Usianya baru 35 tahun, tapi ia telah merepotkan kepolisian empat negara. Belanda, Jerman, Inggris dan Amerika Serikat. Pria itu adalah Sven Olaf Kamphuis, aktivis Internet asal Belanda, yang bekerja dalam sebuah perusahaan jasa keamanan Web hosting, Cyberbunker.
Kamphuis tercatat sebagai peretas siber berbahaya di dunia dan dituntut bertanggung jawab atas serangan siber Spamhaus pada 15 Maret lalu. Spamhaus adalah organisasi yang fokus pada layanan anti spam e-mail asal Swiss.
Tak tanggung-tanggung, ia dituduh melakukan serangan berbahaya DDoS (distributed denial of service).
"Lumpuh"
Huffingtonpost melansir, jenis serangan DDoS ini bekerja dengan membanjiri lalu lintas server sehingga memacetkan pesan masuk. Kondisi ini membuat jaringan komputer melambat, padat, karena banyaknya trafik yang masuk. Konon, serangan Kamphuis memberikan dampak jaringan seluruh Eropa melambat, termasuk perbankan, finansial, dan telekomunikasi.
Sebagai gambaran, serangan siber baru-baru ini meningkat hingga 100 miliar bit per detik. Sementara serangan Kamphuis terhadap Spamhaus diperkirakan tiga kali lipat dari besarnya serangan itu. Maha destruktif.
Dampaknya, serangan ini menyebabkan sejumlah jaringan di beberapa negara lumpuh, termasuk situs perbankan AS pada tahun lalu. Namun, tidak diketahui berapa total kerugian akibat serangan ini.
Sementara itu, menurut BBC, jenis serangan DDoS mengirim data 50 Gbps. Untuk serangan terhadap Spamhaus mencapai 300 Gbps. Walhasil, lalu lintas server Internet di Belanda, Inggris Raya, dan AS pun terganggu.
Tapi, akhirnya, petualangan Kamphuis terhenti di Granollers, 35 km utara Barcelona, Spanyol. Ia tertangkap basah dan dituduh menjadi koordinator serangan terhadap Spamhaus.
Kamphuis mengaku, aksinya itu merupakan protes atas keputusan perusahaan anti-spam itu menambah server untuk memblokir spam.
Kepada polisi, ia mengaku sebagai bagian dari Kementerian Telekomunikasi dan Luar Negeri Republik Cyberbunker.
Ia menyebut dirinya sebagai juru kampanye untuk kebebasan Internet dan merupakan "cetakan" dari Julian Assange, pendiri WikiLeaks, seperti dilansir Telegraph, 30 April 2013.
Kamphuis tercatat sebagai peretas siber berbahaya di dunia dan dituntut bertanggung jawab atas serangan siber Spamhaus pada 15 Maret lalu. Spamhaus adalah organisasi yang fokus pada layanan anti spam e-mail asal Swiss.
Tak tanggung-tanggung, ia dituduh melakukan serangan berbahaya DDoS (distributed denial of service).
"Lumpuh"
Huffingtonpost melansir, jenis serangan DDoS ini bekerja dengan membanjiri lalu lintas server sehingga memacetkan pesan masuk. Kondisi ini membuat jaringan komputer melambat, padat, karena banyaknya trafik yang masuk. Konon, serangan Kamphuis memberikan dampak jaringan seluruh Eropa melambat, termasuk perbankan, finansial, dan telekomunikasi.
Sebagai gambaran, serangan siber baru-baru ini meningkat hingga 100 miliar bit per detik. Sementara serangan Kamphuis terhadap Spamhaus diperkirakan tiga kali lipat dari besarnya serangan itu. Maha destruktif.
Dampaknya, serangan ini menyebabkan sejumlah jaringan di beberapa negara lumpuh, termasuk situs perbankan AS pada tahun lalu. Namun, tidak diketahui berapa total kerugian akibat serangan ini.
Sementara itu, menurut BBC, jenis serangan DDoS mengirim data 50 Gbps. Untuk serangan terhadap Spamhaus mencapai 300 Gbps. Walhasil, lalu lintas server Internet di Belanda, Inggris Raya, dan AS pun terganggu.
Tapi, akhirnya, petualangan Kamphuis terhenti di Granollers, 35 km utara Barcelona, Spanyol. Ia tertangkap basah dan dituduh menjadi koordinator serangan terhadap Spamhaus.
Kamphuis mengaku, aksinya itu merupakan protes atas keputusan perusahaan anti-spam itu menambah server untuk memblokir spam.
Kepada polisi, ia mengaku sebagai bagian dari Kementerian Telekomunikasi dan Luar Negeri Republik Cyberbunker.
Bunker dan Mobil Van
Uniknya, dalam melancarkan serangannya, Menteri Dalam Negeri Spanyol menduga Kamphuis mampu mengelola serangan jaringan dari sebuah mobil jenis van, yang dilengkapi peralatan berbagai antena sampai pemindai frekuensi. Kadang-kadang, ia juga melakukan serangan dari sebuah bunker.
Meski telah ditangkap dan menunggu hukuman, ia membantah tuduhan di balik serangan siber global yang menyebabkan jaringan komputer melambat di seluruh Eropa itu.
Sebaliknya, ia menganggap sebagai korban konspirasi serangan Spamhaus. Sampai saat ini, kasus tersebut masih dalam proses hukum. (eh)
Follow @wisbenbae