Ini salah satu kisah yang tersisa dari seputar peristiwa serangan teroris 11 September 2011 atau 9/11 di AS. Seorang pilot jet tempur F-16 yang muncul sebagai perempuan pemberani bisa saja membunuh ayahnya sendiri, seorang kapten pesawat United Airlines yang telah dibajak. Pilot perempuan itu, Heather 'Lucky' Penney, secara sukarela melakukan misi 'bunuh diri' untuk menjatuhkan pesawat penumpang United Airlines dengan nomor penerbangan 93 yang mungkin saja didipiloti ayahnya sendiri.
Heather Penney termasuk di antara para pilot di Washington yang telah diperintahkan untuk mengudara di tengah ketakutan bahwa sebuah pesawat yang dibajak sedang menuju ke ibukota AS. Mereka harus menjatuhkan pesawat itu tanpa menggunakan amunisi atau rudal. Itu bisa berarti sebuah misi bunuh diri dan akan menewaskan semua orang yang ada dalam pesawat itu.
Kini ibu dari sang pilot, Stephanie Penney, mengungkapkan bahwa putrinya bukan hanya rela mengorbankan hidupnya sendiri dengan akan menabrak jet 757. Namun ia juga tahu bahwa ayahnya mungkin telah menerbangkan pesawat itu. Nyonya Penney mengatakan, "Kami bersyukur bahwa Heather mampu mengesampingkan emosinya dan bahkan tidak menganggap bahwa ayahnya mungkin telah menerbangkan United 93. John seorang kapten United Airlines saat itu. Dia menerbangkan 757 dan telah melayani rute ke Pantai Timur bulan sebelumnya. Heather sesungguhnya tidak tahu pasti apakah ayahnya yang menjadi kapten United 93," katanya kepada Washington Post, Kamis (15/9/2011).
Heather, yang masih seorang perempuan muda berambut pirang di usia dua puluhan tahun ketika itu, telah mengikuti jejak ayahnya dengan menjadi pilot. Dia sekarang direktur program F-35 di Lockheed Martin dan pilot paruh waktu Garda Nasional yang tidak kehilangan gairahnya untuk terbang.
Prihal 'misi kamikaze' dan pengetahuan bahwa ayahnya bisa saja ada dalam penerbangan yang jadi sasarannya, Heather berkata, "Ini terdengar tak punya hati. Maksud saya, dia ayah saya. Tapi, terus terang, tidak ada cara bagi saya untuk tahu, dan (pengetahuan) itu tidak akan mengubah apa yang perlu saya lakukan."
Menurut Daily Mail, Heather Penney merupakan calon pilot tempur perempuan pertama yang mendaftar begitu mendengar informasi angkatan udara AS membuka kesempatan bagi perempuan untuk dididik jadi pilot jet tempur. Pada pagi hari 11 September 2001 itu, ia menjadi yang pertama lagi, kali ini untuk menjatuhkan satu dari empat pesawat yang telah dibajak dan diduga sedang menuju Washington, atau mungkin ke tempat lain. Misi yang diembannya adalah: temukan pesawat United 93 dan hancurkan.
Dia tidak punya cara dan tidak punya waktu untuk menghubungi orang tuanya ketika dia secara sukarela maju untuk misi itu. Bahwa ayahnya bisa saja menerbangkan pesawat yang disasarnya, itu sebuah kemungkinan yang lain.
Ayahnya, pensiunan Kolonel John Penney mengatakan kepada Post, "Kami berbicara tentang kemungkinan bahwa saya bisa saja ada di pesawat itu. Dia tahu saya terbang pada rotasi itu. Tapi kami tidak pernah merasa sedih atau sesuatu semacam itu. Dia pilot pesawat tempur, saya pilot pesawat tempur."
Nyonya Penney menambahkan, "Saya memang mengatakan kepada Heather, 'Kami sangat senang bahwa itu bukan ayahmu dan bahwa kamu tidak harus berpikir tentang itu. Dia hanya bilang, 'Mom, saya tidak bisa berpikir tentang hal itu. Saya punya tugas untuk dikerjakan.' Itulah yang paling kami banggakan dari Heather, bahwa ia melakukan tugasnya."
Mengenang kembali hari itu, ketika ia diberitahu bahwa hanya ada satu cara untuk menjatuh pesawat itu, dia berkata, "Kami tidak akan menembak (pesawat itu). Kami akan menabraknya. Saya pada dasarnya akan menjadi pilot kamikaze."
Ketika itu, tidak ada jet tempur F-16 bersenjata yang disiapkan di Andrews Air Force Base, dan akan butuh waktu hampir satu jam untuk mempersenjatai pesawat-pesawat itu. Tidak ada cukup waktu. Jet tempur harus di berada udara untuk melindungi Washington, dan mereka harus berada di sana segera.
"Lucky, kau ikut dengan saya," teriak Kolonel Marc Sasseville. Sasseville, yang sekarang ditempatkan di Pentagon, mengatakan, "Kami tidak dilatih untuk menjatuhkan pesawat penumpang. Jika Anda hanya menyerang mesin, (pesawat itu) masih bisa meluncur dan Anda bisa memandunya ke sasaran. Yang saya pikirkan adalah kokpit atau sayap."
Dia mengakui, dirinya berpikir tentang kemungkinan memanfaatkan kursi pelontar untuk menyelamatkan diri sebelum menabrakan jet itu.
Namun Penney mengatakan, sebagaimana dikutip Daily Mail, butuh konsentrasi yang jauh lebih besar untuk melontarkan diri dari pesawat dan hal itu berisiko kehilangan target dan misi gagal, meskipun itu mungkin menyelamatkan hidupnya.
Sass, sebagaimana Penney memanggil dia, mengatakan ia akan menyasar kokpit. Sementara Penney akan menyasar bagian ekor. Dia mengatakan, "Saya tahu bahwa jika saya menyerang ekor pesawat, pesawat itu pada dasarnya akan menukik lurus ke bawah dan pola sebaran puing-puingnya bisa diminimalkan."
Setelah misi itu, Penney naik pangkat jadi seorang mayor dan terbang dua kali untuk tugas di Irak. Ibu dua anak itu tidak harus mengorbankan diri pada peristiwa 9/11 itu. Sekelompok penumpang dalam pesawat itu telah melakukan perlawanan. Ia mengatakan, "Para pahlawan sesungguhnya adalah penumpang dalam penerbangan 93 itu yang mau mengorbankan diri. Saya hanya saksi kecelakaan pada sejarah itu."
sumber
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !
Heather Penney termasuk di antara para pilot di Washington yang telah diperintahkan untuk mengudara di tengah ketakutan bahwa sebuah pesawat yang dibajak sedang menuju ke ibukota AS. Mereka harus menjatuhkan pesawat itu tanpa menggunakan amunisi atau rudal. Itu bisa berarti sebuah misi bunuh diri dan akan menewaskan semua orang yang ada dalam pesawat itu.
Kini ibu dari sang pilot, Stephanie Penney, mengungkapkan bahwa putrinya bukan hanya rela mengorbankan hidupnya sendiri dengan akan menabrak jet 757. Namun ia juga tahu bahwa ayahnya mungkin telah menerbangkan pesawat itu. Nyonya Penney mengatakan, "Kami bersyukur bahwa Heather mampu mengesampingkan emosinya dan bahkan tidak menganggap bahwa ayahnya mungkin telah menerbangkan United 93. John seorang kapten United Airlines saat itu. Dia menerbangkan 757 dan telah melayani rute ke Pantai Timur bulan sebelumnya. Heather sesungguhnya tidak tahu pasti apakah ayahnya yang menjadi kapten United 93," katanya kepada Washington Post, Kamis (15/9/2011).
Heather, yang masih seorang perempuan muda berambut pirang di usia dua puluhan tahun ketika itu, telah mengikuti jejak ayahnya dengan menjadi pilot. Dia sekarang direktur program F-35 di Lockheed Martin dan pilot paruh waktu Garda Nasional yang tidak kehilangan gairahnya untuk terbang.
Prihal 'misi kamikaze' dan pengetahuan bahwa ayahnya bisa saja ada dalam penerbangan yang jadi sasarannya, Heather berkata, "Ini terdengar tak punya hati. Maksud saya, dia ayah saya. Tapi, terus terang, tidak ada cara bagi saya untuk tahu, dan (pengetahuan) itu tidak akan mengubah apa yang perlu saya lakukan."
Menurut Daily Mail, Heather Penney merupakan calon pilot tempur perempuan pertama yang mendaftar begitu mendengar informasi angkatan udara AS membuka kesempatan bagi perempuan untuk dididik jadi pilot jet tempur. Pada pagi hari 11 September 2001 itu, ia menjadi yang pertama lagi, kali ini untuk menjatuhkan satu dari empat pesawat yang telah dibajak dan diduga sedang menuju Washington, atau mungkin ke tempat lain. Misi yang diembannya adalah: temukan pesawat United 93 dan hancurkan.
Dia tidak punya cara dan tidak punya waktu untuk menghubungi orang tuanya ketika dia secara sukarela maju untuk misi itu. Bahwa ayahnya bisa saja menerbangkan pesawat yang disasarnya, itu sebuah kemungkinan yang lain.
Ayahnya, pensiunan Kolonel John Penney mengatakan kepada Post, "Kami berbicara tentang kemungkinan bahwa saya bisa saja ada di pesawat itu. Dia tahu saya terbang pada rotasi itu. Tapi kami tidak pernah merasa sedih atau sesuatu semacam itu. Dia pilot pesawat tempur, saya pilot pesawat tempur."
Nyonya Penney menambahkan, "Saya memang mengatakan kepada Heather, 'Kami sangat senang bahwa itu bukan ayahmu dan bahwa kamu tidak harus berpikir tentang itu. Dia hanya bilang, 'Mom, saya tidak bisa berpikir tentang hal itu. Saya punya tugas untuk dikerjakan.' Itulah yang paling kami banggakan dari Heather, bahwa ia melakukan tugasnya."
Mengenang kembali hari itu, ketika ia diberitahu bahwa hanya ada satu cara untuk menjatuh pesawat itu, dia berkata, "Kami tidak akan menembak (pesawat itu). Kami akan menabraknya. Saya pada dasarnya akan menjadi pilot kamikaze."
Ketika itu, tidak ada jet tempur F-16 bersenjata yang disiapkan di Andrews Air Force Base, dan akan butuh waktu hampir satu jam untuk mempersenjatai pesawat-pesawat itu. Tidak ada cukup waktu. Jet tempur harus di berada udara untuk melindungi Washington, dan mereka harus berada di sana segera.
"Lucky, kau ikut dengan saya," teriak Kolonel Marc Sasseville. Sasseville, yang sekarang ditempatkan di Pentagon, mengatakan, "Kami tidak dilatih untuk menjatuhkan pesawat penumpang. Jika Anda hanya menyerang mesin, (pesawat itu) masih bisa meluncur dan Anda bisa memandunya ke sasaran. Yang saya pikirkan adalah kokpit atau sayap."
Dia mengakui, dirinya berpikir tentang kemungkinan memanfaatkan kursi pelontar untuk menyelamatkan diri sebelum menabrakan jet itu.
Namun Penney mengatakan, sebagaimana dikutip Daily Mail, butuh konsentrasi yang jauh lebih besar untuk melontarkan diri dari pesawat dan hal itu berisiko kehilangan target dan misi gagal, meskipun itu mungkin menyelamatkan hidupnya.
Sass, sebagaimana Penney memanggil dia, mengatakan ia akan menyasar kokpit. Sementara Penney akan menyasar bagian ekor. Dia mengatakan, "Saya tahu bahwa jika saya menyerang ekor pesawat, pesawat itu pada dasarnya akan menukik lurus ke bawah dan pola sebaran puing-puingnya bisa diminimalkan."
Dia lalu melesat ke langit, menyusul Sass dengan kecepatan 400 mph (miles per hour). Jet-jet itu melewati Pentagon yang sudah rusak, terbang rendah dan menjelajahi langit. Tak sampai beberapa jam kemudian, mereka menemukan United 93 sudah jatuh wilayah Shanksville, Pennsylvania. Namun itu tidak berarti tugas mereka selesai. Penney menghabiskan sisa hari itu di udara, mengawasi langit dan mengawal presiden AS saat ia terbang dalam Air Force One.
Setelah misi itu, Penney naik pangkat jadi seorang mayor dan terbang dua kali untuk tugas di Irak. Ibu dua anak itu tidak harus mengorbankan diri pada peristiwa 9/11 itu. Sekelompok penumpang dalam pesawat itu telah melakukan perlawanan. Ia mengatakan, "Para pahlawan sesungguhnya adalah penumpang dalam penerbangan 93 itu yang mau mengorbankan diri. Saya hanya saksi kecelakaan pada sejarah itu."
foto sang pilot bersama ayahnya:
sumber
Suatu pergulatan batin yang sangat hebat. Gak isa bayangin.
Btw ada yg bisa jelaskan prosedur pengamanan RI 1 bila terjadi ancaman seperti kisah di atas?
kok tidak diijinkan menggunkan rudal?
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !
Post a Comment Blogger Facebook