Urusan klaim mengklaim oleh Malaysia entah itu budaya atau makanan dsb akhirnya mendapatkan kritikan dari kalangan ulama Malaysia.
Kali ini kritikan kalangan ulama Malaysia diberikan sehubungan dengan Pemerintah Malaysia tengah mendukung kampanye mempopulerkan sebuah sup, yang diklaim sebagai salah satu ciri khas Negeri Jiran itu.
Namun, kalangan ulama Islam menuntut pemerintah agar sup itu tidak memakai nama 'Bak Kut Teh,' karena berkonotasi mengandung daging babi.
Dalam suatu pameran kuliner yang mempromosikan makanan tradisional akhir pekan lalu, Kementrian Pariwisata Malaysia memperkenalkan hidangan baru: Bak Kut Teh versi halal. Maksudnya, tulang dan daging yang menjadi bahan utama sup itu bukan berasal dari babi, melainkan ayam, ikan, dan sayur.
Namun, maksud baik pemerintah itu mendapat kritik dari kalangan ulama Malaysia. Mereka keberatan bila hidangan itu tetap dinamai 'Bak Kut Teh' walaupun memakai tambahan kata 'halal.'
Pasalnya, di kalangan masyarakat etnis China, Bak Kut Teh identik dengan sup daging dan tulang iga babi. Jadi, walaupun daging babi diganti dengan daging ayam atau ikan, hidangan halal itu bisa menimbulkan keraguan bagi umat Muslim.
'Ini akan menimbulkan kesalahpahaman di kalangan masyarakat,' kata Ma'mor Osman, sekretaris jenderal Asosiasi Konsumen Muslim Malaysia. 'Bahkan (hidangan baru) itu bisa mengakibatkan umat Muslim merasa tidak apa-apa makan daging babi,' lanjut Osman kepada kantor berita Associated Press.
Itulah sebabnya, Asosasi berencana mengajukan protes kepada Kementrian Pariwisata agar sup halal dicarikan nama lain. Bahkan, Departemen Pembangunan Islam - lembaga pemerintah yang mengurusi kebijakan-kebijakan Islam di Malaysia - tidak akan menerbitkan sertifikat halal bila Kementrian tetap menamakan sup itu 'Bak Kut Teh.'
Menurut deputi direktur Departemen Pembangunan Islam, Lokman Abdul Rahman, pihaknya khawatir bahwa umat Muslim akan mengambil pandangan yang salah sup itu tetap dinamai demikian.
Sebenarnya, makanan itu tidak saja populer di Malaysia, namun juga di China, Taiwan, Singapura dan Indonesia. Hidangan yang cocok menjadi lauk untuk nasi dan mi itu konon diperkenalkan di Malaysia (Malaya) pada abad ke-19 oleh para pekerja asal China, baik dari Canton (Hong Kong), Chaoshan, dan Fujian.
Sumber : http://haxims.blogspot.com/Kirim Artikel anda yg lebih menarik di sini !
Post a Comment Blogger Facebook