Sebelum anda membaca berita terbaru seputar Berita Penangkapan / Penambakan "John Refra Kei", ada baiknya anda baca dulu profil preman terkenal "John Refra Kei".
PROFIL JOHN KEI, THE BIG BOSS MALUKU UTARA
Jhon Refra Kei atau yang biasa disebut Jhon Kei, tokoh pemuda asal Maluku yang lekat dengan dunia kekerasan di Ibukota. Namanya semakin berkibar ketika tokoh pemuda asal Maluku Utara pula, Basri Sangaji meninggal dalam suatu pembunuhan sadis di Hotel Kebayoran Inn di Jakarta Selatan pada 12 Oktober 2004 lalu.
Padahal dua nama tokoh pemuda itu seperti saling bersaing demi mendapatkan nama lebih besar. Dengan kematian Basri, nama Jhon Key seperti tanpa saingan. Ia bersama kelompoknya seperti momok menakutkan bagi warga di Jakarta.
Untuk diketahui, Jhon Kei merupakan pimpinan dari sebuah himpunan para pemuda Ambon asal Pulau Kei di Maluku Tenggara. Mereka berhimpun pasca - kerusuhan di Tual, Pulau Kei pada Mei 2000 lalu. Nama resmi himpunan pemuda itu Angkatan Muda Kei ( AMKEI ) dengan Jhon Kei sebagai pimpinan. Ia bahkan mengklaim kalau anggota AMKEI mencapai 12 ribu orang.
Lewat organisasi itu, Jhon mulai mengelola bisnisnya sebagai debt collector alias penagih utang. Usaha jasa penagihan utang semakin laris ketika kelompok penagih utang yang lain, yang ditenggarai pimpinannya adalah Basri Sangaji tewas terbunuh. Para ‘klien’ kelompok Basri Sangaji mengalihkan ordernya ke kelompok Jhon Kei. Aroma menyengat yang timbul di belakang pembunuhan itu adalah persaingan antara dua kelompok penagih utang.
Bahkan pertumpahan darah besar - besaran hampir terjadi tatkala ratusan orang bersenjata parang, panah, pedang, golok, celurit saling berhadapan di Jalan Ampera Jaksel persis di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada awal Maret 2005 lalu. Saat itu sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa pembunuhan Basri Sangaji. Beruntung 8 SSK Brimob Polda Metro Jaya bersenjata lengkap dapat mencegah terjadinya bentrokan itu.
Sebenarnya pembunuhan terhadap Basri ini bukan tanpa pangkal, konon pembunuhan ini bermula dari bentrokan antara kelompok Basri dan kelompok Jhon Key di sebuah Diskotik Stadium di kawasan Taman Sari Jakarta Barat pada 2 Maret 2004 lalu. Saat itu kelompok Basri mendapat ‘order’ untuk menjaga diskotik itu. Namun mendadak diserbu puluhan anak buah Jhon Kei Dalam aksi penyerbuan itu, dua anak buah Basri yang menjadi petugas security di diskotik tersebut tewas dan belasan terluka.
Polisi bertindak cepat, beberapa pelaku pembunuhan ditangkap dan ditahan. Kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Namun pada 8 Juni di tahun yang sama saat sidang mendengarkan saksi - saksi yang dihadiri puluhan anggota kelompok Basri dan Jhon Kei meletus bentrokan. Seorang anggota Jhon Kei yang bernama Walterus Refra Kei alias Semmy Kei terbunuh di ruang pengadilan PN Jakbar. Korban yang terbunuh itu justru kakak kandung Jhon Key, hal ini menjadi salah satu faktor pembunuhan terhadap Basri, selain persaingan bisnis juga ditunggangi dendam pribadi.
Pada Juni 2007 aparat Polsek Tebet Jaksel juga pernah meminta keterangan Jhon Key menyusul bentrokan yang terjadi di depan kantor DPD PDI Perjuangan Jalan Tebet Raya No.46 Jaksel. Kabarnya bentrokan itu terkait penagihan utang yang dilakukan kelompok Jhon Key terhadap salah seorang kader PDI Perjuangan di kantor itu. Bukan itu saja, di tahun yang sama kelompok ini juga pernah mengamuk di depan Diskotik Hailai Jakut hingga memecahkan kaca - kaca di sana tanpa sebab yang jelas.
Sebuah sumber dari seseorang yang pernah berkecimpung di kalangan jasa penagihan utang menyebutkan, Jhon Kei dan kelompoknya meminta komisi 10 persen sampai 80 persen. Persentase dilihat dari besaran tagihan dan lama waktu penunggakan. “Tapi setiap kelompok biasanya mengambil komisi dari kedua hal itu,” ujar sumber tersebut.
Dijelaskannya, kalau kelompok John, Sangaji atau Hercules yang merupakan 3 Besar Debt Collector Ibukota biasanya baru melayani tagihan di atas Rp 500 juta. Menurutnya, jauh sebelum muncul dan merajalelanya ketiga kelompok itu, jasa penagihan utang terbesar dan paling disegani adalah kelompok pimpinan mantan gembong perampok Johny Sembiring, kelompoknya bubar saat Johny Sembiring dibunuh sekelompok orang di persimpangan Matraman Jakarta Timur tahun 1996 lalu.
"Kalau kelompok tiga besar itu biasa main besar dengan tagihan di atas Rp 500 juta’an, di bawah itu biasanya dialihkan ke kelompok yang lebih kecil. Persentase komisinya pun dilihat dari lamanya waktu nunggak, semakin lama utang tak terbayar maka semakin besar pula komisinya,” ungkap sumber itu lagi. Dibeberkannya, kalau utang yang ditagih itu masih di bawah satu tahun maka komisinya paling banter 20 persen. Tapi kalau utang yang ditagih sudah mencapai 10 tahun tak terbayar maka komisinya dapat mencapai 80 persen.
Jhon Refra Kei atau yang biasa disebut Jhon Kei, tokoh pemuda asal Maluku yang lekat dengan dunia kekerasan di Ibukota. Namanya semakin berkibar ketika tokoh pemuda asal Maluku Utara pula, Basri Sangaji meninggal dalam suatu pembunuhan sadis di Hotel Kebayoran Inn di Jakarta Selatan pada 12 Oktober 2004 lalu.
Padahal dua nama tokoh pemuda itu seperti saling bersaing demi mendapatkan nama lebih besar. Dengan kematian Basri, nama Jhon Key seperti tanpa saingan. Ia bersama kelompoknya seperti momok menakutkan bagi warga di Jakarta.
Untuk diketahui, Jhon Kei merupakan pimpinan dari sebuah himpunan para pemuda Ambon asal Pulau Kei di Maluku Tenggara. Mereka berhimpun pasca - kerusuhan di Tual, Pulau Kei pada Mei 2000 lalu. Nama resmi himpunan pemuda itu Angkatan Muda Kei ( AMKEI ) dengan Jhon Kei sebagai pimpinan. Ia bahkan mengklaim kalau anggota AMKEI mencapai 12 ribu orang.
Lewat organisasi itu, Jhon mulai mengelola bisnisnya sebagai debt collector alias penagih utang. Usaha jasa penagihan utang semakin laris ketika kelompok penagih utang yang lain, yang ditenggarai pimpinannya adalah Basri Sangaji tewas terbunuh. Para ‘klien’ kelompok Basri Sangaji mengalihkan ordernya ke kelompok Jhon Kei. Aroma menyengat yang timbul di belakang pembunuhan itu adalah persaingan antara dua kelompok penagih utang.
Bahkan pertumpahan darah besar - besaran hampir terjadi tatkala ratusan orang bersenjata parang, panah, pedang, golok, celurit saling berhadapan di Jalan Ampera Jaksel persis di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada awal Maret 2005 lalu. Saat itu sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa pembunuhan Basri Sangaji. Beruntung 8 SSK Brimob Polda Metro Jaya bersenjata lengkap dapat mencegah terjadinya bentrokan itu.
Sebenarnya pembunuhan terhadap Basri ini bukan tanpa pangkal, konon pembunuhan ini bermula dari bentrokan antara kelompok Basri dan kelompok Jhon Key di sebuah Diskotik Stadium di kawasan Taman Sari Jakarta Barat pada 2 Maret 2004 lalu. Saat itu kelompok Basri mendapat ‘order’ untuk menjaga diskotik itu. Namun mendadak diserbu puluhan anak buah Jhon Kei Dalam aksi penyerbuan itu, dua anak buah Basri yang menjadi petugas security di diskotik tersebut tewas dan belasan terluka.
Polisi bertindak cepat, beberapa pelaku pembunuhan ditangkap dan ditahan. Kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Namun pada 8 Juni di tahun yang sama saat sidang mendengarkan saksi - saksi yang dihadiri puluhan anggota kelompok Basri dan Jhon Kei meletus bentrokan. Seorang anggota Jhon Kei yang bernama Walterus Refra Kei alias Semmy Kei terbunuh di ruang pengadilan PN Jakbar. Korban yang terbunuh itu justru kakak kandung Jhon Key, hal ini menjadi salah satu faktor pembunuhan terhadap Basri, selain persaingan bisnis juga ditunggangi dendam pribadi.
Pada Juni 2007 aparat Polsek Tebet Jaksel juga pernah meminta keterangan Jhon Key menyusul bentrokan yang terjadi di depan kantor DPD PDI Perjuangan Jalan Tebet Raya No.46 Jaksel. Kabarnya bentrokan itu terkait penagihan utang yang dilakukan kelompok Jhon Key terhadap salah seorang kader PDI Perjuangan di kantor itu. Bukan itu saja, di tahun yang sama kelompok ini juga pernah mengamuk di depan Diskotik Hailai Jakut hingga memecahkan kaca - kaca di sana tanpa sebab yang jelas.
Sebuah sumber dari seseorang yang pernah berkecimpung di kalangan jasa penagihan utang menyebutkan, Jhon Kei dan kelompoknya meminta komisi 10 persen sampai 80 persen. Persentase dilihat dari besaran tagihan dan lama waktu penunggakan. “Tapi setiap kelompok biasanya mengambil komisi dari kedua hal itu,” ujar sumber tersebut.
Dijelaskannya, kalau kelompok John, Sangaji atau Hercules yang merupakan 3 Besar Debt Collector Ibukota biasanya baru melayani tagihan di atas Rp 500 juta. Menurutnya, jauh sebelum muncul dan merajalelanya ketiga kelompok itu, jasa penagihan utang terbesar dan paling disegani adalah kelompok pimpinan mantan gembong perampok Johny Sembiring, kelompoknya bubar saat Johny Sembiring dibunuh sekelompok orang di persimpangan Matraman Jakarta Timur tahun 1996 lalu.
"Kalau kelompok tiga besar itu biasa main besar dengan tagihan di atas Rp 500 juta’an, di bawah itu biasanya dialihkan ke kelompok yang lebih kecil. Persentase komisinya pun dilihat dari lamanya waktu nunggak, semakin lama utang tak terbayar maka semakin besar pula komisinya,” ungkap sumber itu lagi. Dibeberkannya, kalau utang yang ditagih itu masih di bawah satu tahun maka komisinya paling banter 20 persen. Tapi kalau utang yang ditagih sudah mencapai 10 tahun tak terbayar maka komisinya dapat mencapai 80 persen.
Bahkan menurut sumber tersebut, kelompok penagih bisa menempatkan beberapa anggotanya secara menyamar hingga berhari - hari bahkan berminggu - minggu atau berbulan-bulan di dekat rumah orang yang ditagih. “Pokoknya perintahnya, dapatkan orang yang ditagih itu dengan cara apa pun,” ujarnya.
Saat itulah kekerasan kerap muncul ketika orang yang dicari - carinya apalagi dalam waktu yang lama didapatkannya namun orang itu tak bersedia membayar utangnya dengan berbagai dalih. “Dengan cara apa pun orang itu dipaksa membayar, kalau perlu culik anggota keluarganya dan menyita semua hartanya,” lontarnya.
Dilanjutkannya, ketika penagihan berhasil walaupun dengan cara diecer alias dicicil, maka saat itu juga komisi diperoleh kelompok penagih. “Misalnya total tagihan Rp 1 miliar dengan perjanjian komisi 50 persen, tapi dalam pertemuan pertama si tertagih baru dapat membayar Rp 100 juta, maka kelompok penagih langsung mengambil komisinya Rp 50 juta dan sisanya baru diserahkan kepada pemberi kuasa. Begitu seterusnya sampai lunas. Akhirnya walaupun si tertagih tak dapat melunasi maka kelompok penagih sudah memperoleh komisinya dari pembayaran - pembayaran sebelumnya,”
Dalam ‘dunia persilatan’ Ibukota, khususnya dalam bisnis debt collector ini, kekerasan kerap muncul diantara sesama kelompok penagih utang. Ia mencontohkan pernah terjadi bentrokan berdarah di kawasan Jalan Kemang IV Jaksel pada pertengahan Mei 2002 silam, dimana kelompok Basri Sangaji saat itu sedang menagih seorang pengusaha di rumahnya di kawasan Kemang itu, mendadak sang pengusaha itu menghubungi Hercules yang biasa ‘dipakainya’ untuk menagih utang pula.
“Hercules sempat ditembak beberapa kali, tapi dia hanya luka - luka saja dan bibirnya terluka karena terserempet peluru. Dia sempat menjalani perawatan cukup lama di sebuah rumah sakit di kawasan Kebon Jeruk Jakbar. Beberapa anak buah Hercules juga terluka, tapi dari kelompok Basri seorang anak buahnya terbunuh dan beberapa juga terluka,” tutupnya.
Selain jasa penagihan utang, kelompok Jhon Kei juga bergerak di bidang jasa pengawalan lahan dan tempat. Kelompok Jhon Kei semakin mendapatkan banyak ‘klien’ tatkala Basri Sangaji tewas terbunuh dan anggota keloompoknya tercerai berai. Padahal Basri Sangaji bersama kelompoknya memiliki nama besar pula dimana Basri CS pernah dipercaya terpidana kasus pembobol Bank BNI, Adrian Waworunto untuk menarik aset - asetnya. Tersiar kabar, Jamal Sangaji yang masih adik sepupu Basri yang jari - jari tangannya tertebas senjata tajam dalam peristiwa pembunuhan Basri menggantikan posisi Basri sebagai pimpinan dengan dibantu adiknya Ongen Sangaji.
Kelompok Jhon Kei pernah mendapat ‘order’ untuk menjaga lahan kosong di kawasan perumahan Permata Buana, Kembangan Jakarta Barat. Namun dalam menjalankan ‘tugas’ kelompok ini pernah mendapat serbuan dari kelompok Pendekar Banten yang merupakan bagian dari Persatuan Pendekar Persilatan Seni Budaya Banten Indonesia ( PPPSBBI ).
Sekedar diketahui, markas dan wilayah kerja mereka sebetulnya di Serang dan areal Provinsi Banten. Kepergian ratusan pendekar Banten itu ke Jakarta untuk menyerbu kelompok Jhon Kei pada 29 Mei 2005 ternyata di luar pengetahuan induk organisasinya. Kelompok penyerbu itu pun belum mengenal seluk - beluk Ibukota.
Akibatnya, seorang anggota Pendekar Banten bernama Jauhari tewas terbunuh dalam bentrokan itu. Selain itu sembilan anggota Pendekar Banten terluka dan 13 mobil dirusak. 3 SSK Brimob PMJ dibantu aparat Polres Jakarta Barat berhasil mengusir kedua kelompok yang bertikai dari areal lahan seluas 5.500 meter persegi di Perum Permata Buana Blok L/4, Kembangan Utara Jakbar. Namun buntut dari kasus ini, Jhon Kei hanya dimintakan keterangannya saja.
Sebuah sumber dari kalangan ini mengatakan kelompok penjaga lahan seperti kelompok Jhon Kei biasanya menempatkan anggotanya di lahan yang dipersengketakan. Besarnya honor disesuaikan dengan luasnya lahan, siapa pemiliknya, dan siapa lawan yang akan dihadapinya
Semakin kuat lawan itu, semakin besar pula biaya pengamanannya. Kisaran nominal upahnya, bisa mencapai milyaran rupiah. Perjanjian honor atau upah dibuat antara pemilik lahan atau pihak yang mengklaim lahan itu milikya dengan pihak pengaman. Perjanjian itu bisa termasuk ongkos operasi sehari - hari bisa juga diluarnya, misalnya untuk sebuah lahan sengketa diperlukan 50 orang penjaga maka untuk logistik diperlukan Rp 100 ribu per orang per hari, maka harus disediakan Rp 5 juta / hari atau langsung Rp 150 juta untuk sebulan.
Selain pengamanan lahan sengketa, ada pula pengamanan asset yang diincar pihak lain maupun menjaga lokasi hiburan malam dari ancaman pengunjung yang membikin onar maupun ancaman pemerasan dengan dalih ‘jasa pengamanan’ oleh kelompok lain, walau begitu tapi tetap saja mekanisme kerja dan pembayarannya sama dengan pengamanan lahan sengketa.
Selain John Refra Kei Masih ada 2 ( dua ) lagi preman besar ternama di Indonesia, Baca Selengkapnya di : ( Foto & Profil Jhon Kei, Herculer, Olo Panggabean ( 3 Preman Besar Ternama DI Indonesia )
Berita Penangkapan / Penambakan "John Refra Kei"
Seperti yang saat ini heboh di beritakan "John Refra Kei" ditangkap bersama seorang artis wanita di Hotel C'One, Pulomas, Jakarta Timur.
Polisi menangkap John Kei, tokoh ormas pemuda, di Hotel C'One, Pulomas, Jakarta Timur. Ia ditangkap bersama seorang artis perempuan berinisial AF.
Informasi dari sumber perwira di kepolisian mengatakan, John Key ditangkap bersama AF di kamar 501 Hotel C'One.
Saat ini, artis yang merupakan adik dari rocker era 80-an itu masih diperiksa intensif di Mapolda Metro Jaya. Saat ditangkap, wanita keturunan Arab itu mengenakan baju warna hitam.
Kuasa hukum John Kei, Taufik Candra membenarkan soal penangkapan kliennya itu. "Iya betul," kata Taufik.
Sejauh ini, belum ada pihak kepolisian yang bisa dikonfirmasi terkait penangkapan John Kei ini. Kepala Subdit Umum Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Helmy Santika tidak menjawab saat dihubungi.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto saat dihubungi secara terpisah mengaku belum mendapat informasi terkait penangkapan tersebut.
"Saya belum tahu. Nanti saya cek dulu," kata Rikwanto.
Kronologi Penangkapan John Kei di Hotel C'One Versi Adik
Adik kandung John Kei, Tito Refra Kei, berada di hotel C'One Pulomas, Jakarta, saat penangkapan terjadi. Dia pun menceritakan kronologi kejadian yang berbuntut pada penembakan tersebut.
Berikut kronologi yang disampaikan Tito saat ditemui di RS Polri Kramat Jati, Sabtu (18/2/2012), dinihari:
Pukul 19.30 WIB
Tito sedang duduk di sebuah restoran di Hotel C'One. Saat itu, seluruh pagar dan pintu hotel sudah ditutup oleh kepolisian. Banyak mobil aparat yang masuk ke dalam hotel.
Tito saat itu ditanya soal keberadaan John Kei. Namun dia mengaku tidak tahu karena baru saja tiba di hotel.
Pukul 20.00 WIB
100 Polisi bergerak masuk ke dalam hotel. Tak lama berselang, Tito melihat John Kei sudah keluar dari kamar hotel dengan kaki terluka di bagian kanan.
Pukul 20.30 WIB
John Kei dibawa ke Polda Metro Jaya untuk mendapatkan perawatan pertama. Di Polda, Tito sempat menanyakan kasus apa yang menjerat kakaknya dan alasan penembakan, namun dia tidak mendapat jawaban.
Pukul 22.00 WIB
John Kei dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk mendapat perawatan. Baik Tito maupun tim kuasa hukum John saat ini sedang menunggu supaya bisa menjenguk.
Dibawa ke Ruang Rawat Tahanan, John Kei Tampak Lemas
Usai mendapatkan perawatan di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) RS Polri Kramat Jati, John Kei akhirnya dipindahkan ke ruangan perawatan khusus untuk tahanan. Masih dengan pengawalan ketat polisi, John Kei dibawa menuju Ruang Tembusa.
Sabtu (18/2/2012), tak terdengar sepatah kata pun keluar dari mulut pria bertubuh kekar tersebut. Hanya terlihat wajah menahan sakit dan matanya sesekali terbuka.
John masih mengenakan baju yang sama. Hanya saja kini celananya berganti potongan pendek.
Adik kandung John Kei, Tito Refra Kei, dan kuasa hukumnya Taufik Chandra, masih tak diizinkan melihat kondisi John meski telah dipindahkan ke ruang perawatan khusus tahanan. Brimob juga masih terlihat berjaga ketat di sekitar ruangan perawatan.
Sempat terlihat negosiasi yang dilakukan pihak kuasa hukum kepada polisi agar dapat menjenguk John. Namun, upaya itu ditanggapi dingin.
Saat Ditangkap, John Kei Sedang Nyabu Bersama Artis Perempuan
Polisi menangkap John Refra Kei bersama seorang artis perempuan berinisial AF di Hotel C'One, Pulomas, Jakarta Timur. Saat ditangkap, keduanya ditangkap tengah berpesta sabu.
"Mereka berdua sedang menghisap sabu," kata seorang perwira polisi di Polda Metro Jaya Sabtu (18/2/2012).
Perwira polisi yang meminta namanya tidak disebutkan itu mengatakan, petugas menemukan sebuah alat hisap sabu (bong) di kamar 501 itu.
John Kei ditangkap di hotel tersebut pada Jumat (17/2) sekitar pukul 20.00 WIB. John Kei ditangkap terkait pembunuhan bos PT Sanex Steel, Ayung alias Tan Hari Tantono (50) di Swiss-Belhotel, Jakarta Pusat, Selasa (27/1) malam lalu.
Sebelumnya polisi telah menetapkan lima tersangka terkait pembunuhan Ayung itu. Kelimanya kini sudah ditahan dan dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Toni Harmanto membenarkan soal penangkapan John Kei terkait pembunuhan tersebut.
"Iya, soal itu (pembunuhan Ayung)," kata Toni singkat.
Keluarga Minta John Kei Dipindahkan dari RS Polri
Keluarga dan tim pengacara tidak diperbolehkan menjenguk John Kei di RS Polri Kramat Jati. Karena itu, mereka meminta agar John dipindahkan ke RSPAD Gatot Subroto.
"Saat masuk di dalam kita dipersulit, Nggak boleh masuk. Padahal saya sebagai adik juga kuasa hukum," kata adik John, Tito Refra Kei, di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Sabtu (18/2/2012) dinihari.
"Kalau begini caranya, kita keluarga akan ajukan supaya dipindahkan ke RSPAD lebih fair," sambungnya.
Rencananya, permintaan itu akan dilayangkan pada malam ini juga. Tito berharap, apa yang dia ajukan bisa dikabulkan demi keamanan.
"Kita berharap secepatnya dipindahkan malam ini, karena sikap penangkapannya seperti itu, harusnya segera dipindahkan, kalau beliau ada apa-apa Jakarta gempar," tegasnya.
Pengacara John, Taufik Candra mengatakan, John memang tidak bisa ditemui dengan alasan masih diberi pertolongan. "Saya nggak tahu untuk apa dia ditangkap, kita juga nggak lihat surat penangkapan," ungkapnya.
John Kei ditangkap aparat gabungan Subdit Umum dan Subdit Resmob Polda Metro Jaya saat sedang berada di Kamar 501 Hotel C'One, Pulomas, Jakarta Timur sekitar pukul 20.00 WIB tadi. Polisi memastikan, penangkapan dilakukan terkait kasus pembunuhan bos PT Sanex Steel, Ayung alias Tan Hari Tantono (50).
Polda: John Kei Ditangkap Terkait Pembunuhan Bos PT Sanex Steel
Kepolisian Daerah Metro Jaya membenarkan adanya penangkapan John Kei. Polisi menyatakan bahwa John Kei ditangkap terkait pembunuhan bos PT Sanex Steel, Ayung alias Tan Hari Tantono (50) di Swiss-Belhotel, Jakarta Pusat akhir Januari lalu.
"Iya, soal itu (pembunuhan Ayung)," ujar Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Toni Harmanto singkat kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Sabtu (18/2/2012).
Toni menolak memberikan keterangan lebih rinci soal penangkapan ini. Ia mengatakan, pihaknya akan memberikan keterangan secara resmi, Sabtu pagi.
"Besok dirilis," ucapnya sambil menaiki mobilnya.
John Kei ditangkap di kamar 501 Hotel C'One Pulomas, Jakarta Timur pada Jumat (17/2) malam lalu. Pria bernama lengkap John Refra Kei ini ditangkap bersama seorang artis perempuan berinisial AF.
Pembunuhan Ayung sendiri terjadi pada Selasa (27/1) lalu di Swiss-Belhotel, Sawah Besar, Jakarta Pusat. Sebelumnya, polisi telah menetapkan lima tersangka terkait pembunuhan bos PT Sanex Steel itu.
Motif sementara, diduga karena Ayung tidak membayar fee atas jasa para tersangka yang merupakan debt collector itu. Diduga, Ayung dibunuh oleh lebih lima orang.
John Kei disebut-sebut sempat datang ke hotel di mana Ayung dibunuh, beberapa saat setelah empat orang masuk lebih dulu ke kamar 2701. Hal itu terekam dalam CCTV (circuit closed television) hotel.
Post a Comment Blogger Facebook