Wisbenbae.blogspot.com - Pelemahan ekonomi dunia ikut mempengaruhi investasi di sektor manufaktur Indonesia. Hal ini dirasakan dua perusahaan raksasa elektronik asal Jepang, Panasonic danToshiba.
Kedua perusahaan tersebut sudah menegaskan bakal hengkang dari tanah air pada April 2016. Pabrik kedua perusahaan juga tak lagi beroperasi di Indonesia.
Penutupan pabrik kedua perusahaan ini akibat melemahnya daya beli masyarakat. Imbasnya, penjualan produk kedua perusahaan ini turun drastis.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan Toshiba lebih dulu merumahkan ribuan pegawainya di Cikarang, Bekasi. Pabrikan asal negara matahari terbit itu mempunyai enam pabrik. Namun, satu-persatu mulai angkat kaki dalam kurun 10 tahun terakhir.
"Jadi tidak ada lagi pabrik Toshiba. Yang ada Toshiba memproduksi printer di Batam tapi skalanya kecil. Nah, yang tutup ini adalah pabrik televisi Toshiba terbesar di Indonesia, selain di Jepang," kata Iqbal di Jakarta, Selasa (2/2).
Iqbal menegaskan manajemen Toshiba sepakat untuk menutup produksinya pada April 2016. Untuk itu, Said tengah melakukan negosiasi pesangon yang diwajibkan pemerintah.
"Dalam 10 tahun terakhir, ada 13 perusahaan Panasonic di Indonesia. Sebelumnya ada Panasonic komponen sudah ditutup, sekarang tinggal tiga, yakni Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI), Panasonic Energy Indonesia yang produksi baterai dan Panasonic Healthcare yang produksi alat kesehatan," kata dia.
Menurut dia, produk-produk elektronik sekarang ini lebih bersaing dibanding lima sampai 10 tahun lalu.
"Produk televisi Toshiba tidak laku lagi dalam lima tahun terakhir. Sebelumnya banyak yang beli. Itu karena daya beli masyarakat melemah akibat upah murah pemerintah," jelas dia.
Hengkangnya kedua perusahaan asal negeri matahari terbit ini menimbulkan efek dahsyat dalam perekonomian Indonesia. Bahkan, disinyalir tutupnya kedua perusahaan ini ganggu iklim investasi tanah air
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan hengkangnya Panasonic danToshiba tak hanya berdampak pada tingginya pengangguran di tanah air. Tetapi juga bakal melunturkan kepercayaan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
"Jadi antara janji investasi dengan realisasi investasi ada jeda waktu. Maka waktu itulah yang mengakibatkan investasi tidak masuk dan ekonomi melambat," ujar dia di Jakarta, Selasa (2/2).
Selain itu, kata dia, tutupnya dua perusahaan elektronik raksasa Jepang ini juga membuat daya beli masyarakat menurun. Dengan begitu, target pertumbuhan ekonomi yang dipatok 5,3 persen dalam APBN 2016 tak akan tercapai.
Untuk itu, dia meminta pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang tepat guna mengundang investor asing. "Kita minta Pemerintah melakukan pengawasan dengan ketat terhadap paket kebijakan ekonomi tersebut dan melihat pelaksanaan di lapangan dari paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan," kata Iqbal.
Iqbal juga mendesak pemerintah untuk segera menginstruksikan ke dinas-dinas tenaga kerja untuk turun langsung ke lapangan. Hal tersebut untuk memeriksa kebenaran adanya pemutusan hubungan kerja. Bahkan, KSPI dan beberapa serikat buruh akan melakukan aksi pada 6 Februari 2016 di Istana Negara dan Mahkamah Agung. Adapun tuntutan dalam aksi tersebut yaitu Tolak PHK, kembalikan hak berunding serikat buruh dalam kebijakan kenaikan upah, cabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, dan pemerintah harus bersungguh-sungguh menjalankan perlindungan bagi buruh.
"Aksi ini akan akan kami lakukan serentak pada 6 Februari 2016 mendatang," imbul Iqbal.
Bahkan, tak hanya Panasonic dan Toshiba yang hengkang dari tanah air. Iklim industri manufaktur memang anjlok di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi global.
Salah seorang pengelola kawasan industri di Cikarang membenarkan adanya penutupan dua pabrik multinasional asal Jepang yaitu Panasonic dan Toshiba. Tak hanya itu, menurut dia akan ada lagi satu pabrik elektronik asing yang akan ditutup pada tahun ini.
"Saya belum bisa konfirmasi ini ya. Hal itu memang benar tapi saya harus kembali kroscek yah," kata lelaki yang enggan disebutkan namanya itu saat dihubungi melalui selular, Jakarta, Selasa (2/2).
Dia mengungkapkan, iklim bisnis industri elektronik Tanah Air sedang melemah sebab persaingan pasar yang sangat beragam. Ditambah persaingan produk elektronik dari negara lain yang ikut mendominasi pangsa pasar di Indonesia.
"Iklim elektronik sangat berat sekali dibandingkan 2-3 tahun sebelumnya, karena persaingan produk-produk dari negara asing yang lain belum bisa memberikan tren positif. Salah satu raksasa lain Samsung, menjadikan Vietnam based produksi di ASEAN," ujarnya.
Menurut dia, kebijakan pemerintah dengan memberikan insentif kepada pelaku industri belum memberikan tren positif. Padahal, Indonesia mempunyai keunggulan dari segi demografi.
"Apalagi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) artinya pengusaha bisa produksi di mana aja. Pemerintah memberi perhatian terhadap hal itu, tapi memang belum bisa bersaing. Pemerintah sedang menyusun kebijakan dan izin disederhanakan," katanya.
Dia kembali menegaskan akan ada industri elektronik lainnya yang akan tutup di Indonesia. "Tahun ini ada juga kok pabrik elektronik asing juga yang akan tutup. Ribuan pekerja juga. Dari investasi Penanaman Modal Asing (PMA)," katanya yang enggan merinci.
Meski industri elektronik dalam negeri bergejolak, Said Iqbal menyebut pemerintahan Jokowi cuek. Sangat rumit bagi buruh untuk mengadukan nasib pada pemerintah.
Said Iqbal menyebut dua perusahaan elektronik asal Jepang yaitu Panasonic dan Toshiba telah gulung tikar dan hengkang dari Indonesia. Dia menyebut, pemerintah belum mengetahui prihal masalah ini.
"Itu saya kira hal yang wajar yah, kalau Pemerintah selalu terlambat, karena yah apa dinas-dinas perindustrian selama ini tak mampu bekerja dengan baik, melihat gejolak di lapangan," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (2/2).
Said Iqbal menyebut, Kementerian Perindustrian dan Kementerian ketenagakerjaan punya birokrasi yang rumit untuk diajak berdiskusi. Padahal, Said Iqbal selama ini sudah menampung keluhan-keluhan buruh pabrik paling awal.
"Soal ini, saya tekankan Pemerintah punya jalur administrasi yang rumit. Mulai dari surat rekomendasi ketenagakerjaan dan harus sampai ke perindustrian membutuhkan waktu yang lama," katanya.
Para buruh akhirnya punya kencenderungan untuk tak melapor ketika adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ketika kedua pabrik ini tutup. Ditambah, katanya pemerintah lamban dalam 'menjemput bola' pada masalah penutupan pabrik tersebut.
"Selama ini kita tak pernah lihat adanya utusan dari dinas-dinas ketenagakerjaan dan perindustrian sendiri. Saya kira wajar kalau menteri-menteri presiden kaget melihat adanya masalah ini," tuturnya.
:o Jepang bales dendam !
ReplyDelete