarta, visa kami disetujui dan bisa diambil setelah tiga minggu sejak proses wawancara.
Segera pula tiket pesawat menuju kota Fort Worth yang berada di negara bagian Texas ini kami pesan. Beruntungnya kami, semua akomodasi maupun tiket perjalanan sudah diatur oleh perusahaan suami yang memang kebetulan perusahaan yang berasal dari Amerika Serikat. Saat itu kami diberikan tiket pesawat Cathay Pacific dengan rute Jakarta – Hongkong – Los Angeles – Dallas/Fort Worth. Keberangkatan kami adalah pada tanggal 7 Maret 2012.
Menginjakkan kaki pertama kali di bandara Dallas/Fort Worth terasa menyenangkan, kami dijemput dengan sebuah taksi yang dipesan oleh perusahaan suami. Dari bandara, masih ada perjalanan dengan taksi tersebut selama kurang lebih 45 menit ke tempat tujuan kami.
Fort Worth ini kota yang lebih kecil jika dibandingkan dengan Dallas. Bisa dibayangkan situasi di Fort Worth dengan Dallas seperti membandingkan kota Jakarta dengan Yogyakarta.
Kami sampai di tempat tinggal yang telah disiapkan oleh perusahaan yaitu Staybridge Suite Hotel. Hotel ini memiliki tiga lantai dan kebetulan kami mendapat bagian kamar di lantai tiga.
Setiap kamar sudah memiliki ruang dapur, ruang menerima tamu dan lemari pakaian yang besar, terbilang lengkap dengan fasilitas membuat penghuni kamar merasa nyaman dan betah tinggal di kamar berlama-lama.
Suasana jalan menuju restoran favorit.
Tempat pertolongan pertama bagi perut kami berdua adalah sebuah restoran Asia yang berjarak sekitar 200 meter dari hotel ini. Jika ditempuh dengan jalan kaki saja, dalam waktu kurang dari 10 menit sudah sampai di restoran yang bernama Taste of Asia. Salah satu menu favorit yang sesuai lidah kami adalah Chicken Kung Pao atau Vegetable Tempura (sayur brokoli, bawang bombay, jamur yang berbalut tepung dan digoreng).
Texas merupakan salah satu negara bagian di Amerika yang berbatasan langsung dengan negara lain yaitu Meksiko. Kota yang sudah masuk Meksiko dan berbatasan langsung adalah kota Chihuahua. Konsekuensinya, Fort Worth banyak dihuni oleh para imigran dari Meksiko maupun orang Meksiko yang sejak lahir maupun berkeluarga tinggal di Fort Worth. Banyak sekali saya jumpai restoran Meksiko maupun restoran Amerika yang makanannya berbau “Tex-Mex” atau “Texas Mexico”. Rata-rata penghuni Fort Worth menguasai dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan Spanyol. Bahkan, tidak jarang saya bertemu orang Meksiko yang bekerja di Fort Worth bertahun-tahun namun tidak bisa berbahasa Inggris dengan baik. Walau begitu, saya melihat bahwa toleransi antar kebudayaan yang berbeda terjalin dengan baik.
Mungkin tidak banyak orang yang mengetahui tentang keindahan negara bagian Texas dan bagian kecil di dalamnya, kota Fort Worth. Namun begitu mendengar kata Texas hampir pasti semua akan membayangkan seorang “cowboy” atau “cowgirl” yang sedang menaiki kuda atau sedang melakukan aktivitas di padang rumput bersama dengan hewan ternaknya, seperti sapi, domba, atau hewan unggas lainnya seperti ayam dan bebek.
Ada sebuah tempat yang biasa digambarkan dalam film-film barat, isinya para koboi dan terdiri dari beberapa toko-toko menjual bir, roti atau restoran gaya “country” yang menjual steak. Tempat yang saya kunjungi bersama tiga teman saya dan suami ini merupakan salah satu ikon kota Fort Worth, bernama Stockyard Station.
Pesta kostum sebagai bagian dari "Cattle Drive Big Longhorn".
Saya senang sekali di saat saya datang hari Sabtu sedang ada persiapan parade sapi khas Texas atau biasa disebut “Cattle Drive Big Longhorn”. Pertama mendengar kata “Big Longhorn”, saya setengah gak percaya. Sepanjang apakah tanduk dari sapi yang dimaksud, karena sapi-sapi di negara kita rata-rata memiliki tanduk besar tetapi tidak panjang dan dikenal dengan nama “kerbau”.
Jika dilihat secara fisik, sapi-sapi ini ukurannya sangat gemuk/besar dan yang khas tanduknya panjang dan melengkung keatas, motif atau warna kulitnya pun sedikit berbeda dengan sapi kebanyakan di negara Asia.
Setelah beberapa menit kami tiba, beberapa pengunjung berkerumun di pinggir jalan untuk mengambil posisi melihat parade sapi bertanduk panjang ini dan beberapa perempuan dan pria Fort Worth yang berkostum ala koboi.
Setelah kita puas dengan foto-foto dengan para pengisi acara parade ini, kita mencoba untuk keliling ke kios cinderamata khas Texas yang ada disekitar Stockyard Station ini. Kami berlima ingin sekali membeli topi kulit atau sepatu bot ala para koboi dan membeli cinderamata kecil koleksi seperti magnet kulkas dan bola golf bertuliskan Texas. Namun setelah puas melihat semua kios yang berjualan sepatu bot, topi koboi dan harganya cukup mahal sekitar US$200 ke atas, akhirnya kami batalkan niat untuk membeli.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 18.00 meskipun sinar matahari masih seterik jam 12.00 siang, tapi perut kami sudah mengeluarkan “alert” minta untuk segera diisi. Beberapa restoran di tempat ini memiliki ciri khas menjual steak sapi ala Texas atau tortillas isi sayuran daging ala Texas-Mexico.
Akhirnya kami berlima sepakat untuk merasakan steak sapi ala Texas yang benar-benar khas daging sapi “Big Longhorn”. Kami memilih Riscky’s Steakhouse. Satu porsi steak di sini minimal ukurannya 100oz atau 100 pon dan harganya sekitar US$30 – US$40 per porsi. Pilihan kentang dan saladnya sangat beragam, namun yang paling khas adalah salad berlumuran blue cheese atau thousand island. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan betapa nikmatnya steak sapi ala Texas ini, selain sangat lembut dagingnya juga salad yang sempurna kesegarannya dengan lumuran saus keju yang sangat terasa kelezatannya.
Rasanya setiap negara di seluruh dunia memiliki olahraga khas atau favorit yang menjadi bagian dari kebudayaan, hobi maupun salah satu media hiburan. Di negeri Paman Sam ini olahraga yang sangat digemari adalah baseball.
Kebetulan sekali hari ini saya dan teman-teman kantor dari suami mendapat tiket gratis dan kendaraan yang akan menjemput kami di tempat kami menginap. Senang rasanya karena belum pernah mendapat pengalaman datang langsung menyaksikan pertandingan baseball yang bermain adalah tim-tim jagoan yang punya penggemar berat. Stadion yang akan kita tuju adalah stadion terbesar di Dallas/Fort Worth dan cukup sering diadakan pertandingan baseball antar negara bagian, dinamakan Texas Rangers Ballpark. Stadion ini berada di kota lain yaitu Arlington dan jarak bisa ditempuh selama satu jam. Namun karena pertandingan hari ini adalah salah satu tim favorit maka perjalanan kami sempat terkendala kemacetan selama setengah jam.
Tiket masuk pertandingan Texas Rangers vs. New York Yankees.
Begitu memasuki stadion yang berlantai tiga ini, sudah bisa saya rasakan kemeriahan, kemegahan dan semangat para penggemar untuk mendukung masing-masing tim. Banyak sekali yang memakai kaos Texas Rangers berwarna merah atau biru dan penggemar yang memakai kaos berwarna putih adalah para penggemar dari New York Yankees.
Saya merasakan sekali meskipun antusiasme yang begitu “membara” dari masing-masing penggemar tetapi semua penggemar tetap duduk dengan rapi, tidak membawa petasan, tidak membawa sinar laser dan barang-barang aneh lainnya. Hal ini membuat saya nyaman sekali dan bisa menikmati jalannya pertandingan hingga jam 21.00.
Di dalam stadion ini tersedia begitu banyak kios yang menjual minuman beralkohol seperti bir, margarita, tequila dan sebagainya. Untuk makanan dan minuman yang tidak beralkohol pun banyak sekali, jadi saya tidak perlu khawatir. Kios cinderamata juga bertebaran di dalam dan di luar stadion ini. Akhirnya kemenangan berpihak di tim Texas Rangers dengan skor 3-2. Sebenarnya saya juga tidak terlalu bisa mengerti jalannya pertandingan ini, tapi ada hal lain yang menjadi sebuah pengalaman yang menarik. Saya berdoa suatu hari nanti mentalitas para penggemar olahraga Indonesia bisa seantusias para “rangers” di sini namun tetap dalam koridor toleransi dan menjunjung tinggi sportivitas sehingga tidak ada kekisruhan apalagi sampai huru-hara.