Palu – Anda pasti mengenal Terusan Panama. Ini adalah terusan yang memotong tanah genting Panama sepanjang 82 km. Jalurnya memotong Amerika Utara dan Amerika Selatan, serta menghubungkan Samudera Pasifik dan Atlantik. Terusan ini memotong waktu tempuh kapal laut karena tidak perlu memutar lewat ujung selatan Amerika Selatan.
Terusan Panama menghubungkan Teluk Panama di Samudera Pasifik dengan Laut Karibia di Samudera Atlantik. Karena bentuk dari tanah genting Panama adalah “S”, terusan ini memotong dengan arah barat laut-tenggara. Untuk mempermudah, otoritas terusan mengklasifikasikan lewatnya kapal dengan arah northbound (menuju utara) bagi kapal yang menuju Samudera Atlantik dan southbound (menuju selatan) bagi kapal yang menuju Samudera Pasifik. Untuk menyeberang, sebuah kapal perlu waktu sembilan jam.
Nah, terinspirasi dari Terusan Panama itu, enam gubernur se-Sulawesi, kemudian menggagas pembangunan Terusan Khatulistiwa. Gagasan ini mengemuka dalam Sulawesi Summit IV atau Musyawarah Sulawesi IV.
Pertemuan dua tahunan enam gubernur dan 69 bupati/wali kota se-Sulawesi di Silae Convention Hall, Palu, ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah, itu berlangsung dua hari pada pertengahan Januari lalu. Terusan Khatulistiwa ini diniati mendorong percepatan pembangunan di regional Sulawesi.
Gubernur Sulteng H Bandjela Paliudju mengatakan pembangunan Terusan Khatulistiwa yang memotong daratan sekitar 30 kilometer di wilayah Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi-Moutong, Sulteng, ini akan memperpendek jarak transportasi laut dari wilayah timur Pulau Sulawesi menuju wilayah barat Indonesia, serta ke Filipina, Malaysia, hingga Brunei Darussalam.
Terusan ini akan memotong leher pulau berbentuk ”K” ini dari Desa Tambu (Kabupaten Donggala) ke Desa Kasimbar (Kabupaten Parigi Moutong).
”Jika terusan ini terbuka, tidak hanya menjadi jalur lalu-lintas laut nasional yang ramai, tapi juga menjadi jalur internasional yang secara langsung memberi dampak pada pertumbuhan ekonomi wilayah Sulawesi,” kata Paliudju.
Meski banyak yang pesimistis pada terbukanya Terusan Khatulistiwa, Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad menyatakan hal ini tidak akan sulit terwujud dengan dukungan segenap pemerintah di regional Sulawesi dan khususnya masyarakat Sulawesi. ”Kita sudah mengundang sejumlah investor dari Singapura dan Hyundai Korea untuk menjajaki pembangunan Terusan Khatulistiwa ini,” ungkap Fadel.
Pertama kali, gagasan ini mengemuka di hadapan Siswono Yudho Husodo, yang ketika itu menjadi Juru Kampanye Nasional Partai Golkar di Desa Sausu, Parigi Moutong. Hal itu disampaikan oleh mantan Rektor Universitas Tadulako Palu dan mantan Gubernur Sulteng Aminuddin Ponulele pada tahun 1999.
Lalu apa kata Bupati Parigi Moutong Longki Djanggola? Asal tahu saja, Kabupaten Parigi Moutong lebih dari separuh daratannya langsung berhadapan dengan Teluk Tomini,
jalur laut utama di kawasan Terusan Khatulistiwa ini. Sebagian daerahnya pula yang akan dipotong untuk membangun terusan tersebut. ”Ini masih wacana, masih perlu didiskusikan dan disosialisasikan,” ujar Longki.
Secara prinsip, ia mendukung semua program pengembangan wilayahnya apalagi arahnya bagi peningkatan ekonomi rakyat. Namun, ia menekankan agar terusan itu nanti tidak hanya menguntungkan satu wilayah atau orang per orang.
Kesenjangan Pembangunan
Di lain pihak, Gubernur Paliudji menyatakan sebenarnya selain terinspirasi oleh Terusan Panama, ide ini lebih didorong oleh kenyataan kesenjangan pembangunan antara wilayah Indonesia Barat dan Indonesia Timur. “Kami menilai bahwa saat ini telah terjadi kesenjangan pembangunan yang sangat nyata. Makanya, kami bertemu untuk membicarakan bagaimana mendorong laju pembangunan di Sulawesi yang tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Gubernur Paliudju.
Terusan Khatulistiwa, menurut Paliudju, adalah jawaban untuk menyelesaikan masalah itu. Ia lalu memaparkan potensi yang patut dikembangkan di kawasan regional Sulawesi. Salah satunya, pengelolaan Teluk Tomini yang nantinya akan terhubung dengan Laut Sulawesi setelah terbukanya Terusan itu. Sulawesi Tengah adalah daerah yang sebagian besar berhadapan langsung dengan Teluk Tomini, lalu menyusul Gorontalo, maka pengelolaan kawasan itu dilakukan secara bersama oleh kedua provinsi.
Pengelolaan Teluk Tomini itu menjadi sangat penting. Teluk yang memiliki luas sekitar 411.373 hektare itu telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu kekayaan dunia yang patut dilindungi, karena menyimpan potensi laut yang sangat menjanjikan. Potensi perikanan di teluk ini saja, mencapai sekitar 330.000 ton per tahun. Yang dapat dikelola secara lestari sekitar 214.000 ton per tahun.
Jenis ikan yang banyak dicari adalah jenis ikan pelagis besar dan ikan tuna sekitar 10.000 ton per tahun, ikan cakalang 14.000 ton per tahun. Juga terdapat jenis ikan seperti tongkol, sunu, baronang, kakap laut. Hasil laut lainnya seperti biji mutiara, teripang, udang, dan rumput laut. “Ini merupakan potensi yang sangat besar, sehingga perlu dikelola maksimal demi kepentingan seluruh Sulawesi,” kata Fadel Muhammad.
Gubernur Sulteng Bandjela Paliudju menyebutkan potensi penangkapan ikan di laut lepas Sulteng (Teluk Tomini) dan budi daya perikanan, diperkirakan dapat menghasilkan 213.774 ton ikan per tahun. Namun hingga tahun 2006, potensi tersebut baru bisa dimanfaatkan sekitar 72,21 persen atau sebanyak 154.370,06 ton per tahunnya.
Potensi perikanan laut ini juga, kata Paliudju, dibagi dalam tiga zona. Zona I di Selat Makassar/Laut Sulawesi) sebesar 929.700 ton, Zona II (Teluk Tomini) sebesar 595.620 ton dan Zona III di Teluk Tolo sebesar 68.456 ton. Jadi tentu saja, terbukanya Terusan Khatulistiwa akan memperpendek jalur niaga antara Gorontalo, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
Selama ini, untuk menuju ke Manado, para peniaga dari Sulawesi Tengah bagian Timur harus memutar ke Teluk Tomini lalu ke Laut Sulawesi. Jika terusan ini terbuka, para peniaga akan bisa langsung menuju ke perairan Laut Sulawesi.
sumber : http://ernash.wordpress.com/
Post a Comment Blogger Facebook