Indonesia adalah negeri yang kaya akan kekayaan alam dan pemandangan yang indah. Laut, gunung, sungai, danau, rawa, air terjun, dan lain-lain menghiasi alam ciptaan yang Mahakuasa. Tidak terkecuali di Banten yang memiliki trio Gunung Karang, Gunung Pulosari, dan Gunung Aseupan di Pandeglang, juga sebagian Gunung Halimun di Lebak. Sungai Ciujung dan Ciberang di Lebak, Rawa Danau di Serang, dan lebih banyak lagi berbentuk curug atau air terjun. Ada Curug Putri dan Curug Gendang di Pandeglang, Curug Cigumawang, Curug Betung, Curug Sawer di Serang. Bahkan, ada daerah yang dinamakan Curug, yaitu sebuah kecamatan di Serang dan Tangerang. Sepertinya di sana dulu ada curug, atau sekarang malah masih ada? Tidak tahu, saya. Bahkan, sebagai orang Serang, saya belum menemukan curug di Kecamatan Curug. Mungkin Om-Om ada yang tahu letaknya?
SXC2 memang dulu memproklamirkan diri sebagai komunitas sepeda pemburu curug, hehehe. Setiap gowes ditujukan mencari curug-curug. Bahkan, pernah dalam satu hari, kami mengunjungi dua curug, yaitu Curug Betung di Padarincang dan Curug Lawang di Anyer, sekaligus memutari kawasan Rawa Danau. Alhasil, jadilah kami gowes seharian dari pagi sampai dini hari keesokan harinya, hahaha.... Masa-masa “gila” sepedaan.
Hari Jumat (bukan Jumat keramat juga bukan Jumat keramas) yang bertepatan dengan hari libur nasional tanggal 18 April 2014, Om Yopie yang kadang disebut om, kadang dipanggil abah, mengajak kami untuk gowes ke Curug Sawer di Desa Ujung Tebu, Ciomas, Serang, yang juga terletak di kaki Gunung Karang. Yah, kalau orang zaman dulu, ingat Ciomas pasti ingat golok karena tempat ini merupakan salah satu penghasil golok terbaik di nusantara. Tapi, mendengar Ciomas, ingatan saya malah mampir ke jeleknya jalan menuju ke sana. Tapi, sekarang sudah dibeton walaupun masih sepotong-sepotong. Mudah-mudahan dapat segera dibereskan karena saya lihat beberapa bulan ini sudah tidak ada aktivitas perbaikan lagi.
Kejutan! Ya, saya bilang kejutan, yang tentunya menyenangkan karena ternyata peserta di tikum ada 14 goweser. Sudah lama saya tidak mengabsen nih. Ada (1) Om Yopie, legenda dunia pergowesan Serang, (2) Om Dono dan kembarannya (3) Omars sesama Patrolman yang keduanya tampak siap untuk dilakukan aktivasi lagi dan menambah pundi-pundi bintangnya di blog sepedaan, (4) Om Agus yang sudah melakukan pemasan beberapa hari sebelumnya ke Paninjoan, (5) Pak Zaenal yang staminanya tetap oke mengalahkan yang masih muda-muda walaupun sudah pensiun, (6) Om Didit, TTM-nya Om Ncep hehehe.... (7) Om Opik yang mainannya tanjakan melulu di Gerem, (8) Vito yang mulai berkarier di Pandeglang, semoga nemu trek yang mantap di sana ya, (9) Indra, yang sudah merampungkan pendidikan tarunanya, (10) Om Yusman yang nelponin saya pagi-pagi supaya cepat-cepat hehehe, (11) Kang Ola dengan tunggangannya si merah putih alias si gajah yang melegenda, (12) Om Tsauban, tetangga sebelah rumah, (13) Om Ncep dan yuniornya (14) Aldi, dan (15) yang ngabsen tentunya. Wah, senangnya kalau ramai begini, padahal biasanya jumlah kami kalau gowes bisa dihitung dengan sebelah tangan. Seperti masa awal-awal gowes kalau begini, hehehe.... Semoga bisa bertahan ya.... Ayo kita ramaikan lagi, Om-Om!
Setelah pengarahan singkat dari Om Yopie dan berdoa, kami segera meluncur walaupun sempat tertunda karena sedikit masalah pada sepeda Aldi. Tapi rapopo, namanya juga piknik, santai saja, Om. Untungnya, kemudian Aldi kembali bergabung dengan rombongan di simpang Pondok Kahuru, Ciomas, tentunya dikawal seniornya, Om Ncep, hehehe....
Baru sampai Jalan Palka setelah melewati Bongla, Om Tsauban harus balik kanan karena kedatangan tamu (tapi bukan tamu “bulanan”) loh, sementara Om Yusman balik kiri karena lupa bawa sarung buat solat Jumat,,, euleuh.... . Oh ya, Jalan Bongla sudah semakin memprihatinkan kondisinya. Sampai-sampai Om Tsauban gak ingat kalau pernah lewat situ karena terakhir lewat, kondisi aspal masih mulus-surulus! Sekarang no comment lah.
Selanjutnya, kami menanjak menuju Ciomas melewati Jalan Palka yang sudah dilapisi beton walau masih sebagian dan berbaur dengan asap kendaraan dan butiran debu dari penambangan pasir. Mantap! Ingin rasanya ketika lewat jalan ini, bisa di-skip saja dan langsung sampai ke Ciomas, atau bisa pakai teleport seperti di film Star Trek, hehehe....
Ya sudah, saya skip sampai simpang tiga Pondok Kahuru. Di sini, semua anggota rombongan sirkus sepeda berisitrahat untuk memulihkan tenaga sambil menambah perbekalan. Jam masih menunjukkan pukul 10, tapi sinar matahari sudah terasa menyengat. Saya lihat langit, tampak berwarna biru cerah tanpa gugusan awan.
Hampir finish padahal
Estimasi sampai tujuan sekitar satu jam lagi. Artinya pas, sampai tujuan kami bisa langsung memersiapkan solat Jumat di Desa Ujung Tebu. Sekitar 3 km menjelang tujuan, kami rehat kembali di sebuah pangkalan ojek sambil menunggu rombongan belakang. Tak dinyana, ternyata Om Dono sudah putar balik karena gangguan pada ototnya. Wah, itu peringatan dini supaya rutin gowes lagi, Om hehehe.... Tinggal Omars dan Indra nih. Tunggu punya tunggu, wuss...... , mereka berdua menyusul kami dengan kecepatan sekitar 40 km/jam. Bukan gowes tapi diperjalankan. Ya, diperjalankan oleh angdes, hehehe. Kalau pake GPS, pasti kecepatan rata-ratanya langsung meningkat drastis tuh, hehehe...... tapi rapopo, Om, namanya juga piknik, gak usah maksa, bukan?
Sesuai perkiraan, kami tiba di Desa Ujung Tebu, tepatnya di Kampung Gunung Kencana sekira pukul 11. Kami pun memersiapkan diri untuk solat Jumat sambil ngupi-ngupi di warung dekat masjid. Kang Ola dan Pak Zaenal sih survei sampai ke ujung jalan yang bisa dilalui sepeda untuk mencari informasi tentang lokasi curug sekalian tempat makan siang. Belakangan Kang Ola membawa kabar bagus kalau Teh Fitri siap memasak maksi buat kami. Baiklah, terima kasih, Kang Ola dan Teh Fitri. Kang Ola memang punya teteh dan emak di seantero jagad, sampai Pak Zaenal saja dibuat terheran-heran. Ibaratnya, kemana pun kami gowes, di situ pasti ada emak atau tetehnya Kang Ola, hahaha....
Ada yang unik dengan solat Jumat di sini. Selain, khotbahnya hanya menggunakan bahasa Arab, juga ada pembacaan qunut di rekaat kedua sebelum sujud, ditambah jamaah setempat melakukan tambahan solat dzuhur lagi seusai solat Jumat. Baru lihat, saya.
Sholat usai
Setelah berfoto sambil bersarung di masjid ala grup Five Minutes, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, seketika menggantikan panas yang tadi menerpa. Alhamdulillah sueger walaupun kami masih harus jalan kaki atau gowes lagi untuk berkencan dengan sambel honje. Sambel itu memang mantap! Walaupun hanya ditemani ikan asin, tempe, dan lalapan, makan beralas daun pisang adalah sesuatu. Tapi Om-Om, daun pisangnya jangan dijadikan lalapan ya.
Sambel honje
Hujan telah reda, perut pun kenyang, kami siap-siap menuju Curug Sawer. Informasi dari penduduk setempat, jalan menuju lokasi tidak dapat dilalui kecuali dengan berjalan kaki. Kami pun mengikuti saran itu. Sepeda kami parkir di rumah Teh Fitri, kecuali Kang Ola. Dia dengan semangat 45 menuntun dan menggendong si merah putihnya menuju curug. Mantap! Supaya tidak kesasar, kami diantar oleh anak-anak setempat yang sudah biasa bermain ke sana.
Jangan kepeleset
Cuap-cuap
Baru beberapa ratus meter, kami sudah melewati hutan dengan trek tunggal berlumut. Sangat licin. Terus, harus naik-turun melewati pematang-pematang sawah yang sempit dan bertingkat-tingkat. Memang sulit kalau membawa sepeda. Di sebelah sawah adalah jurang setinggi belasan meter. Hati-hati terpeleset karena jalanan licin sehabis hujan. Di latar belakang, Gunung Karang terlihat sangat indah. Selanjutnya, kami harus menyusuri jalur permanen terbuat dari semen selebar 40cm sejajar dengan saluran air yang dibuat selokan. Permanen? Ya, sampai Om Agus bertanya siapa yang membangunnya padahal jauh dari perkampungan penduduk. Sepertinya yang membuat tukang bangunan, Om, bukan Sangkuriang atau Bandung Bondowoso hehehe.....
Akhirnya, setelah berjalan sejauh sekitar 1,5 km, sampailah kami di Curug Sawer. Sesuai dengan namanya Sawer, tempias air dari atas curug “nyawer” ke seluruh tempat di sekitarnya. Tidak ada tempat yang steril dari saweran ini. Semuanya basah.
Curug yang terletak di kaki Gunung Karang, tepatnya Kampung Gunung Kencana, Desa Ujung Tebu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang, Provinsi Banten pada posisi S6 15.925 E106 00.950 di ketinggian 607 m dpl ini sebenarnya tidak terlalu besar. Tingginya hanya sekitar 20 m dan lebar 5 m. Untungnya karena baru hujan, debit air di curug berlimpah dan bisa dipakai mandi. Tempat jatuhnya air pun dangkal saja, hanya kira-kira sepaha orang dewasa.
Memang dengan kondisi jalan menuju ke sana yang kami lewati, curug ini sah disebut sebagai curug yang masih perawan. Sepeda Kang Ola si merah putih adalah sepeda pertama yang mandi di curug ini. Perlu masuk ke Guinnes Book of Record atau MURI nih kayaknya. Selanjutnya, sudahlah, pasti berbagai gaya diperagakan para goweser pemburu curug sambil berfoto-ria, termasuk gaya andalan Kang Ola ngangkat gajah. Saya malah bengek kedinginan hahaha.....
Curug Sawer
Setelah puas bermain air seperti masa kecil dulu—ya memang ada sifat kekanakan pada setiap orang dewasa—kami pun bersiap kembali ke Kp. Gunung Kencana untuk persiapan gowes balik ke Serang. Ternyata kalau balik terasa lebih cepat. Apalagi Kang Ola yang di beberapa titik tinggal merosot saja pakai sepeda karena jalanan memang menurun terus.
Selepas asar, kami kembali menuju Desa Ujung Tebu dan menikmati turunan melewati Pasar Ciomas, Jalan Palka sampai masuk ke Jalan Bongla, hanya sekitar 35-40 menit. Sepertinya grup depan sudah tidak sabar ingin finish pertama.
Rencana berikutnya adalah kami langsung menuju ke Ex Bar cafe-nya Vito di Pondok Tiara, Cinanggung untuk ngopi-ngopi (lagi). Sampai di sana sekitar menjelang magrib. Tidak terlalu lama kami di sana karena harus segera balik ke rumah. Sayang sebenarnya karena Om Opik sudah dapat SIM (Surat Izin Menggowes) sampai pagi hehehe.... Nanti, Om, kita sambung lagi di acara dan gelombang yang sama, insya Allah.
Data statistik perjalanan kali ini menurut Mang Garmin sebagai berikut:
jarak adalah 63,35 km, waktu gowes dan trekking efektif 5:22 jam padahal waktu total adalah hampir 11 jam hahaha...., ketinggian maksimal 613 m dpl, total tanjakan 600 m, kalori dibakar 5.041 kcal.
Dari Ex Bar, rencana semula, saya mau konvoi dengan Puri 1 (Om Didit) dan Puri 2 (Kang Ola). Apa daya, sepertinya saya “ditarik” Puri 2 buru-buru, jadinya meninggalkan Puri 2 di Ex Bar hehehe..... maaf, Om Dit, saya duluan. Mudah-mudahan bisa gowes lagi ramai-ramai.
Yuk, kita kemana lagi kapan? Dari Ex Bar, rencana semula, saya mau konvoi dengan Puri 1 (Om Didit) dan Puri 2 (Kang Ola). Apa daya, sepertinya saya “ditarik” Puri 2 buru-buru, jadinya meninggalkan Puri 2 di Ex Bar hehehe..... maaf, Om Dit, saya duluan. Mudah-mudahan bisa gowes lagi ramai-ramai.
Total perjalanan
Curug Sawer nih di ujung kanan
Profil perjalanan
Yang punya foto :)
SXC2 Serang XC Community www.sepedaan.com
Post a Comment Blogger Facebook