GuidePedia

0
http://media.washtimes.com/media/community/viewpoint/entry/2014/01/06/hijabsoccer_s640x427.jpg?73b8e21685896c3f2859310aaa5adb253919b641
Di dalam masjid, terdapat sekitar 200 jemaah yang sedang khusyuk mendengarkan khotbah yang disampaikan dalam bahasa Arab. Sebagian besar jemaah adalah warga keturunan Arab dan Asia. Diantara jemaah tersebut, juga terdapat beberapa warga negara Brunei yang sengaja datang ke Sao Paulo untuk menyaksikan pesta sepak bola Piala Dunia 2014.

Jakarta, Aktual.co — Perasaan damai langsung menyeruak saat memasuki halaman masjid (mesquita) di Avenida do Estado di kawasan Bras, Sao Paulo, Brazil, Sabtu (14/6).

"Assamualaikum," sapa seorang pria berusia sekitar 40 tahun saat memasuki halaman masjid yang cukup luas dan asri itu untuk menunaikan solat Jumat.

"Tempat wudu ada di sebelah sana, ayo ikut saya," kata pria berwajah Timur Tengah itu dengan ramah.

Di dalam masjid, terdapat sekitar 200 jemaah yang sedang khusyuk mendengarkan khotbah yang disampaikan dalam bahasa Arab. Sebagian besar jemaah adalah warga keturunan Arab dan Asia. Diantara jemaah tersebut, juga terdapat beberapa warga negara Brunei yang sengaja datang ke Sao Paulo untuk menyaksikan pesta sepak bola Piala Dunia 2014.

Usai solat, salah seorang pengurus masjid mengingatkan agar tidak langsung pulang karena panitia sudah menyiapkan santap siang secara gratis, khusus untuk para jemaah. Menu makanan yang disediakan ternyata tidak kalah dengan menu di hotel berbintang, seperti salad, nasi, steak daging sapi, roti, aneka buah-buah segar, kopi, teh dan minuman ringan lainnya.

"Wah, kalau di Indonesia, pasti masjid ini sudah diserbu dan bukan tidak mungkin malah akan timbul kekacauan karena banyak orang yang berebut ingin makan gratis," kata seorang rekan wartawan peliput Piala Dunia 2014.

Meski gratis dan membangkitkan selera, tidak satu pun yang berebut dan semua mengantari dengan tertib. Jumlah makanan yang disuguhkan juga cukup banyak dan semua kebagian. Pada saat makan siang di sebuah aula yang cukup luas dan nyaman itu, terjadilah dialog diantara sesama jemaah.

Jemaah tersebut berasal berbagai latar belakang, seperti warga Brazil keturunan Maroko, Filipina, Lebanon, atau para ekspatriat yang bekerja di Sao Paulo.

"Kami selalu menyediakan makan siang secara gratis yang merupakan hasil dari sumbangan para jemaah yang kebetulan punya uang," kata Muhammad Daffa, salah seorang pengurus masjid.

"Kalau bulan Ramadan, kami juga menyediakan makan untuk berbuka. Anda silakan datang nanti untuk berbuka bersama," kata Daffa yang berasal dari Maroko dan beristrikan wanita asal Brazil.

Terbesar dan Tertua Imam masjid Dr Sheikh Abdel Hamid Metwally yang ditemui saat santap makan siang bersama itu mengatakan, masjid di kawasan Bras tersebut adalah yang terbesar dan tertua di Brazil.

Menurut imam asal Mesir itu, populasi umat Islam Brazil masih sangat kecil, yaitu berkisar satu sampai 1,5 juta orang. Brazil dengan penduduk sekitar 190 juta, merupakan negara dengan penganut katolik terbesar di seluruh dunia.

Selain itu, hampir di seluruh Brazil terdapat masjid-masjid yang sebagiannya dibiayai oleh negara-negara Muslim seperti Arab Saudi dan negara-negara di kawasan Teluk. Dibandingkan kota-kota lainnya di Brazil, denyut kehidupan komunitas Muslim dan kehadiran Islam paling terasa di kota Bras.

Menurut penuturan Sheikh Abdel Hamid, perkembangan Islam di Brazil berasal dari kedatangan imigran Arab pada 1920-an, kawasan Bras merupakan pusat pengembangan Islam di negara Samba tersebut.

Dari Bras, Islam kemudian berkembang dan menyebar ke kota-kota lainnya di Brazil dengan penganut yang tidak hanya mereka yang berasal dari keturunan Arab, tapi juga penduduk asli Brazil.

Pakar Islam dari Universitas Sao Paulo, Paulo Daniel Farah mengatakan bahwa agama Islam tumbuh hampir di seluruh negara Amerika Latin, khususnya di Brazil sejak budak-budak yang beragama Islam dari Afrika dibawa ke Brazil pada abad ke-19.

Di Brazil sejarah itu baru boleh mulai dipelajari di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi pada tahun 2003 berdasarkan peraturan yang dikeluarkan pemerintah Brazil.

Selain komunitas kulit hitam, komunitas kulit putih Brazil juga banyak yang masuk Islam. Salah satunya adalah Thamara Fonseca, 24, yang sudah berjilbab. Thamara yang berprofesi sebagai desainer pakaian itu mengatakan, para pelanggannya dan orang-orang Brazil pada umumnya menerima keislamannya.

"Mulanya, saya sering mendengar orang-orang di jalang berbisik-bisik `lihat itu isteri Usamah bin Ladin dan Saddam Hussein, dia perempuan yang suka membom'," tutur Thamara.

"Tapi sekarang, tidak ada lagi orang yang berbisik-bisik seperti itu. Malah banyak orang yang datang pada saya dan bertanya tentang Islam," tukas Thamara seperti yang dikutip laman eramuslim.com.  

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top