Mbah Jirah, Nenek 90 Tahun yang hidup dengan anjingnya di gubuk tepatnya di dusun Turgo, Purwobinangun.
Tentu saja rumah tersebut tak bisa melindunginya dari dinginnya udara lereng merapi kala malam. Di dalam rumah pun hanya terdapat meja dan kursi yang sudah usang.
Sementara untuk tidur, ia hanya beralaskan tikar dimana diatasnya berserekan baju-baju untuk membungkus tubuh tuanya.
Mbah Jirah menyambut kedatangan wartawan, tongkat dari batang kayu menopang tubuhnya saat berjalan. Anjingnya yang bernama Semut, setia mengikuti kemanapun mbah Jirah pergi.
Terlihat jelas kerutan-kerutan di tubuh nenek yang hampir berusia satu abad itu.
Kepada wartawan ia mengaku tidak tahu pasti kapan dia tinggal di gubuk itu. Hal itu lantaran ia tidak mengenal penanggalan dalam menjalani hidupnya selama ini.
"Orang dulu tidak tahu tahun-tahunan, jadi lupa," ungkapnya.
Untuk kehidupan sehari-hari Mbah Jirah memanfaatkan alam. Ia memenuhi kebutuhannya dengan menanam salak dan sukun tak jauh dari rumahnya.
Untuk memasak, ia memanfaatkan anglo yang ia letakkan di depan tempat tinggalnya. Sehari-hari ia berbagi makanan dengan Semut.
"Nggak pakai lauk, cuma sayur, kadang gori, kalau Semut ya makan apa yang saya masak," ujarnya.
Ia menceritakan semasa ia masih mempunyai tenaga, Mbah Jirah bekerja sebagai pedagang buah jambu dan salak di pasar Godean Sleman.
Akan tetapi saat ini ia tak mempunyai tenaga untuk berdagang.
Beruntung warga sekitar tergerak hatinya membantu kebutuhan mbah Jirah, dengan sesakali memberikan beras untuknya.
Ia tak sanggup merawat kebun salak dengan kondisinya yang sudah tua ini.
"Saya juga tidak punya siapa-siapa. Anak saya dulu meninggal saat usia 2,5 bulan, dan setelah itu hidup sendiri," ujarnya tanpa pernah menyinggung perihal suaminya.
Dalam sebuah gubuk berukuran 2x3 meter di lereng Gunug Merapi, tepatnya di dusun Turgo, Purwobinangun, hidup seorang nenek berusia 90 tahun bernama Jirah.
Ia hanya hidup seorang diri dan hanya ditemani seekor anjing bernama Semut. Tak begitu sulit menemukan rumah mbah Jirah, atau biasa dipanggil mbah Jinem oleh warga sekitar.
Rumahnya tepat berada di depan greenhouse penangkaran anggrek dusun Turgo. Kendati demikian membutuhkan tenaga ekstra untuk bisa sampai di gubuk mbah Jirah.
Hal itu lantaran jalan yang harus dilalui berupa jalan setapak berbatu dan memiliki sudut kemiringan sekitar 45 derajat.
Di sekeliling jalan setapak masih terdapat banyak pohon-pohon rindang, begitupula di sekeliling rumah mbah Jirah yang berpagar semak belukar.
Gubuk berukuran kecil tersebut hanya berdindingkan bambu dan spanduk bekas.
Post a Comment Blogger Facebook