Sebanyak 712 pengikut Ahmadiyah di Tasimalaya Jawa Barat telah menyatakan bertobat dan kembali berikrar dua kalimat syahadat. Ketua Majelis Ulama Indonesia MUI Tasikmalaya, KH Dr Edeng Zainal Abidin, mengatakan para mantan Ahmadi, sebutan jamaah Ahmadiyah itu, berasal dari sejumlah daerah di Tasikmalaya antara lain Parung Ponteng, Sukaraja, Singaparna, Salawu, dan Sukaratu.
Kembalinya para Ahmadi ini ke pangkuan Islam, sebut Ketua FKUB Tasikmalaya ini, tak terlepas dari pembinaan instansi terkait dan ormas-ormas Islam. Pendekatan yang ditempuh, bukan melalu aksi kekerasan dan anarkisme, melainkan upaya damai berupa pemberdayaan ekonomi, pendidikan, dan sosial.
Keberhasilan ini sekaligus bukti kuat, bahwa kasus perusakan tempat ibadah Ahmadiyah yang terjadi awal Mei 2013, di Kampung Wanasigra, Desa Tenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, muncul dari kelompok luar dan bukan warga Tasikmalaya.
Menurutnya, selama ini kerusuhan wilayah itu relatif bisa diredam dan kerukunan terjaga, selama pihak Ahmadiyah, tidak memprovokasi dengan berbagai kegiatan yang mengundang massa dari dalam atau luar Tasikmalaya."Jika Ahmadiyah diam pasti Aman,"katanya dalam Pembinaan Daerah Rentan Akidah di Masjid Baiturahman, Singaparna, Tasikmalaya, Senin (20/5).
Di acara yang sama, tak kurang dari 21 jamaah mengikuti proses ikrar syahadah yang disaksikan oleh Menteri Agama Dr Suryadharma Ali, Bupati Tasikmalaya UU, Ruzhanul Ulum, dan sejumlah pejabat Kementerian Agama, Pemerintah Kota Tasikmalaya, serta tokoh agama dan masyarakat setempat.
Edeng menambahkan, pembinaan terhadap para Ahmadi akan tetap diupayakan. Ini mengingat, masih terdapat sekitar 4700 jamaah Ahmadiyah yang masih mengikuti ajaran Mirza Ghulam Ahmad tersebut.
Evaluasi dakwah
Ia merujuk pada SKB 3 Menteri No 3 2008, bahwa pembinaan mesti ditempuh sebagai upaya penyadaran jamaah Ahmadi. Namun demikian, penerima gelar honoriscausa dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini, menegaskan pemerintah akan mencari solusi terbaik menyikapi polemik Ahmadiyah. Opsi-opsi yang mengemuka, entah pembubaran atau pembentukan agama tersendiri, akan menjadi bahan rumusan pemerintah.
Ia mengimbau agar menghindari aksi anarkisme dan main hakim sendiri. Tindakan arogansi dan kerusuhan tidak menyelesaikan masalah, justru memicu kompleksitas konflik. Cara-cara santun dan bijak dinilai lebih efektif. "Jangan gunakan kekerasan,"imbuhnya.
[yy/republika.co.id]
Follow @wisbenbae