Negara-negara asing, kebetulan sering dibingungkan oleh perbedaan antara antara MalaySIA dan IndoneSIA. Karena bagian akhir dari prononsasi kedua nama itu, kedengarannya mirip.
Masih soal teroris asal Malaysia. Selama perburuan, tak sepatah katapun terucap dari Malaysia misalnya Kualalumpur bersedia membantu Indonesia menangkap Azahari dan Noordin.
Hingga kedua teroris itu ditembak mati Densus 88, pemerintah Malaysia pun tetap tak bersuara. Malaysia seolah tidak mau dilibatkan bahkan ‘melihat’ wajah warga mereka itu yang sudah menjadi mayat itu. Semua otoritas negara itu menghindar jika diminta berbicara tentang teroris asal Malaysia tersebut.
Sehingga wajar bila muncul dugaan bahwa Malaysia sengaja memplot kedua warganya untuk merusak Indonesia. Sejauh mana kebenarannya hanya Tuhan dan otoritas elit Malaysia yang tahu.
Catatan hitam lainnya adalah: Pembukaan Konsulat! Yang juga cukup kontroversi adalah ketika Indonesia sedang sibuk-sibuknya mengurus dampak dari Bom Bali, pemerintah Malaysia justru merecoki Indonesia. Malaysia secara tergesa-gesa meminta persetujuan Jakarta bagi pembukaan kantor Konsulatnya di Bali.
Indonesia sibuk memperbaiki dampak kerusakan Bom Bali, yang otaknya teroris asal Malaysia sementara pada saat yang bersamaan Malaysia sibuk mencari lokasi gedung kantor konsulatnya di Bali.
Pembukaan konsulat Malaysia di Bali disebut kontroversi karena menurut catatan Pemda Bali, warga Malaysia yang datang sedikit sekali jumlahnya. Demikian halnya warga Malaysia yang menetap atau bekerja di Bali juga hampir tidak ada. Sehingga urgensi pembukaan kantor konsulat tidak ada sama sekali.
Catatan hitam berikutnya, Klaim Kebudayaan! Belakangan muncul kecurigaan, pembukaan konsulat Malaysia di Bali terkait usaha ingin ’mematikan’ Pulau Dewata sebagai daerah tujuan wisata terkemuka di Indonesia.
Bom Bali yang menelan korban ratusan warga negara asing, menjadi momentum Malaysia mempromosikan Pulau Langkawi, ia sebut lebih bagus dari Bali. Malaysia ingin menyedot turis manca negara ke negerinya. Lewat konsulat itulah Malaysia mempelajari kelemahan dan keunggulan turisme Bali.
Tidak lama setelah pembukaan konsulat di Bali, Malaysia kemudian mengklaim tari pendet yang selama ini hanya ada di Bali, merupakan warisan kebudayaannya. Demikian sistimatisnya Malaysia merancang agenda melakukan pengrusakan citra Indonesia.
Klaim itu sama saja dengan mengatakan, bahwa yang telah mencuri kebudayaan justru Bali atau Indonesia. Semakin keras klaim balik Indonesia terhadap sebuah kebudayaan, bagi Malaysia hal itu semakin baik. Karena yang terjadi, Indonesia-lah sebenarnya yang menjadi maling atas semua heritage bangsa Melayu.
Catatan hitam yang paling banyak diberitakan adalah penyiksaan TKI! Dalam lima tahun terakhir ini, penyiksaan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Malaysia terus terjadi. Sekalipun media-media di Indonesia sudah melaporkan secara luas tetapi penyiksaan terus saja berlangsung.
Penyiksaan oleh majikan Malaysia terhadap TKI, sepertinya didukung mayoritas warga negara itu. Bahkan termasuk pemerintah Malaysia meskipun dilakukan secara tertutup. Hal ini tercermin dari istilah resmi pers Malaysia.
Mereka antara lain menamakan sejumlah TKI yang berada di negeri jiran itu sebagai ’pendatang haram”. Penggunaan istilah resmi oleh pers Malaysia menjadi faktor penting untuk menilai sejauh mana sikap tidak bersahabat itu.
Sebab pers di sana berada dalam kontrol pemerintah. Berarti setiap agenda pemerintah wajib didukung pers Malaysia. Oleh karena itu jika Indonesia bereaksi keras terhadap Malaysia dan persnya adem ayem saja, hal tersebut terjadi karena pers wajib membela pemerintahnya. Pers Malaysia tidak sebebas Indonesia.
Padahal jika merujuk keterangan Jenderal Yoga Sugama (almarhum), Kepala Bakin (Badan Koordinasi Intelejen Indonesia) di 1980-an, hingga kapanpun, Malaysia tidak pantas menyebut TKI sebagai pendatang haram.
Sebab ketika pertama kali rombongan TKI menginjakkan kaki di Malaysia, sekitar tigapuluh tahun lalu, prosedur keimigrasian, sengaja dilonggarkan. Mengapa? Karena kehadiran TKI di Malaysia punya sejarah, proses dan alasan tersendiri.
Semuanya melalui kesepakatan dan tidak lepas dari kebijakan dan permintaan Kualalumpur. Menurut almarhum Yoga Sugama, pihak Malaysia yang ’mengemis’ bantuan TKI kepada Indonesia.
Dalam keterangannya di depan Komisi I DPR-RI, ia antara lain menyebut, Kualalumpur meminta bantuan kepada Jakarta agar menyuplai TKI sebanyak mungkin ke Malaysia. Tujuannya agar warga Indonesia secara kasat mata akan menjadi penyeimbang proporsi kependudukan di Malaysia.
Oleh sebab itu jika Malaysia berubah mengusir TKI dengan alasan masuk tanpa dilengkapi surat-surat resmi, pegusiran ini merupakan pengingkaran atas komitmen yang dibuatnya sendiri.
Kalaupun sekarang Malaysia sudah terbantu sehingga tidak perlu lagi bantuan Indonesia, sikap bangsa serumpun ini sama dengan ungkapan: lupa kacang akan kulitnya.Kirim Artikel anda yg lebih menarik di sini !
Post a Comment Blogger Facebook