Diyakini terdapat sekurang - kurangnya 61 suku bangsa di Malaka serta terdapat setidaknya 84 bahasa yang dituturkan di Malaka saat Kesultanan berkuasa
Wisatawan mengunjungi Gereja St Paul Malacca yang didirikan pada 1521, dan dipakai untuk beribadah lebih dari 115 tahun. Kini, yang tersisa adalah puing-puing bangunan dan batu penutup kubur bekas pemakaman. Jenazah Santo Fransiskus Xaverius pernah dimakamkan di gereja ini. Simak perjalanan di George Town dan Melaka di majalah National Geographic Traveler Indonesia edisi Mei 2015. (Denty Piawai Nastitie)
Mengingat pada masa Kesultanan Malaka ada, komoditi utama perdagangan di dunia adalah rempah – rempah,tak heran jika Kesultanan Malaka membina relasi yang baik dengan pedagang – pedagang dari pulau Jawa.Alasanya karena perdagangan rempah – rempah yang sumber utamanya berasal dari Maluku dikuasai oleh pedangan – pedagang Jawa.
Untuk memperkuat relasinya dengan kerajaan – kerajaan di Pulau Jawa,maka Kesultanan mengirim bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan kerajaan dan bagi kapal-kapal dari Jawa yang hendak singgah ke Malaka. Sehingga persediaan untuk rempah-rempah dan pangan harus selalu tersedia supaya dapat melayani semua pedagang. Pada abad ke-15, Malaka mengirim upeti kepada raja-raja yang beragama Hindu di Jawa untuk mendapatkan bantuan dan hasil-hasil pangan dari Jawa.
Namun hubungan dengan kerajaan – kerajaan Hindu ini mulai mengendur karena melemahnya kekuasaan kerajaan Hindu pulau Jawa akibat bermunculanya kerajaan – kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa.Malaka yang melihat melemahnya kerajaan Hindu kemudian beralih membina relasi dengan kerajaan – kerajaan Islam di pulau Jawa.
Selain Malaka juga terdapat Samudra Pasai yang mencoba membangun relasi dengan kerajaan – kerajaan Islam di Pulau Jawa. Malaka juga melakukan hubungan dengan Pasai sangat hati-hati karena Pasai juga mempunyai hubungan baik dengan Jawa. Hubungan Jawa dengan Pasai tidak diganggu oleh Malaka. Namun, dengan cara-cara halus berhasil menarik orang-orang Jawa datang ke Malaka tanpa merusak hubungan dengan pedagang Pasai yang datang ke Malaka. Dengan demikian, pelabuhan Malaka menjadi sangat ramai, banyak pedagang Islam yang sebelumnya di Pasai pindah ke Malaka, meskipun begitu hubungan Pasai dan Malaka tetap berjalan baik.
Dalam urusan perdagangan dengan bangsa luar,perlu diingat bahwa pelabuhan yang dimiliki oleh Kesultanan Malaka bersifat entrepot,artinya kekuatan perdagangan Malaka sejatinya bergantung kepada para pedagang asing.Pedagang-pedagang dari berbagai macam bangsa yang singgah di Kesultanan Malaka, mendirikan tempat-tempat peristirahatan seperti golongan pedagang dari berbagai penjuru Nusantara dan pedagang Tiongkok tinggal di hilir selatan sungai Malaka. Sedangkan dari Abesinia, Gujarat, Goa, Patani dan sebagainya tinggal di Upih sebelah utara sungai.
Kehadiran pedagang asing dari kawasan seperti Cina dan dari semenanjung Arab ini menjadikan Malaka menjadi suatu pusat perdagangang antarbangsa.Bahkan seorang penjelajah Portugis bernama Tomi Pires dalam bukunya yang berjudul "Suma Oriental",terdapat sekurang – kurangnya 61 suku bangsa di Malaka serta terdapat setidaknya 84 bahasa yang dituturkan oleh para pedagang itu.
Diantara semua bangsa yang melakukan hubungan dagang dengan Kesultanan Malaka,bangsa Tiongkok merupakan salah satu yang paling sering melakukan perdagangan di Malaka.Malaka bahkan menjadi tumpuan para pedagang Cina untuk memasarkan barang – barang dari negeri Cina ke pasar Eropa.Seorang Portugis bernama Roy Araujo bahkan melaporkan bahwa setiap tahun datang delapan hingga sepuluh kapal besar yang berangkat dari Cina menuju Malaka dengan tujuan perdagangan.Barang dagangan yang dibawa oleh para pedagang Cina bawa ke Malaka seperti sutera,bahan wangi wangian,permata,belerang,besi,alat masak,porselen,dan peluru.Lalu barang dagangan yang dibawa kembali ke Cina adalah lada,rempah – rempah,dan bahan hutan dari Nusantara.
Tak jauh dari Selat Malaka juga terdapat bangsa Brunei yang menjalin hubungan dengan Kesultanan Malaka.Para pedagang dari Brunei membawa beras,ikan,daging,hasil ternak,madu lebah,sagu,kapur barus,dan emas untuk diperdagangkan di Malaka.Sedangkan barang yang mereka bawa dari Malaka adalah kain dari India,cermin serta alat perhiasan dari Asia Barat.
Selain itu ada para pedagang dari Pegu (Burma) membawa barang dagangan mewah seperti berlian,perak,wangi – wangian lalu ada pula barang dagang seperti beras,gula,minyak,bawang dan halia.Pegu juga terkenal di Timur karena perusahaan kapal.Sering terjadi apabila barang dagangan habis terjual,kapal pun akan dijual kepada para pedagang di Malaka.Sepanjang bulan Februari dan Mei setiap tahun akan berdatagan dua puluh hingga tiga puluh kapal kecil ke Malaka dari Pegu.Barang dagangan yang dibawa oleh para pedagang Pegu dari Malaka adalah permata,tembaga,rempah-rempah,emas dan bijih.
Di kalangan para saudagar di bagian barat,para pedagang dari Gujarat merupakan salah satu yang penting bagi Kesultanan Malaka.Para saudagar ini berangkat dari Pelabuhan Diu,Randir,Surat dan Daman sebagai perantara untuk memperdagangkan barang – barang dari pelabuhan seperti Alexandria,Mekkah,Ormuz,Aden dan Jeddah.Dari pelabuhan – pelabuhan ini pula dibawa barang – barang dari tanah Eropa seperti logam,senjata,cermin,paku,kain berbulu dan anggur.Kemudian para pedagang dari Gujarat ini membeli berbagai jenis rempah,jagung,dan emas dari Nusantara yang terdapat di Malaka selain membawa balik barang seperti tembikar,wangi-wangian,sutra,dan belerang untuk diperdagangkan ke India,pelabuhan – pelabuhan Arab dan seterusnya diperdagangkan hingga ke Eropa.
(Haydr Suhardy, Sumber: Kesultanan Melayu Melaka)
Post a Comment Blogger Facebook