
Rencana awal kami adalah mendaki melalui desa Doropeti kemudian turun via desa Pancasila, namun akibat terlalu lama browsing mengenai letusan Gunung Tambora tahun 1815 yang dinyatakan sebagai letusan terdahsyat yang pernah dicatat dalam sejarah, sampai membentuk kaldera dengan diameter sekitar 7km membuat kami agak terobsesi dengan kaldera. Sebaris kicauan yang kami temukan menginformasikan bahwa kaldera Tambora memang dapat dituruni sampai ke dasarnya menguatkan niat kami untuk menjelajah dasar kaldera Tambora dan menyambangi Doro Afi To’i atau Gunung Api Baru yang terbentuk di dasar kaldera.
Sayangnya 2 nomor ponsel pemandu yang kami peroleh dari rekan-rekan sesama pendaki, yaitu Bang Adun (Dompu) dan Bang Jon (Doropeti) sudah tidak aktif lagi sehingga kami tidak bisa memperoleh detail jalur yang akan kami lalui untuk mencapai kaldera serta perlengkapan yang harus dibawa. Satu-satunya informasi yang kami miliki adalah untuk menemui Pak Harris yang bertugas di Kantor Pengamatan Gunung Tambora yang berada di belakang Puskesmas Pembantu Doropeti.
Menuju ke Doropeti, tibanya di Calabai
Senin, 3 Desember 2012 :
Jakarta-Denpasar dengan pesawat Air Asia, tiba di Denpasar sekitar pk. 18:00 WITA. Kami sempat mampir di supermarket untuk mengisi perbekalan dan makan malam kemudian langsung diantar oleh kakaknya Otong ke pelabuhan Padang Bai,
Selasa, 4 Desember 2012 :
Tiba di Padang Bai pk. 23:45, dari pelabuhan Padang Bai menuju pelabuhan Lembar, ferry berangkat setiap 2 jam, kami langsung naik ferry yang berangkat pk. 00:15 dan sampai di Lembar sekitar pk. 05:00 pagi.
Pelabuhan Lembar – Terminal Mandalika, Bertais, Cakranegara, naik angkutan umum dengan biaya Rp.15.000, lama perjalanan sekitar 30menit

Sore hari kami menyerberang ke Sumbawa melalui pelabuhan Khayangan (Lombok Timur) menuju ke pelabuhan Poto Tano (Sumbawa Barat), lama penyeberangan sekitar 2.5 jam. Dengan menambah Rp.5000 di ferry, bisa masuk ke ruangan VIP, lumayan lah ada matras dan ac, diputarkan film lama Harrison Ford dan kondisi nya cukup bersih
Setibanya di Sumbawa, bus bolak-balik berhenti menurunkan penumpang dan barang, sehingga kondisi di bus mulai sepi, Sekitar pk. 22:00 bus tiba di Cabang Banggo dan mengambil arah ke kiri, menuju Calabai. Kantuk pun mulai menyerang dan kami semua tertidur dengan sangat tidak nyenyak karena kondisi jalan mulai bergelombang dan pak sopir memutar lagu India dengan bersemangat.
Rabu, 5 Desember 2012

Karena tidak ada yang bisa dihubungi dan hari pun masih gelap, maka kami memutuskan untuk menunggu pagi di teras puskesmas, menggelar beberapa jas hujan, dan menyelesaikan kantuk yang tersisa.
Pk. 06:00, kami terbangun mendengar suara motor, ternyata mbak Ririn yang bertugas di puskesmas mendapat panggilan mendadak dan sangat terkejut melihat kami, setelah berkenalan dan minta ijin, kamipun meneruskan istirahat
Ternyata Bang Jon yang diharap-harapkan bisa memandu kami sedang berada di gunung, dua orang pemandu lain yang kami temui juga tidak bisa memandu karena yang satu tidak bisa berbahasa Indonesia dan yang seorang lagi sedang sakit, kedua nya pun tidak bisa diharapkan karena tidak ada yang tahu jalur dari puncak Doropeti ke puncak Pancasila, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang bisa memandu menuruni kaldera.
Bang Jaya sempat pula menghubungi Bang Ipul di KPATA, desa Pancasila, tapi di sana pun tidak ada yang tahu jalur memotong dari Doropeti ke Pancasila apalagi turun ke kaldera.
Beruntung akhirnya Bang Jon bisa dihubungi, namun beliau menolak memandu, karena baru sore nanti beliau akan turun, terlalu capek katanya, lagipula beliau juga tidak tahu jalur turun ke kaldera, tapi kemudian Bang Jon memberitahu bahwa ada kelompok yang pernah mencapai dasar kaldera, yaitu kelompok GAMPPING dari Calabai, namun karena Bang Jaya tidak memiliki kontaknya maka beliau menyarankan untuk naik dari Pancasila dan kembali turun via Pancasila, that’s final … huhuhu … nangis kuciwa deh kitaaaa …..
Kembali ke puskesmas dengan patah hati, kami berkemas untuk kembali naik bus menuju ke Calabai lalu meneruskan ke Pancasila … Saat menunggu bus, kami iseng menghubungi Bang Jon, melalui nomor barunya dan ternyata beliau malah memberikan nomer ponsel seorang anggota GAMPPING yaitu mbak Eci.
Semangat timbul lagi setelah menghubungi mbak Eci, yang menyatakan meskipun belum tentu ada yang bisa memandu kami menuruni kaldera karena sedang ada kegiatan diklat, namun GAMPPING memang pernah mencapai dasar kaldera dan mbak Eci juga berjanji akan menanyakan apakah ada yang bersedia memandu kami.
Bus yang kami tunggu-tunggu akhirnya datang juga pk. 12:00, segera kami menaiki bus, membayar ongkos dan tertidur hingga akhirnya bus berhenti. Sialnya meskipun tertera besar di jendela bus tulisan DOMPU-CALABAI, perjalanan bus tidak berakhir di Calabai melainkan di Kedindi! Calabai sudah terlewat sekitar 10km … LOL … untungnya ada seorang bapak yang menawarkan untuk naik mobilnya karena beliau akan kembali ke Dompu, dan ngobrol punya ngobrol ternyata beliau sempat pula kuliah di Universitas Parahyangan, Bandung dan ikut kegiatan MAHITALA … haha … Bandung memang TOB!!
Sampai di Calabai, ponsel tidak mendapatkan signal, sehingga kami tidak bisa melakukan kontak lagi dengan mbak Eci. Kamipun berhenti di lapangan bola, karena nampak sekelompok orang sedang melakukan latihan fisik, dan ternyata memang benar, anggota GAMPPING sedang berkumpul di sana, melaksanakan diklat dan sudah menantikan kami.
Setelah kenalan singkat kami menuju ke sekretariat GAMPPING, 100m dari lapangan bola, di sana kami berbincang dengan Bang Chris, wakil ketua GAMMPING yang merintis jalur menuruni kaldera Tambora sejak tahun 2004 hingga akhirnya berhasil turun sampai ke dasar kaldera tahun 2009. Bang Chris menyatakan mampu memandu kami menuruni kaldera Tambora, tapi karena mereka kurang hafal dengan jalur dari desa Doropeti maka kami harus naik dan turun melalui desa Pancasila, dan tentu saja dengan senang hati kami menyetujuinya.
GAMPPING sendiri merupakan kependekan dari Generasi Muda Penjelajah Rimba dan Pendaki Gunung merupakan kelompok pencinta alam yang ngetob di Calabai, kegiatan utamanya adalah berusaha untuk memajukan pariwisata di daerahnya, baik dengan memandu pendakian ke Gunung Tambora maupun memandu eksplorasi pantai dan pulau di sekitarnya. Mereka juga melakukan penanaman kembali hutan yang sempat digunduli akibat pengambilan kayu secara besar-besaran beberapa tahun silam

Calabai merupakan sebuah desa di ujung teluk Saleh. Dari Calabai biasanya turis menyeberang ke Pulau Moyo yang terkenal keindahannya dan Pulau Satonda, pulau kecil yang unik dengan danau air asin di tengahnya. Dermaga di Calabai ternyata sangat indah, airnya luar biasa jernih, terlihat pulau Moyo dan pulau Satonda di kejauhan, akhirnya kami menyewa sebuah kapal motor untuk jalan-jalan sore di laut. Di bagian tengah perairan terdapat terumbu karang yang terlihat sangat jelas di dalam air yang sejernih kaca, dan berwarna biru kehijauan.

Duh, bening banget airnya
Ternyata generasi muda di Calabai ini bukan hanya pencinta alam yang pendaki gunung, mereka juga pencinta lautan dan memiliki kelompok yang disebut KOMPPAK (Komunitas Pencinta Penyu dan Karang) yang kegiatannya antara lain menyelamatkan penyu dengan mencoba menetaskan telurnya kemudian melepaskannya kembali dan melakukan transplantasi terumbu karang.

Bang Edi mengajak kami ke tempat dimana mereka melakukan rehabilitasi terumbu karang. Usaha ini tentunya bukan usaha yang instan terlihat hasilnya, perlu waktu puluhan tahun untuk menumbuhkan kembali terumbu karang yang rusak, sehingga kami terkagum-kagum dengan niat dan tekad mereka
Setelah puas berjalan-jalan dengan boat bahkan Otong sempat snorkeling segala, kami kembali ke rumah Bang Arifin untuk beristirahat. Bang Edi dan Onci, adiknya, yang akan menjadi pemandu kami berjanji menjemput kami jam 08:00 untuk memulai petualangan ke kaldera

Sunset di Calabai
Petualangan yang sesungguhnya
HARI 1, Kamis, 6 Desember 2012
Perjalanan dari desa Pancasila menuju Pintu Rimba melalui kebun kopi, ada juga sih kebun papaya … malah kita sempat dibekali papaya oleh seorang petani. Lama perjalanan dari Pancasila ke Pintu Rimba sekitar 1 jam 20 menit, jalan tanah cukup menanjak, rusak namun cukup lebar karena sering dilalui kendaraan.

Bak Penampungan Pintu Rimba
Tiba di Pos Pintu Rimba sekitar pukul 11:30, di sini terdapat sebuah shelter, kami beristirahat sejenak dan menengok tempat penampungan air yang bentuknya unik melalui jalur di sebelah kanan pos.

Pos1

Bak Penampungan di Pos 1
Sekitar 10m dari Pos 2 kami melewati sebuah sungai kecil, airnya bisa diminum meskipun rasanya kurang enak, katanya sih karena mengandung sedikit belerang.

Lokasi Camp di Pos 3
HARI 2, Jumat, 7 Desember 2012

Tumbuhan Jelatang yang berduri
Pukul 10:00 barulah kami memulai perjalanan ke Pos 4. Jalurnya ditumbuhi tanaman Jelatang atau Snip Snap yang daunnya berduri, rasanya sakit seperti tersengat apabila tersentuh durinya. Ke Pos 4 hanya memakan waktu sekitar 45menit, tidak ada shelter di sini, hanya sebuah tempat yang lapang dan miring di tengah kebun Snip Snap, dan juga dipenuhi cemara. Kami beristirahat di Pos 4 cukup lama, disini ada signal sehingga para pencari signal terpuaskan hasrat nya untuk bertelepon ria.

Sekitar pukul 13:00 kami melanjutkan pendakian ke Pos 5, meskipun jalur mulai menanjak, namun bisa dicapai dalam waktu sekitar 1 jam. Di Pos 5 tidak terdapat shelter, hanya sebidang tempat datar yang tidak terlalu luas, hanya cukup untuk 2 tenda.

Air di Pos 5
Pukul 15:00 kami melanjutkan perjalanan ke tebing tempat kami akan bermalam, vegetasi mulai berubah dari semula cemara menjadi semak-semak, jalan tanahnya pun mulai berpasir, sampai akhirnya kita bisa melihat Puncak Tambora dengan jelas.




L O V E
Ternyata angin kurang bersahabat senja itu, bertiup dengan sadisnya ketika kami mulai membangun tenda, dan tidak juga berhenti sampai pagi. Api unggun yang dibuat Onci hanya memancarkan sedikit kehangatan diterpa angin kencang sehingga akhirnya kami memilih untuk berlindung di tenda yang untungnya terpasak dengan baik dan benar
HARI 3, Sabtu, 8 Desember 2012
Angin masih bertiup dengan kencang ketika alarm berbunyi pukul 04:30 sehingga diputuskan untuk muncak lebih siang menunggu angin reda. Tapi ternyata angin tidak juga reda ketika kami mulai bergegas menuju puncak pukul 06:00, dan sampai di puncak sekitar 40 menit kemudian. Matahari juga tertutup kabut tebal dan sejauh-jauh mata memandang hanya warna putih yang terlihat. Sekitar 45 menit kami menunggu di Puncak Tambora, kabut sempat menipis beberapa menit dan kemudian kembali tebal sehingga musnah lah harapan untuk narsis di puncak ,,, so sad ,,,

Puncak Tambora
Setelah sarapan pagi ala kadarnya, kami membongkar tenda, dan mulai bersiap. Pukul 10:00 kami mulai berjalan menuju titik turun di sebelah kiri puncak, sebagian perlengkapan dan air kami tinggal di sebuah ceruk untuk meringankan beban.



Setelah melewati batuan besar kami berjalan melintasi batuan yang lebih kecil dan rapuh, mudah longsor di sini, Agak ngeri juga apalagi setelah melihat tebing di sebelah kanan kami longsor. Perjalanan turun agak lambat karena ada jalur yang longsor,
Sedianya kami akan bergerak menuju ke Doro Afi To’I namun terpaksa bergeser ke kiri sedikit. Medan yang dilalui juga makin lama makin curam saja rasanya, makin berpasir, batuannya juga makin rapuh sehingga terpaksa berjalan agak merunduk-runduk agar tidak terpeleset.

. Akhirnya sesaat sebelum gelap Edy dan Otong menemukan jalur yang ‘benar’. Jalur ini melalui tebing belerang yang asli ‘PANAS GILA !!’ dan sulit dipegang untuk climb down sehingga Otong merosot turun ke bawah sementara Joni main perosotan. Akhirnya yang lain memilih memutari tebing tersebut.

Satu persatu mulai berlarian sambil berteriak-teriak kepanasan tapi akhirnya kami bertujuh menginjakkan kaki di dasar kaldera Tambora, 9 jam setelah mulai menuruni tebing! WOW !! What a Feeling …
HARI 4, Minggu 9 Desember 2012

Berjalan santai ke arah sungai yang bermata air di sekumpulan cemara di antara dua buah tebing nun jauh di atas sana memakan waktu sekitar 40menit, dan betapa senangnya kami melihat air … segera Onci membangun bathtub di pasir dan mulai mandi-mandi, yang lain mencuci muka dan rambut, tanpa sabun tentunya, dan menelusuri sungai.

Mumpung udaranya cukup sejuk, kami memutuskan untuk segera menjelajahi kaldera. Tempat pertama yang kami tuju tentunya Doro Afi To’i.

Doro Afi To'i
Tidak jauh dari Doro Afi To’i ada lagi dua buah gundukan serupa yang ukurannya jauh lebih kecil. Adik-adik Doro Afi To’i itu baru terbentuk saat Gunung Tambora dalam keadaan siaga tahun 2011 yang lalu.

Danau Motilahalo

Setelah makan malam, kami beristirahat, menyiapkan tenaga untuk mendaki 1200m esok hari. Ternyata tanah di bawah kami panas juga lho, tidak tahan panas di dalam tenda, sebagian dari kami tidur di luar tenda, dan ternyata lucu juga rasanya, di bagian bawah amat panas, di atasnya berangin dingin






HARI 5, Senin 10 Desember 2012 : THE ONLY WAY IS UP !







HARI 6, Selasa, 11 Desember 2012


Setelah bertukar cerita, kamipun melihat foto-foto dan bercanda, sayangnya Hung-Hung harus pulang malam ini juga karena pekerjaan sudah menanti, akhirnya sekitar jam 01:00 subuh, Hung-Hung berangkat ke Bima dengan mobil carteran ditemani oleh Bang Chris, dan kami pun beristirahat supaya besok bisa berangkat ke Pulau Satonda …
Farewell

Onci

Edi
Kamis, 13 Desember 2012 pagi, dengan diantar oleh Bang Arifin dan isterinya serta Bang Edi dan Onci, kami naik bus menuju Dompu sambil bertanya-tanya dalam hati, kapankah bisa kembali mengunjungi Calabai yang indah

Catatan :
Jalur menuruni kaldera Tambora masih berupa jalur rintisan tanpa tanda. Apabila berminat untuk menuruni kaldera Tambora sebaiknya menghubungi GAMMPING di Calabai karena sementara ini hanya mereka yang punya patokan jalurnya.
Contact Person GAMMPING :
Bang Edi – 082342697272 – FB: Edi Pandawa Lima
Onci – 082341360175 – FB: Onci Rastafara Tambora
Bang Chris – 081353690008
Sebaiknya membawa webbing dengan panjang minimal 5m
Biaya untuk turun ke kaldera tidak murah untuk ukuran kantong saya, tapi ini lebih disebabkan karena harga-harga di Sumbawa pada umumnya jauh lebih tinggi daripada di Jawa, jadi ini wajar. Sebaiknya kontak dulu dengan pemandu sehingga biayanya bisa diperkirakan.
Follow @wisbenbae
Post a Comment Blogger Facebook
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.