Oleh Hatta Syamasuddin*
Dalam dua hari ini banyak sahabat di tanah air yang menanyakan keadaan saya di Yunani, baik melalui chat Whatsapp maupun FB. Pemberitaan terkini tentang kondisi di Yunani memang cukup memprihatinkan, karenanya saya ucapkan terima kasih atas kepedulian yang ditunjukkan dengan menanyakan kabar. Ingin rasanya mengupload secara rutin menu sahur dan buka puasa saya sehari-hari he2, untuk sekedar menenangkan para kolega dan handai taulan di tanah air, bahwa saya disini Alhamdulillah dalam kondisi baik, aman dan kenyang saat berbuka tentunya. Anugerah Allah SWT yang senantiasa kita harapkan dimanapun kita berada, ath'amahum min juu' wa aamanahum min khouf.
Tapi kondisi krisis Yunani memang sangat menarik kita cermati, dan sayang untuk dilewati. Hitung-hitung sebagai peringatan diri kita secara pribadi, karena pada hakikatnya kita juga masing-masing mengelola sebuah institusi ekonomi, minimal keluarga. Meski tidak berlatar belakang ekonomi, saya coba merangkum kondisi dan situasi Yunani, setidaknya dari analisa para pengamat ekonomi dadakan, sahabat-sahabat saya di sini, plus melihat apa yang menjadi bahasan utama di media akhir-akhir ini.
Hutang Yunani, seberapa besar?
Mendengar kata bangkrut, tentu bayangan kita segera mengingat para pedagang yang bertumpuk hutang, bukan saja tak mampu membayar, bahkan aset dan kekayaannya tak cukup untuk menutup hutang tersebut. Barangkali istilah itu memang tepat juga untuk melihat kondisi perekonomian Yunani saat ini. Betapa tidak, untuk saat ini Yunani punya total utang sekitar 360 miliar euro (Rp 5.000 triliun) dengan rasio utang pemerintah Yunani terhadap PDB negaranya adalah 155,3% . Indonesia meski juga memiliki hutang yang cukup besar, yaitu Rp 2.845 triliun, namun dengan rasio yang rendah hanya 24,7% dari PDB. Tapi soal angka ini juga bukan menjadi satu-satunya indikasi, mengingat Amerika dan Jepang juga dalam hitungan hutang juga mencatat prestasi yang tak jauh berbeda. Amerika adalah negara dengan hutang terbesar di dunia, dengan rasio terhadap PDB di kisaran 95%, sementara Jepang menyusul di peringkat dunia dengan tingkat rasio yang jauh lebih parah yaitu dikisaran 200%. Namun kedua negara tersebut mempunyai kemampuan bayar atau mengangsur pinjamannya dengan cukup signifikan.
Lalu mengapa Yunani tak bisa membayar hutang-hutangnya, bahkan puncaknya Selasa 30 Juni kemarin tidak mampu memenuhi deadline pembayaran hutang yang sudah jatuh tempo sebesar 1,54 miliar euro (Rp 22 triliun) ke IMF? Sektor andalan Yunani hanya dua bidang, yaitu pariwisata dan perkapalan, sangat tidak cukup untuk menyokong kebutuhan negara dalam pembayaran hutang, apalagi sebagiannya dikuasai oleh swasta bahkan negara lain. Sektor pariwisata misalnya, setiap tahun turis yang datang ke Yunani mencapai 17 juta jiwa, hampir dua kali lipat jumlah penduduk Yunani yang berjumlah 11 juta. Namun sektor yang mengumpulkan hampir seperempat pekerja Yunani ini, hanya menopang 18 persen perekonomian Yunani.
Pohon zaitun (olive) banyak tersebar
Pendapatan dari sektor pajak lebih tidak bisa diandalkan, orang-orang kaya banyak menjadi pengemplang pajak karena melihat banyak korupsi terjadi disana-sini. Sementara untuk hasil bumi juga lebih tidak potensial lagi. Yunani bukan negara penghasil tembakau terbesar sebagaimana Argentina, yang kemudian bisa bangkit dari krisis hanya dalam waktu dua tahun saja. Produksi buah zaitun (olive) yang cukup besar di Yunani tidak banyak berpengaruh, karena buahnya saja diekspor ke Jerman dan Belanda. untuk kemudian diolah lebih lanjut menjadi minyak zaitun dengan harga yang tentu jauh lebih mahal. Ini mirip persis negara kita Indonesia yang menjadi penghasil kokoa terbesar di dunia, lalu diekspor ke negara-negara eropa seperti Swiss, menjadi branding produk coklat yang mewah lagi mahal.
Dengan semua itu, walhasil, nyaris tidak ada sektor pendapatan yang bisa diandalkan. Negara ini benar-benar hidup dari hutang, dari tahun ke tahun.
Sebab Krisis Yunani
Sebenarnya bagaimana krisis ini bermula ? Bagaimana sejarahnya Yunani bisa menumpuk hutang sebesar itu. Jika dirunut secara sederhana, ada tiga sebab setidaknya munculnya krisis ekonomi di Yunani ini, yang sebagian besar dimulai dari belasan tahun yang lalu. Karena terbukti sejak tahun 1993 sebenarnya, rasio hutang Yunani terhadap PDB sudah mencapai kisaran 100%.
Sebab pertama adalah belanja negara yang royal untuk memanjakan rakyatnya, banyak hutang digunakan untuk membiayai subsidi, dana pensiun, gaji PNS, dengan aturan dan kebijakan yang sangat unik. Misalnya pensiun di usia 58 tahun, yang jelas jauh berbeda dengan aturan umum negara-negara eropa seperti Jerman yang memberlakukan pensiun pada usia 65 tahun. Belum lagi dana pensiun bisa diwariskan bahkan sampai ke anak, meski sudah berusia dewasa. Begitu pula perekrutan PNS sangat besar-besaran setiap periodenya, banyak anggota tim sukses partai yang menang direkrut langsung menjadi PNS yang tidak diikuti dengan pembagian kerja yang jelas dan produktif.
Adapun sebab kedua adanya proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bombastis dengan mengambil dari dana hutang. Hal ini terjadi khususnya pada periode penyiapan Olympiade Athena tahun 2004 lalu yang juga disebut sebagai peringatan 1 abad penyelenggaraan olympiade modern yang dulu pertama kali digelar juga di Athena pada tahun 1896. Banyak fasilitas mewah yang dibangun, jalan tol, gedung asrama atlit, dan tentu saja stadion megahnya yang hari ini menjadi saksi bisu megahnya penyelenggaraan olympiade tersebut, hanya saja banyak yang hari ini tidak terpakai secara optimal, bahkan sama sekali dibiarkan tak terawat begitu saja. Adalah Jerman yang pada waktu itu disebut-sebut dengan semangat menggelontorkan dana pinjaman untuk keperluan penyelenggaraan tersebut. Karenanya tidak salah jika ada yang berkomentar ringan, bahwa krisis ini muncul juga karena jebakan batman dari Jerman, yang ternyata masih menyimpan dendam atas kekalahan mereka dari Yunani di pertempuran Kreta tahun 1941 pada masa Perang Dunia pertama. Hmm, sejarah selalu punya andil dalam setiap krisis yang terjadi.
Adapun sebab ketiga tentu saja adalah korupsi, di berbagai bidang khususnya pajak dan pelayanan publik, yang saking banyaknya tidak tahu harus dari mana pemberantasannya dan siapa yang memberantas, mengingat hampir semua aparat terkena getahnya. Mungkin bisa diibaratkan Yunani masih dalam kondisi seperti pada orde baru dimana KKN sangat menggurita, dan tak tahu bagaimana ujungnya. Di Yunani terkenal istilah "fakelaki" yang berarti "amplop kecil" sebagai sebuah jargon untuk menyebut uang pelicin saat ingin mendapatkan pelayanan ekstra dalam pengurusan ijin tertentu atau pelayanan publik.
Tiga hal di atas ditambah dengan minimnya pendapatan negara menjadikan hutang Yunani terus bertumpuk dan berlanjut menjadi krisis. Hal ini diperparah lagi dengan orang-orang kaya yang menjadi pengemplang pajak begitu banyak, mereka beralasan karena korupsi masih banyak terjadi dimana-mana. Memang sektor pajak diindikasi paling banyak dikorupsi, bahkan sampai pada kisaran 30% dari total penerimaan pajak.
Kondisi Terkini
Lantas bagaimana kondisi terkini paska 30 Juni dimana Yunani tidak bisa memenuhi deadline pembayaran ke IMF sebesar 1,6 milliar euro, yang itu berarti gagal bayar dan terancam keluar dari Uni Eropa. Sebenarnya IMF mencoba 'berbaik hati' dengan bersama negara-negara uni Eropa menawarkan lagi-lagi pinjaman atau dana talangan sebesar 7,2 miliar euro atau setara dengan Rp 108 triliun. Yang dengan dana itu setidaknya Yunani bisa menyelesaikan kewajiban hutang yang jatuh tempo tersebut. Ibaratnya pepatah, ini mirip gali lubang tutup sumur.
Namun tentu saja pinjaman dari IMF dan negara-negara uni Eropa tidak 'gratis', mereka mensyaratkan beberapa syarat yang tentu saja akan berpengaruh pada perekonomian rakyat secara langsung. Dan bukan itu saja, syarat-syarat dari IMF itu jelas sangat bertentangan dengan yang dikampanyekan Perdana Mentri Alexis Tsipras pada Januari yang lalu. Perdana Mentri berusia 40-tahun itu - tercatat sebagai Perdana Menteri termuda dalam sejarah Yunani sejak 150 tahun terakhir (sejak 1865)- menjadikan point penting janji kampanye nya adalah : mengembalikan gaji pegawai negeri dan pensiunan yang pernah turun 30% pada pemerintahan sebelumnya, serta mengembalikan para buruh dan pekerja yang di-phk pada pemerintahan sebelumnya.
Janji yang teramat manis bagi rakyat Yunani ditengah situasi krisis. Karenanya, partai Syriza yang mengusung Alexis Tsipras, meski berhaluan komunis, berhasil mendongkrak perolehan suara secara bombastis. Jika pada pemilu 2009 partai ini mendapat 4,6 % suara rakyat Yunani, pada pemilu 2012 naik menjadi 27%, dan puncaknya pada pemilu 2015, januari yang lalu berhasil memenangkan pemilu dengan mengumpulkan dukungan 36% suara rakyat Yunani. Karena itu, saat ini menjadi sangat dilematis bagi Alexis Tsipras untuk memenuhi syarat pencairan dan lanjutan dari IMF, yang utamanya berupa pengurangan belanja pegawai dan pensiunan, menaikkan pajak diberbagai sektor, dan pengurangan atau penjualan BUMN yang berarti juga PHK masal terancam dihadapan.
Alternatif lain yang lebih memungkinkan bagi Alexis Tsipras adalah dengan menolak syarat IMF, keluar dari Uni Eropa dan kembali berdikari dengan menggunakan mata uang sendiri Drahma. Kedua pilihan yang sama-sama sulit, karenanya sang PM ingin mendapatkan legitimasi yang kuat dengan menggelar referendum hari Ahad 5 juli besok, yang diikuti seluruh rakyat yang memiliki hak pilih, untuk menolak atau menerima syarat yang diajukan oleh IMF.
Kondisi di Lapangan
PM AlexisJika sahabat bertanya kondisi lapangan yang terjadi, maka benar apa yang diberitakan terjadi antrian ATM dan perbankan tutup, rencana dibuka kembali tanggal 7 Juli. Beberapa demonstrasi juga terjadi di gedung parlemen Yunani di Syntaqma Square, namun dengan intensitas yang masih kecil dan relatif terkendali. Hal yang berbeda mungkin bisa terjadi dalam beberapa hari ke depan. Mengingat pada tahun 2010 yang lalu memang sempat terjadi kerusuhan dan pembakaran di sejumlah titik di Athena, yang tentu saja karena pemberlakuan syarat IMF pada waktu itu, yaitu pengurangan gaji PNS dan pensiunan serta PHK masal karena pengurangan BUMN dari 6000 menjadi 3000. Pada waktu itu PNS dan Pensiunan Yunani dipotong gaji sebesar 30%, bayangkan jika itu terjadi di Indonesia, pastilah ada efek kekacauan yang tidak jauh berbeda.
Jadi untuk saat ini masih wait and see, mengingat perkiraan hasil referendum saat ini masih sama besar antara pihak yang menolak dan menyetujui. Lantas bagaimana pengaruh krisis ini pada masyarakat Indonesia yang di Yunani ? Tentu pasti berpengaruh dalam hal-hal tertentu, mengingat perekonomian secara umum terdampak perkembangannya. Namun sebagian besar pekerja Indonesia di sini bekerja pada mereka yang bergerak di sektor swasta dan pengusaha. Sehingga masih ada waktu untuk berhitung kembali tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Pelajaran bagi kita selaku negara, terlebih secara pribadi. Agar tidak menumpuk hutang dari tahun ke tahun untuk kepentingan konsumtif yang berlebihan, apalagi untuk kepentingan menonjolkan diri dan kemewahan sebagaimana terjadi di Yunani pada penyelenggaraan Olimpiade Athena tahun 2004. Lebih penting juga agar kita senantiasa berupaya meningkatkan pendapatan dengan multi tasking, tidak hanya berasal dari satu sumber saja. Sehingga ketika kita berhutang pun, masih bisa mengangsur dengan tepat dan baik. Mudah memang untuk diucapkan, soal aplikasi kita semua diuji dihadapan Allah SWT dan manusia.
Oya, jangan lupa untuk 'wastainu bishobri wa sholat", menjadikan kesabaran dan menegakkan sholat sebagai kekuatan utama dalam menghadapi ujian kehidupan. Tentang hal ini, ada beberapa sahabat yang berkomentar serius dengan nada bercanda : kalau mau lepas krisis, Yunani harus bangun satu masjid yang resmi dan cukup besar di tengah kota. Hmm, benar juga .. negara dan rakyat Yunani ini sudah terlampau lama dalam kesombongan, tidak mengijinkan pendirian masjid yang resmi. Perjuangan melalu parlemen saja sudah dimulai sejak awal tahun 1980, 35 tahun yang lampau. Insya Allah postingan berikutnya tentang hal tersebut.
Selamat Ramadhan, salam hangat dari Athena.
follow @hattasyamsuddin on twitter
Post a Comment Blogger Facebook