Seorang anak umur 5-6 tahun terengah-engah memasuki sebuah masjid di kota Paris, Perancis. Di dalam masjid, terdapat imam yang tengah mengajar pengenalan huruf Al-Quran.
Tanpa ba-bi-bu, si anak berkata, “Ibuku mengirim ke tempat ini agar aku belajar di sekolah Tuan!”
“Mana ibumu, saya mau tanyakan beberapa hal”, tanya imam masjid.
“Ia ada di luar masjid, karena ia belum muslim”, jawab si anak.
Sang imam bergegas keluar, menemui si ibu yang tengah duduk sembari mengamatianaknya yang sudah di dalam masjid.
Ketika melihat imam masjid menghampiri, ia berdiri. Terjadilah dialog antara keduanya.
Imam: “Mengapa anda mengizinkan putra anda belajar di masjid?”
Ibu: “Aku sering melihat tetanggaku, seorang muslimah. Aku terus perhatikan, ia rajin mengantar anak-anaknya berangkat sekolah. Saya sangat takjub. Karena setiap kali anak itu pergi sekolah, setiap kali itu pula mereka mencium tangan sang ibu. Amazing dan mengharukan …Nampak mereka sangat bahagia” tukas si ibu.
Sahabat, realita dan catatan sejarah membuktikan: tersebar dan mengakarnya Islam dahulu hingga bisa menguasai dunia selama 14 abad dan sampai ke tanah nusantara, ternyata bukan karena sajian ILMIAH, untaian dalil, kibaran bendera hitam-putih-merah-kuning-hijau, gelegarnya teriakan takbir, atau jargon-jargon yang memenuhi pikiran namun tak mudah direalisasikan.
Islam terus berjaya, karena kesederhanaanpemahaman yang mengedepankan akhlak dan adab-adab terpuji. Anggap saja hari ini masyarakat kita adalah masyarakat JAHILIYAH atau SUPERJAHILIYAH, semua tidak melulu disebabkan ghazwul fikri, Zionisme, atau Salibisme. Tapi bisa jadi karena dakwah kita MONOTON, TERLALU ILMIAH, TERLALU TINGGI, hingga tak mudah dipahami masyarakat awam. Terlebih akhlak dan perilaku kita pun, tak seWAH dalil-dalil SUNNAH yang kita dakwahkan.
Sumber
Tanpa ba-bi-bu, si anak berkata, “Ibuku mengirim ke tempat ini agar aku belajar di sekolah Tuan!”
“Mana ibumu, saya mau tanyakan beberapa hal”, tanya imam masjid.
“Ia ada di luar masjid, karena ia belum muslim”, jawab si anak.
Sang imam bergegas keluar, menemui si ibu yang tengah duduk sembari mengamatianaknya yang sudah di dalam masjid.
Ketika melihat imam masjid menghampiri, ia berdiri. Terjadilah dialog antara keduanya.
Imam: “Mengapa anda mengizinkan putra anda belajar di masjid?”
Ibu: “Aku sering melihat tetanggaku, seorang muslimah. Aku terus perhatikan, ia rajin mengantar anak-anaknya berangkat sekolah. Saya sangat takjub. Karena setiap kali anak itu pergi sekolah, setiap kali itu pula mereka mencium tangan sang ibu. Amazing dan mengharukan …Nampak mereka sangat bahagia” tukas si ibu.
Sebelum sang imam menjawab, si ibu berkata kembali, “Wahai imam, saya belum pernah melihat seorang muslim di negeri ini, yang tega menitipkan orangtua mereka yang renta di panti asuhan atau panti jompo. Oleh karena itu, aku titipkan anakku agar anda ajari nilai-nilai universalitas Islam. Izinkan kurengkuh kebahagiaan itu.”
Sahabat, realita dan catatan sejarah membuktikan: tersebar dan mengakarnya Islam dahulu hingga bisa menguasai dunia selama 14 abad dan sampai ke tanah nusantara, ternyata bukan karena sajian ILMIAH, untaian dalil, kibaran bendera hitam-putih-merah-kuning-hijau, gelegarnya teriakan takbir, atau jargon-jargon yang memenuhi pikiran namun tak mudah direalisasikan.
Islam terus berjaya, karena kesederhanaanpemahaman yang mengedepankan akhlak dan adab-adab terpuji. Anggap saja hari ini masyarakat kita adalah masyarakat JAHILIYAH atau SUPERJAHILIYAH, semua tidak melulu disebabkan ghazwul fikri, Zionisme, atau Salibisme. Tapi bisa jadi karena dakwah kita MONOTON, TERLALU ILMIAH, TERLALU TINGGI, hingga tak mudah dipahami masyarakat awam. Terlebih akhlak dan perilaku kita pun, tak seWAH dalil-dalil SUNNAH yang kita dakwahkan.
Sumber