Sebagai penutup perjalanan berkeliling Uni Soviet, Presiden Sukarno mengunjungi Stalingrad. Di situ menteri Luar Negeri Indonesia, Ruslan Abdulgani yang sebelumnya mengunjungi Moskow dan Leningrad menggabungkan diri dengan rombongan Presiden.
Sewaktu rombongan melewati jalan-jalan dan lapangan-lapangan Stalingrad tampaklah betapa besar hasil pembangunan kota pahlawan itu sehabis peperangan hebat tahun 1942. Di bukit Mamayev yaitu tempat pertempuran yang amat sengit melawan tentara Hitler pada waktu pertahanan Stalingrad mereka menghormati mendiang pahlawan-pahlawan benteng besar di Wolga itu dengan upacara menghentingkan cipta. Di atas salah satu pekuburan saudara tamu agung dari Indonesia meletakkan karangan bunga dengan tulisan: “Dari Presiden Indonesia Sukarno”.
Jika kita berkunjung ke sana hari ini, lokasi yang terletak di selatan Rusia itu telah menjadi kota bersejarah dengan patung perempuan raksasa yang sedang menghunus pedang ke atas. Kota yang ketika Bung Karno berkunjung masih bernama Stalingrad, kini bernama Volgograd.
Pertempuran hebat yang pecah di Stalingrad terjadi 13 September 1942. Guna membendung serbuan tentara Jerman, maka bala tentara Soviet membangun benteng pertahanan di bukit ini. Mereka memasang kawat berduri, menebar ranjau, dan membangun parit-parit. Sejarah telah menuliskan, tentara Hitler berhasil menerobos benteng itu dan menewaskan banyak korban jiwa.
Ketika perang berakhir, tanah di atas bukit ini menjadi bergejolak oleh tembakan meriam. Sekira 500-1.250 serpihan logam ditemukan per meter persegi di bukit ini. Bahkan, hingga kini fragmen tulang dan logam masih terkubur di seluruh bukit. Dua puluh empat tahun setelah pertempuran, pada Oktober 1967, dibangunlah monument yang tampak sekarang.
Bung Karno sendiri merasakan kenangan heroik di Mamayev. Kesan itu begitu mendalam, bahkan terbawa hingga saat rombongan Bung Karno berlayar di sepanjang Kanal Wolga-Don dengan kapal “Alexander Polezhaev”. Di sepanjang tepian kanal dan di dekat pintu air, tampak berpuluh-puluh ribu orang menyambut Presiden dengan gembira.
Sementara itu, wakil-wakil kotapraja menganugerahkan kepada Presiden sebuah peti indah berisi tanah yang diambil dari Bukit Mamayev. Dengan menerima tanda peringatan itu Presiden Sukarno menyatakan bahwa rakyat Indonesia yang juga telah menumpahkan darahnya untuk kemerdekaan negerinya menjunjung tinggi peranan Stalingrad sebagai bentuk perjuangan untuk kemerdekaan. Nilai yang dipetik, bukan saja kemerdekaan rakyat Rusia tetapi juga untuk kemerdekaan negeri-negeri lain. (roso daras)
Post a Comment Blogger Facebook