Analisa Umum Pasifik
Bagian 3 : RUSIA
Rusia secara tidak langsung masih dipandang sebagai metamorfosa Uni Soviet dan untuk saat ini sebagai kontender utama Amerika dalam pentas negara super power. Secara umum terdapat perbedaan respon penanganan antara Rusia dan RRC oleh barat. Baik Amerika maupun Eropa masih berkeinginan agar Rusia bersedia bergabung dengan NATO, namun sifat individualisme dan rasa superioritas Rusia menjadi ganjalan bagi harapan mereka. Tampak barat secara hati – hati berusaha merajut tujuannya dengan secara konsisten menyudutkan Rusia pada posisi dimana ia tidak memiliki opsi lain selain bergabung dengan NATO, dan disinilah China kemudian datang mengacaukan segalanya. RRC tidak tinggal diam sebab apabila semua itu terwujud maka posisi RRC akan terjepit dari segala penjuru.
Bila Rusia bergabung maka NATO akan menjadi organisasi dengan kekuatan ekonomi dan militer terbesar di dunia. Namun kemenangan terbesarnya adalah keberhasilan barat dalam menjinakkan beruang merah dan mengambil keuntungan jangka panjangnya. Dengan tujuan akhirnya menghilangkan potensi reinkarnasi Uni Soviet, serta perkuatan kekuatan dalam menghadapi kebangkitan Asia yang dimotori oleh China. Secara teoritis, bila sebaran kekuatan dunia semakin homogen maka dunia akan dapat lebih mudah untuk dikendalikan. Masih tidak jauh – jauh dari rencana imperialisme kaukasoid, hanya saja kali ini dengan modus legalisme.
Sebagaimana dengan RRC, Rusia juga tengah menghadapi taktik isolasi geografis Amerika dan NATO. Dengan dalih untuk menangkal roket – roket pejuang Palestina dan terorisme Amerika mencoba memagari halaman Rusia dengan rudal – rudal pertahanan udara. NATO pun tidak tinggal diam dengan terus menggerus negara – negara pecahan bekas Uni Soviet agar bergabung dengan NATO hingga akhirnya merembet ke Ukraina. Namun nampaknya langkah pendekatan pada Ukraina lebih didorong oleh upaya balas dendam atas Georgia, pecahan Soviet yang kini mendekat pada Barat dan rencananya akan resmi menjadi anggota NATO pada 2014 ini. Seperti yang telah diketahui pada 2008 silam Rusia pernah menyerang Georgia dalam upayanya menciptakan negara boneka Ossetia Selatan. Serangan itu masih meninggalkan luka dan duri dalam daging Georgia hingga sekarang. Georgia tidak mampu berbuat banyak untuk mengambil kembali Ossetia Selatan sebab Ossetia berada dalam proteksi Rusia. Papa bear mengancam akan mengambil tindakan tegas atas setiap upaya militer terhadap Ossetia Selatan.
Setelah mendapatkan sukses besar di Arab dan Afrika Timur, jaringan invincible hands barat mencoba menciptakan pergolakan di Ukraina dengan tujuan menurunkan Presiden incumbent yang pro Rusia. Tujuan utamanya adalah mendesak posisi Rusia untuk terus mundur ke belakang dengan menutup basis militer Rusia di Crimea – Ukraina. Crimea sendiri adalah tempat bagi pangkalan utama angkatan laut Rusia di Laut Hitam, berfungsi sebagai fasilitas pengontrol kawasan dan pintu gerbang menuju Eropa dari Front timur. Jika rencana tersebut berhasil maka akan menjadi pembalasan dendam yang amat sangat manis, Rusia akan kehilangan posisi strategisnya dan akan menangguk kerugian ekonomi yang besar pula.
Melihat gelagat itu, dengan dalih menyelamatkan warganya yang selama ini ditempatkan di Crimea untuk mendukung fasiltas pangkalan lautnya, Rusia tanpa basa basi langsung mengerahkan militernya mengamankan Crimea, sebab jika Rusia memilih diam menunggu situasi maka Crimea akan benar – benar lepas begitu pemerintahan baru yang pro NATO resmi operasional. Setelah secara de facto Crimea berhasil dikuasai Rusia kemudian secara sistematis melakukan legalisme atas akuisisinya pada Crimea dengan melaksanakan referendum, yang mana pasti berhasil sebab sebagian besar pendduk Crimea adalah warga Rusia. Sebuah langkah cantik yang secara tidak langsung juga menunjukkan kepada dunia bahwa imej Rusia “beda” dengan Barat.
Tidak adanya perlawanan dari militer Ukraina terkait invasi Rusia disebabkan oleh adanya kemandulan pada kursi komando dan tidak adanya jaminan nyata dari NATO dan Amerika selain upaya simbolik saja. Barat hanya bergeming ketika Georgia yang merupakan sekutu dekat NATO di invasi oleh Rusia, maka apalah arti Ukraina yang bukan sekutu siapapun. Selain itu Ukraina memiliki ketergantungan energi yang tinggi dan menanggung hutang miliaran dolar pembelian gas pada Rusia. Dan Rusia telah mengurangi pasokan gasnya semenjak tergulingnya presiden incumbent yang pro Kremlin, menyebabkan Ukraina tertimpa krisis karena sebagaian besar industri Ukraina berhenti. Meninggalkan Ukraina pasrah dengan apapun yang dilakukan Rusia.
Tidak berhenti di situ, setelah menjamin posisinya di Crimea, dengan menggunakan taktik yang sama invincible hands Rusia mulai mengaduk – aduk Ukraina dan membalikkan situasinya 180 derajat. Hasilnya kini Ukraina terancam perang saudara antara warga yang pro Rusia dengan pemerintah yang pro NATO. Amerika dan NATO hanya bisa melihat dan menanggapinya dengan tambahan sanksi ekonomi serta kecaman – kecaman retorik. Sementara itu masih dalam upayanya merangkul Ukraina, Barat melalui IMF mencoba memberikan pinjaman senilai 17 miliar dolar guna menyelesaikan hutang serta mengatasi krisis ekonomi Ukraina, tentu saja pinjaman tersebut diikuti syarat – syarat yang pada intinya menggeser posisi Ukraina lebih ke arah Barat. NATO juga berupaya menyelesaikan krisis energi Ukraina salah satunya dengan mengusulkan wacana impor gas dari Amerika, namun untuk yang terakhir ini Amerika sendiri masih ragu – ragu.
Di saat yang sama Rusia menawarkan paket kredit lunak 15 miliar dolar pada Ukraina dalam bentuk ekspor gas dengan harga khusus, yang secara tidak langsung turut ikut mempengaruhi rakyat Ukraina untuk berpihak pada Rusia. Dan ujung – ujungnya uang yang dikucurkan IMF pun akan jatuh pada Rusia. Hal ini menjadi berat bagi Barat, selain mereka sendiri sedang mengalami krisis mereka masih harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar tanpa imbal hasil sama sekali. Terlebih lagi uang tersebut dikucurkan pada saat pemilu Ukraina sudah dekat, menjadikan barat semakin jatuh telak dalam rencana Rusia. Maka Crimea pun menjadi salah satu kemenangan perang yang paling brilian dalam sejarah. Rusia berhasil mengamankan posisi strategisnya, mendapatkan uang dan wilayah baru, dan semuanya terjadi hanya dengan bermodalkan ongkos bensin dan solar serta tanpa menembakkan peluru sama sekali. Magnificient, BRAVO, Standing Applause!!!
Nampaknya Rusia jauh hari sudah memperkirakan bagaimana respon Barat atas Ukraina, kendala ekonomi telah menghalangi mereka untuk mengambil tindakan militer yang mana hanya akan memperburuk keadaan. Menanggapi sanksi– sanksi ekonomi Barat Rusia hanya tersenyum simpul, sebab sangsi Barat tidak akan berdampak pada Rusia dalam jangka panjang sebaliknya ini hanya akan memperlambat proses penyembuhan ekonomi Eropa. Rusia bisa saja memutuskan setiap saat pasokan gasnya ke Eropa dan mengalihkan penjualannya ke China, langkah ini akan sangat memukul Eropa terutama negara – negara yang memiliki ketergantungan gas pada Rusia. Namun Rusia lebih memilih untuk menggunakan ekspor gas-nya sebagai alat tawar menawar diplomatik. Lagi pula jika pasokan gas ke Eropa benar – benar diputus maka akan berpotensi memicu perang yang sesungguhnya, dan yang akan menari – nari di atasnya adalah China, satu hal yang tidak diinginkan semua pihak.
Sebagai sekutu Rusia, RRC kemudian menyediakan jalan keluar bagi Rusia dalam menghadapi sangsi Barat, RRC menempatkan dirinya sebagai pintu masuk menuju pasar Asia yang sangat potensial dan terus berkembang. Agaknya langkah ini sudah direncanakan jauh – jauh hari pula dan menjadi satu paket dengan rencana invasi Ukraina. Selain minyak dan gas dagangan utama Rusia yang paling diminati adalah industri senjata, sebagai tanggapan atas sanksi ekonomi barat maka Rusia akan semakin berusaha menggenjot penjualaan senjatanya. Sehingga hampir bisa dipastikan, akan ada semakin banyak senjata – senjata top tier papa Bear bersirkulasi di Asia. Dan ini tentu saja akan secara langsung meningkatkan derajat ancaman asimetrik di dunia serta mempersulit Barat dalam menanamkan pengaruhnya pada negara – negara kawasan.
Demikian karena mereka yang memegang senjata akan cenderung lebih keras kepala dan lebih percaya diri –masih ingatkah dengan UU minerba Indonesia?. Rusia dalam kaitannya dengan konflik pasifik lebih menempatkan dirinya sebagai pengamat dan tukang kipas. Sebab pada dasarnya Rusia memang tidak memiliki kepentingan langsung dalam konflik pasifik. Sebagaimana Barat Rusia juga akan mengipasi negara – negara kawasan agar tetap dingin dan tidak gerah, di saat yang sama Rusia juga akan ikut menjaga agar apinya tidak padam. Sebab ketidakstabilan politik pada suatu kawasan akan mendorong terjadinya perlombaan senjata, dan di sanalah para negara – negara produsen senjata memainkan perannya dan mengeruk keuntungan. Oleh karenanya Rusia akan memanfaatkan momen ini untuk menunjukkan dan menonjolkan sisi “baik”nya untuk membangun hubungan diplomatik jangka panjang melalui perdagangan dan kerjasama strategis.
Follow @wisbenbae
Post a Comment Blogger Facebook