TEMPO/Dwianto Wibowo
Surabaya: Seorang doktor lulusan Universitas Airlangga membuktikan alat terapi kanker Electro Capacitive Cancer Treatment (ECCT) mampu mematikan sel-sel kanker. Selama ini temuan pakar tomografi Warsito P. Taruno itu dianggap tak memiliki landasan ilmiah dalam mengatasi penyakit kanker.
“Kami melakukan penelitian eksperimental laboratorik in vitro menggunakan rancangan acak kelompok. Hasilnya, terdapat peningkatan persentase kematian yang signifikan atas sel-sel yang diberi pajanan alat terapi kanker ECCT,” kata Dr. dr. Sahudi Salim usai menjalani sidang terbuka doktor di Universitas Airlangga Surabaya, Senin, 28 September 2015.
Dalam disertasi yang berjudul “Mekanisme Kematian Sel Akibat Pajanan Medan Listrik Energi Lemah dengan Frekuensi Menengah” itu, Sahudi ingin membuktikan efek pajanan medan listrik voltase rendah terhadap tiga macam kultur sel kanker. “Ada sel Hela, sel Kanker Rongga Mulut, dan sel Mesenkim Sumsum Tulang,” kata dia.
Ketiga sel itu dibagi menjadi dua kelompok dengan masing-masing 8 replikasi, yaitu kelompok perlakuan yang dipajan dengan ECCT selama 24 jam dan kelompok kontrol. Setelah 24 jam, jumlah sel hidup dan sel mati dihitung dengan menggunakan pewarnaan Tryphan Blue, serta diperiksa ekspresi protein TubulinA, Cyclin B, p53, dan Ki-67.
“Dari hasil penelitian ekspresi protein ini ternyata sel kanker mati secara signifikan, sedangkan non kanker seperti sel-sel kontrol lainnya yang dibutuhkan tubuh, masih hidup,” ujarnya.
Sahudi berharap penelitiannya ini kelak mendorong penelitian-penelitian biofisika serupa guna menjawab tantangan pengobatan kanker. Ia mengatakan penelitian biofisika pada ranah keilmuan kedokteran selama ini sangat jarang, apalagi sampai tataran disertasi.
“Saya harap ini mendorong dokter-dokter lain untuk meneliti dari aspek biofisika. Sebab untuk menghadapi kanker, kita ini ibarat pendekar, harus dengan berbagai macam jurus,” kata dia.
Namun sayangnya, lanjut Sahudi, ketika alat terapi ECCT ditemukan, ada pihak-pihak yang mencoba menghalangi dengan menyatakannya tidak ilmiah. “Yang dianggap masuk akal hanya tiga metode, yang ternyata juga masih memiliki kelemahan.”
Tiga metode tersebut ialah radioterapi, pembedahan, dan kemoterapi. Padahal, ketiga metode itu tergolong mahal. “Untuk pembedahan hanya efektif untuk penderita kanker pada stadium 1 dan 2. Kemoterapi mahal, sekali masuk Rp 40 juta. Begitu juga dengan radioterapi, satu serial minimal merogoh Rp 15 juta. Alat ECCT ini salah satu senjata yang murah, tapi kok dihalang-halangi.”
ARTIKA RACHMI FARMITA
Post a Comment Blogger Facebook