Dari Kebun Buah Mangunan saya turun lagi ke arah Makam Imogiri. Ya, tujuan saya selanjutnya adalah ke Makam Raja-Raja Mataram yang ada di Imogiri. Kalau saya lihat di dekat tempat masuk makam terdapat Terminal Imogiri. Berarti jika tujuannya adalah untuk ke Makam Imogiri saja sepertinya bisa naik bus ataupun angkutan umum dari Terminal Giwangan.
Nah untuk masuk ke area pemakaman, pengunjung harus melewati setidaknya 409 anak tangga dengan jarak sekitar 200 meter. Jumlah anak tangga ini dihitung dari masjid yang berada di bawah anak tangga. Kalau dari dekat tempat parkir tinggal dihitung lagi berapa jumlah anak tangganya. Sangat wajar kalau para pengunjung kelelahan dan berhenti untuk beristirahat saat menaiki anak tangga karena anak tangga yang ada di pemakaman ini memiliki kemiringan 45 derajat.
Makam Imogiri adalah seebuah pemakaman yang khusus digunakan untuk para Raja-Raja Mataram yang sudah meninggal. Terdiri dari tiga blok yaitu di tengah sebagai makam Raja-Raja Mataram, sebelah barat untuk memakamkan raja dari Kesultanan Yogyakarta, dan sebelah timur untuk pemakaman dari Kasunanan Surakarta. Areanya cukup luas dan berada di perbukitan yang cukup tinggi.
Pembagian area pemakaman menjadi tiga blok ini sesuai dengan yang terjadi saat ini. Bagian tengah diisi oleh Raja Mataram karena memang Mataram bentuk kerajaan yang masih utuh sebelum pecah menjadi Keraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Untuk area sebelah barat diisi oleh makam Raja Yogyakarta karena Keraton Yogyakarta berada di sisi barat serta area sebelah timur diisi oleh makam dari Raja Surakarta karena letak Kasunanan Surakarta yang berada di sisi timur.
Saat datang kesini saya benar-benar blank, nggak tau tentang hal-hal yang saya sebutkan tersebut. Saat sampai di atas agak bingung juga karena area pemakaman memang sangat sunyi, jarang sekali turis yang datang saat itu. Yang saya lihat hanya pintu besar yang ada di tengah, lalu ada pendopo di sisi kanan dan kiri saya. Di pendopo sebelah kiri terdapat sekumpulan orang yang sedang berdoa, sedangkan di pendopo sebelah kiri saya sangat sepi.
Saya menuju ke pendopo di sebelah kanan saya karena waktu itu saya tidak mau mengganggu orang-orang yang sedang berdoa di pendopo sebelah kiri itu. Saat baru melihat-lihat tentang silsilah Raja Mataram yang ada disana saya didatangi oleh seorang juru kunci yang memakai pakaian adat Jawa lengkap. Beliau bertanya tentang tujuan saya datang kesini dan mau minta apa, tentu saja saya bingung menjawabnya. Saya lalu mengatakan kalau hanya mau berwisata sejarah saja.
Dari situ saya baru tau kalau orang yang datang kesini biasanya berdoa untuk memohon berkah dan sejenisnya. Itu kata bapak juru kunci tadi. Pantes aja saat saya baru dateng langsung ditodong dengan pertanyaan tersebut. Akhirnya saya cuma ngobrol-ngobrol saja dengan bapak juru kunci tentang Makam Imogiri ini. Dari cerita juru kunci, saya juga baru tau kalau saya sedang berada di area pendopo Kasunanan Surakarta, sedangkan yang banyak orang berdoa tadi adalah pendopo dari Keraton Yogyakarta.
Berdasarkan informasi yang saya dapat, Makam Imogiri dibangun pada masa Kerajaan Mataram dipimpin oleh Sultan Agung. Awalnya Sultan Agung ingin dimakamkan di Tanah Suci Mekkah dengan alasan karena menurut Sultan Agung, tanah di Mekkah itu wangi dan suci serta cocok untuk peristirahatan terakhirnya. Tapi keinginan Sultan Agung tidak mendapatkan ijin dari pemerintah Arab. Para pemuka agama lalu menyarankan Sultan Agung untuk membuat makam di Imogiri karena menurut para pemuka agama tanah di Imogiri sama-sama wangi dan suci. Lalu dibuatlah area pemakaman ini pada tahun 1632. Sultan Agung sendiri baru wafat pada tahun 1645 dan dimakamkan ditengah diapit oleh pemakaman dari Yogyakarta dan Surakarta nantinya.
Pemakaman yang di sebelah timur adalah pemakaman Raja Surakarta dari Pakubuwono I hingga XII. Sedangkan yang di sebelah barat diisi oleh raja dari Yogyakarta mulai dari Hamengkubuwono I hingga IX, kecuali Hamengkubuwono II. Raja Hamengkubuwono II dimakamkan di Kotagede. Dulunya Hamengkubuwono II ini dianggap berkhianat karena telah bekerjasama dengan para penjajah.
Pintu makam Sultan Agung maupun makam Raja Yogyakarta serta Surakarta ini dibuka pada hari-hari tertentu saja, tidak setiap hari. Makam dibuka setiap hari Senin jam 10.00-13.00, Jum'at jam 13.30-16.00, 1 Syawal jam 10.30-13.00, 8 Syawal jam 10.30-13.00, dan 10 Besar jam 10.30-13.00. Sedangkan pada bulan puasa, makam-makam ini tutup. Konon penjadwalan ini adalah aturan dari pihak kerajaan. Tetapi tentu saja anggota keluarga kerajaan bebas untuk masuk kapan saja, tengah malam sekalipun. Oleh karena itu makam ini tidak boleh ditinggal oleh juru kunci ataupun abdi dalem kerajaan karena bisa saja setiap saat ada yang datang dari kerajaan. Jadi selalu ada juru kunci yang berjaga di makam ini.
Jika ingin masuk ke makam raja-raja tersebut tentu harus melihat jadwal yang sudah saya sebutkan tadi. Tapi katanya untuk masuk makam membutuhkan administrasi yang berat karena harus meminta ijin dari kerajaan dan keluarga yang makamnya dikunjungi. Kalau kerajaan tidak mengijinkan ya pengunjung tidak akan bisa masuk. Untuk masuk ke makam Raja Yogyakarta dan Surakarta membutuhkan biaya administrasi 200.000-300.000, sedangkan untuk masuk ke makam Sultan Agung membutuhkan administrasi setidaknya 600.000. Dan untuk masuk harus menggunakan pakaian Jawa lengkap dan kemben bagi wanita. Ini info dari juru kunci loh ya, kalau beda ya mohon maaf.
Nah ternyata di pemakaman ini banyak sekali klenik-klenik atau hal mistis yang dipercayai masyarakat. Salah satunya adalah air dari gentong yang ada di depan makam bisa menibulkan aura positif dan menyembuhkan penyakit. Selain itu saat saya sedang ngobrol dengan juru kunci ada seorang bapak-bapak yang datang menghampiri. Bapak itu menanyakan tentang Kayu Unglen yang ada disini. Bagi yang belum tau, Kayu Unglen adalah kayu yang berasal dari satu-satunya pohon dari hutan di Palembang. Dulu Sultan Agung membawa kayu pohon ini untuk membangun makamnya. Tapi karena terkena hujan dan panas, kayu menjadi menyusut dan diganti dengan kayu lain. Konon kayu ini yang membawa adalah makhluk gaib. Kayu ini dipercaya bisa menimbulkan aura positif seperti kewibawaan, keberanian, dan lain-lain. Bapak yang mendekat tadi sedang mencari kayu ini, yang memiliki kayu ini adalah para kunci yang menjaga makam ini dan dihargai 100.000. Kata juru kunci lagi, jika percaya ya akan bermanfaat, tapi jika tidak ya tidak akan berguna karena hanya sepotong kayu saja. Apa mungkin ini hanyalah sugesti bagi orang yang percaya? Ayo siapa yang mau? Hehe..
Banyak sekali informasi sejarah yang saya dapat saat berkunjung ke Makam Imogiri, luar biasa. Selain itu beberapa hal mistis yang berkembang di masyarakat juga saya dapat, walaupun percaya nggak percaya. Waktu sudah semakin sore, sudah saatnya saya meninggalkan tempat ini untuk kembali ke kota.
http://www.wijanarko.net/
Kirim Artikel anda yg lebih menarik di sini !Nah untuk masuk ke area pemakaman, pengunjung harus melewati setidaknya 409 anak tangga dengan jarak sekitar 200 meter. Jumlah anak tangga ini dihitung dari masjid yang berada di bawah anak tangga. Kalau dari dekat tempat parkir tinggal dihitung lagi berapa jumlah anak tangganya. Sangat wajar kalau para pengunjung kelelahan dan berhenti untuk beristirahat saat menaiki anak tangga karena anak tangga yang ada di pemakaman ini memiliki kemiringan 45 derajat.
Makam Imogiri adalah seebuah pemakaman yang khusus digunakan untuk para Raja-Raja Mataram yang sudah meninggal. Terdiri dari tiga blok yaitu di tengah sebagai makam Raja-Raja Mataram, sebelah barat untuk memakamkan raja dari Kesultanan Yogyakarta, dan sebelah timur untuk pemakaman dari Kasunanan Surakarta. Areanya cukup luas dan berada di perbukitan yang cukup tinggi.
Pembagian area pemakaman menjadi tiga blok ini sesuai dengan yang terjadi saat ini. Bagian tengah diisi oleh Raja Mataram karena memang Mataram bentuk kerajaan yang masih utuh sebelum pecah menjadi Keraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Untuk area sebelah barat diisi oleh makam Raja Yogyakarta karena Keraton Yogyakarta berada di sisi barat serta area sebelah timur diisi oleh makam dari Raja Surakarta karena letak Kasunanan Surakarta yang berada di sisi timur.
Saat datang kesini saya benar-benar blank, nggak tau tentang hal-hal yang saya sebutkan tersebut. Saat sampai di atas agak bingung juga karena area pemakaman memang sangat sunyi, jarang sekali turis yang datang saat itu. Yang saya lihat hanya pintu besar yang ada di tengah, lalu ada pendopo di sisi kanan dan kiri saya. Di pendopo sebelah kiri terdapat sekumpulan orang yang sedang berdoa, sedangkan di pendopo sebelah kiri saya sangat sepi.
Saya menuju ke pendopo di sebelah kanan saya karena waktu itu saya tidak mau mengganggu orang-orang yang sedang berdoa di pendopo sebelah kiri itu. Saat baru melihat-lihat tentang silsilah Raja Mataram yang ada disana saya didatangi oleh seorang juru kunci yang memakai pakaian adat Jawa lengkap. Beliau bertanya tentang tujuan saya datang kesini dan mau minta apa, tentu saja saya bingung menjawabnya. Saya lalu mengatakan kalau hanya mau berwisata sejarah saja.
Dari situ saya baru tau kalau orang yang datang kesini biasanya berdoa untuk memohon berkah dan sejenisnya. Itu kata bapak juru kunci tadi. Pantes aja saat saya baru dateng langsung ditodong dengan pertanyaan tersebut. Akhirnya saya cuma ngobrol-ngobrol saja dengan bapak juru kunci tentang Makam Imogiri ini. Dari cerita juru kunci, saya juga baru tau kalau saya sedang berada di area pendopo Kasunanan Surakarta, sedangkan yang banyak orang berdoa tadi adalah pendopo dari Keraton Yogyakarta.
Berdasarkan informasi yang saya dapat, Makam Imogiri dibangun pada masa Kerajaan Mataram dipimpin oleh Sultan Agung. Awalnya Sultan Agung ingin dimakamkan di Tanah Suci Mekkah dengan alasan karena menurut Sultan Agung, tanah di Mekkah itu wangi dan suci serta cocok untuk peristirahatan terakhirnya. Tapi keinginan Sultan Agung tidak mendapatkan ijin dari pemerintah Arab. Para pemuka agama lalu menyarankan Sultan Agung untuk membuat makam di Imogiri karena menurut para pemuka agama tanah di Imogiri sama-sama wangi dan suci. Lalu dibuatlah area pemakaman ini pada tahun 1632. Sultan Agung sendiri baru wafat pada tahun 1645 dan dimakamkan ditengah diapit oleh pemakaman dari Yogyakarta dan Surakarta nantinya.
Pemakaman yang di sebelah timur adalah pemakaman Raja Surakarta dari Pakubuwono I hingga XII. Sedangkan yang di sebelah barat diisi oleh raja dari Yogyakarta mulai dari Hamengkubuwono I hingga IX, kecuali Hamengkubuwono II. Raja Hamengkubuwono II dimakamkan di Kotagede. Dulunya Hamengkubuwono II ini dianggap berkhianat karena telah bekerjasama dengan para penjajah.
Pintu makam Sultan Agung maupun makam Raja Yogyakarta serta Surakarta ini dibuka pada hari-hari tertentu saja, tidak setiap hari. Makam dibuka setiap hari Senin jam 10.00-13.00, Jum'at jam 13.30-16.00, 1 Syawal jam 10.30-13.00, 8 Syawal jam 10.30-13.00, dan 10 Besar jam 10.30-13.00. Sedangkan pada bulan puasa, makam-makam ini tutup. Konon penjadwalan ini adalah aturan dari pihak kerajaan. Tetapi tentu saja anggota keluarga kerajaan bebas untuk masuk kapan saja, tengah malam sekalipun. Oleh karena itu makam ini tidak boleh ditinggal oleh juru kunci ataupun abdi dalem kerajaan karena bisa saja setiap saat ada yang datang dari kerajaan. Jadi selalu ada juru kunci yang berjaga di makam ini.
Jika ingin masuk ke makam raja-raja tersebut tentu harus melihat jadwal yang sudah saya sebutkan tadi. Tapi katanya untuk masuk makam membutuhkan administrasi yang berat karena harus meminta ijin dari kerajaan dan keluarga yang makamnya dikunjungi. Kalau kerajaan tidak mengijinkan ya pengunjung tidak akan bisa masuk. Untuk masuk ke makam Raja Yogyakarta dan Surakarta membutuhkan biaya administrasi 200.000-300.000, sedangkan untuk masuk ke makam Sultan Agung membutuhkan administrasi setidaknya 600.000. Dan untuk masuk harus menggunakan pakaian Jawa lengkap dan kemben bagi wanita. Ini info dari juru kunci loh ya, kalau beda ya mohon maaf.
Nah ternyata di pemakaman ini banyak sekali klenik-klenik atau hal mistis yang dipercayai masyarakat. Salah satunya adalah air dari gentong yang ada di depan makam bisa menibulkan aura positif dan menyembuhkan penyakit. Selain itu saat saya sedang ngobrol dengan juru kunci ada seorang bapak-bapak yang datang menghampiri. Bapak itu menanyakan tentang Kayu Unglen yang ada disini. Bagi yang belum tau, Kayu Unglen adalah kayu yang berasal dari satu-satunya pohon dari hutan di Palembang. Dulu Sultan Agung membawa kayu pohon ini untuk membangun makamnya. Tapi karena terkena hujan dan panas, kayu menjadi menyusut dan diganti dengan kayu lain. Konon kayu ini yang membawa adalah makhluk gaib. Kayu ini dipercaya bisa menimbulkan aura positif seperti kewibawaan, keberanian, dan lain-lain. Bapak yang mendekat tadi sedang mencari kayu ini, yang memiliki kayu ini adalah para kunci yang menjaga makam ini dan dihargai 100.000. Kata juru kunci lagi, jika percaya ya akan bermanfaat, tapi jika tidak ya tidak akan berguna karena hanya sepotong kayu saja. Apa mungkin ini hanyalah sugesti bagi orang yang percaya? Ayo siapa yang mau? Hehe..
Banyak sekali informasi sejarah yang saya dapat saat berkunjung ke Makam Imogiri, luar biasa. Selain itu beberapa hal mistis yang berkembang di masyarakat juga saya dapat, walaupun percaya nggak percaya. Waktu sudah semakin sore, sudah saatnya saya meninggalkan tempat ini untuk kembali ke kota.
http://www.wijanarko.net/
Post a Comment Blogger Facebook