Catatan Tomy Miftah Faried
Ini kesan saya 7 tahun bekerjasama dengan beberapa perusahaan Jepang dan 2 tahun bekerjasama dengan perusahaan Tiongkok.
Sebagai kontraktor lokal, mulanya saya sering kesal dengan standar perusahaan Jepang yangg “berlebihan” dan lebay dalam segala hal.
Dalam hal kualitas, mereka sedikitpun tak ada kompromi, pernah dalam 1 item pekerjaan yang sama, saya repair sampai 6 kali, mereka menuntut hasil pekerjaan yg sempurna.
Dalam hal keselamatan pekerja juga sama “lebaynya”, mulanya mendisiplinkan para pekerja yang rata-rata ber-SDM rendah untuk menyesuaikan dengan standard safety Jepang sangat melelahkan, pekerja kita biasa berjalan di atas gedung ketinggian 12 meter tanpa alat safety sama sekali. Sementara standard perusahaan Jepang bekerja di ketinggian 2,5 meter saja mesti memakai full body harness, memakai safety belt yang simple saja ribet, kata pekerja.
Ada seabrek aturan safety yang harus ditaati tanpa kompromi. Jika ketahuan ada pekerja yang tidak mematuhi standard safety, kontraktor jangan harap dikasih lagi kerjaan, atau bahkan kalau bandel bisa diputus kontrak. Makanya jadi melelahkan mengawasi para pekerja.
Belakangan saya merenung, perusahaan Iepang ternyata sangat mengamalkan salah satu maqashidu syar’i; hifzhun nafs (menjaga keselamatan jiwa), jangankan pekerja sampai luka atau meninggal, kuping pekerja terlampau kebisinganpun tidak boleh terjadi. Semua potensi bahaya sekecil apapun ada standard safety-nya.
Bagaimana kesan bekerjasama dengan perusahaan Tiongkok? Terlalu banyak cerita. Tapi cukup digambarkan dengan satu kata: Mengerikan!
Ahlan wa Sahlan, selamat datang kereta Tiongkok. Pendahulumu Mocin sudah lenyap di peredaran, bus karatan sudah langganan terbakar.
*Sumber: islampos
Post a Comment Blogger Facebook