Kedua kalinya ke tempat yang sama, saya pasti melakukan hal yang berbeda. Seperti ketika ke Helsinki, Finlandia, pada Oktober 2012, teman saya, Henna, mengajak nonton pertandingan ice hockey – olah raga nasional negara Finlandia, seperti Indonesia dengan badminton atau sepak bolanya. Sebagai penggemar (nonton) olah raga, tentu saya mengiyakan meski agak deg-degan karena ini pertandingan “laki banget”.
Kami nonton SM-liiga atau liga profesional ice hockey senegara Finlandia, antara klub tuan rumah HIFK (Idrottsföreningen Kamraterna i Helsingfors) dari Helsinki melawan klub Pelicans dari Lahti. Pertandingan di Helsingin jäähalli dimulai jam 18.30, tapi kami minum-minum dulu di bar sekalian kenalan dengan Jani (ini nama cowok loh), teman Henna yang suporter HIFK. Sekilas ia bercerita tentang olah raga ice hockey yang dijuluki “The fastest game on earth”. Kenapa Finlandia sepak bolanya tidak sebaik Swedia dan Denmark karena katanya olah raga kebanggaan Finlandia adalah ice hockey. Ngeles!
Kami cewek-cewek disuruh pake baju warna merah, warna khas HIFK – seperti merah bagi tim sepak bola Manchester United. Jani sudah membelikan tiket via internet seharga 29,50 Euro/orang. Cukup mahal, padahal itu adalah tiket kelas kambing alias yang paling murah. Dengan selembar kertas hasil nge-print, kami masuk ke dalam stadion dengan tertib, nggak pake dorong-dorongan, padahal nggak pake besi pembatas antrian. Petugas di pintu hanya membawa alat pembaca bar code dan memindainya pada kertas. Canggih ya?
Masuk ke dalam stadion ternyata tidak langsung ice rink, namun ada koridor luas yang penuh dengan bar! “Nonton ice hockey paduannya adalah bir”, kata Jani. Sebelum pertandingan, pas break selama 18 menit, dan sesudah pertandingan, orang ke luar rink dan minum bir. Ini memang acara cowok-cowok dan gengnya: ngebir-nonton-ngebir-nonton dan seterusnya . Bagusnya, alkohol nggak boleh dibawa masuk ke arena, tapi makanan dan minuman lain boleh. Jadilah saya nonton sambil makan nachos dan minum jus jeruk. *anak baik*
Penonton wanita mungkin hanya 20% dari keseluruhan, namun anak-anak ada juga yang nonton. Kapasitas stadion sejumlah 8200 kursi terisi 80%nya. Hebatnya, kursi semua bernomor dan penonton duduk sesuai nomor di tiket. Tiket kami yang kelas kambing itu ternyata paling atas, paling jauh, dan paling bikin nyer-nyeran bagi yang takut ketinggian. Masalahnya, tingkat kemiringan kursi penonton sangat curam. Naiknya aja sampe ngos-ngosan. Pas duduk, telapak kaki saya aja sejajar dengan pundak penonton di depan saya!
Ice hockey pada dasarnya adalah olah raga hoki yang dimainkan di atas es. Jadi masing-masing pemain pake sepatu ice skate, memegang stick dan saling berebut “bola” untuk digolkan ke gawang lawan. Olah raga ini diciptakan oleh Canada dan diminati oleh negara-negara bersalju. Satu tim terdiri dari 20 orang pemain, termasuk pemain pengganti. Dalam 1 pertandingan 1 tim yang main hanya 5 orang plus 1 orang penjaga gawang. Luas rink lebih dari setengah luas lapangan sepak bola, namun garis terluarnya ditutupi dinding tembus pandang. Pertandingan terdiri dari 3 game, masing-masing selama 20 menit. Semua pemain memakai seragam khusus yang tampak seperti robot karena terlalu banyak pelindung di seluruh tubuh, termasuk helm. O ya, dalam satu tim pasti ada pemain yang pake helm berwarna emas. Itu artinya si pemain adalah pencetak gol terbanyak di klubnya. Artinya juga, ia akan selalu diincar oleh tim lawan dan sering dihajar. Aww!
Ya, ini adalah olah raga keras! Wasitnya ada 4 orang yang masing-masing memakai sepatu ice skate dan helm. Tugas wasit ini berat, karena mereka sendiri harus bergerak cepat, baik mata maupun kaki, untuk mengawasi pertandingan dan… melerai perkelahian! Yep, tak jarang antartim saling dorong dan pukul sehingga harus dilerai wasit. Ice hockey tidak mengenal kartu kuning dan kartu merah, tapi kalau salah seorang pemain melakukan pelanggaran, hukumannya adalah penalti. Artinya si pemain “disetrap” dengan cara dimasukkan ke dalam kotak di luar rink dan disuruh duduk selama 2 menit! Hehe!
Pertandingan berjalan seru juga. Para pemain yang berseluncur di atas es ini memang sangat cepat bergerak, udah kayak nonton bulu tangkis karena kepala kita cepat nengok kiri dan kanan. Bola nggak ada sistem keluar garis, karena sengaja dipantulkan ke tembok untuk mengoper ke pemain lain. Wah, ilmu main biliard juga penting untuk bisa jago main ice hockey rupanya. Pergantian pemain udah nggak pake diumumin segala, tapi tau-tau diganti sekaligus 5 orang.
Nonton ice hockey sama kayak nonton sepak bola. Penonton memakai atribut tim kesayangannya sehingga stadion sebagian besar berwarna merah, warna tim tuan rumah. Mereka juga menyanyikan yel-yel klub. Teriakan penonton, ah-uh, makian, dan tepuk tangan membahana di sepanjang pertandingan. Bedanya, nggak ada terompet atau drum. Menurut Jani, itu kampungan dan hanya terjadi di klub kecil di desa.
Nah, olah raga laki begini tidak mungkin tidak ada “pemanis”. Maka tersedialah cewek-cewek cheerleaders pake rok mini (padahal lagi winter) yang berjoget di antara penonton. Setiap ada “tendangan bebas”, stadion memutar lagu dan mereka berjoget seksi bersama pom-pomnya. Selain itu, setiap break masuklah cewek-cewek seksi ber-ice skating pake tank top dan hot pants. Maksudnya kayak cewek pembawa papan di pertandingan tinju gitu, tapi di ice hockey mereka bawa sekop! Ternyata mereka bertugas untuk meratakan es di depan gawang, tapi sambil senyum-senyum dan dadah-dadah ke penonton. Oke deh!
Singkat kata, HIFK menang 4-1 melawan Pelicans. Pertandingan ice hockey bukan hanya sekedar nonton pertandingan olah raga, tapi juga tempat hiburan – hang out bareng geng sambil ngebir dan cuci mata. Mungkin maksudnya biar suasana dinginnya es jadi “panas”
Sumber