Oh Sumatera. Rencana jalan tol sudah diperjuangkan lebih setahun lalu, hasilnya: masih harus berjuang untuk mendapatkan keputusan. Jaringan listrik lintas Sumatera yang dimulai tahun 2008, belum tahu entah selesai kapan. Dua pembangkit listrik besar yang dibangun, dua-duanya menjerit.
Pembangkit listrik paling ramah lingkungan Asahan III di Sumatera Utara belum bisa dimulai. Izin lokasinya kini sudah mau ulang tahun yang ke-3. Masih juga berbentuk izin lokasi. Belum bisa bergerak. Bahkan izin lokasi itu menimbulkan kesengsaraan: bupati yang mengeluarkannya menjadi terdakwa. Saya merasa bersalah. Terutama kepada Pak Bupati Toba Samosir. Sayalah yang mendesak Pak Bupati agar segera mengeluarkan izin lokasi. Agar PLTA 180 MW itu bisa segera dibangun. Agar kekurangan listrik di Sumut teratasi.
Dana pembangunan PLTA itu sudah lama tersedia. Sudah tujuh tahun yang lalu. Bantuan Jepang. Kita sungguh malu kepada Jepang. Diberi uang tidak bisa menggunakannya. Saya lihat lokasi proyek itu juga sudah siap. Hasil studi konsultan Jepang, Nippon Koy, menunjuk lokasi itulah yang tepat. Uang ada. Hasil studi ada. Pemenang tender sudah siap kerja. Penduduk setempat juga sudah bersedia diganti rugi. Uang sudah dibayarkan. Lokasi itu memang berbentuk desa, tegalan, dan persawahan.
Lalu terungkaplah bencana itu: menurut peta entah zaman apa, lokasi itu ternyata termasuk hutan! Bupati dianggap memberi izin lokasi PLTA di tanah hutan! Bupati pun jadi tersangka. Proyek langsung seperti kipas angin yang dicopot kabelnya: berhenti berputar.
Kenapa lokasi yang sudah berpuluh tahun menjadi pedesaan itu masih tercatat sebagai hutan, tidak ada yang tahu. Nasib Sumut!
Demikian juga pembangkit listrik raksasa di Pangkalan Susu 2200 MW. Tiang listrik untuk mengalirkan daya itu ke Medan belum bisa didirikan semua. Ruwet. Mbulet. Sampai-sampai saya sering bertanya kepada diri sendiri: di Sumut ini siapa sih sebenarnya yang perlu listrik?
Oh Sumatera! Pulau yang amat kaya energi! Pulau yang kekurangan energi!
Lihatlah satu lagi yang ini: pemerintah sudah menetapkan proyek jaringan listrik 275 kv dari Palembang di Sumatera Selatan menuju Medan di Sumatera Utara. Maksudnya agar listrik dari lumbung energi di Sumsel bisa dikirim dengan cara murah ke Sumut. Uangnya sudah ada. Kontraktornya sudah ditentukan melalui tender internasional. Jaringan itu mulai dibangun tahun 2008.
Sampai sekarang baru sebagian kecil yang jadi. Sebagian besar masih terkatung-katung. Sekali lagi penyebabnya sama: status tanah hutan. Jaringan itu harus melintasi ribuan kilometer hutan. UU menyebutkan kegiatan seperti jaringan listrik tidak diizijnkan melintasi hutan. Meski jaringan itu cukup lewat di atas hutan tanpa menebang hutannya.
Jumat lalu saya kumpulkan direksi PLN dan direksi perusahaan-perusahaan kontraktor BUMN. Untuk membahas apakah BUMN kontraktor bisa membantu mempercepatnya. Kesimpulannya: tidak bisa. Persoalannya bukan di pekerjaan proyek, tapi di perizinan.
Saya tidak mau menyerah. Menunggu selesainya proyek jaringan 275 itu sungguh merugikan Sumatera. Maka saya kemukakan ide baru: membangun jalan tol listrik yang lebih besar. Yakni sistem 500 kv seperti di Jawa (dari Paiton di Jawa Timur ke Suralaya di Banten).
Dasar pemikiran saya: 1) sistem 275 kv itu tidak memiliki unsur kepastian kapan bisa jadi. 2) rute jaringan 275 kv itu juga terlalu panjang. Palembang-PagarAlam-Kilimanjaro-Payakumbuh-Sidempuan-Tarutung-Medan. 3) sistem itu sudah tidak cocok dengan kemajuan ekonomi Sumatera belakangan ini. Beban listrik di Sumatera sudah tidak akan mampu ditanggung oleh sistem 275 kv.
Maka forum itu menyetujui harus dibangun tol listrik dari Sumsel ke Sumut dengan sistem seperti di Jawa. Saya tidak bermaksud mengoreksi perencanaan lama yang sudah tidak relevan dengan kemajuan baru Sumatera. Sistem 275 kv itu direncanakan 15-20 tahun yang lalu. Para perencana di masa lalu tentu tidak menyangka kemajuan Sumatera sehebat ini.
Saya minta segera distudi jalan tol listrik 500 kv Sumatera ini. Tiga bulan harus sudah kelihatan hasilnya. Tidak perlu utang luar negeri. Tidak perlu juga APBN. Atasi dengan kemampuan sinergi BUMN. Jalurnya harus lebih pendek. Palembang-Medan lewat pantai timur. Lewat Jambi.
Saya juga bermaksud mengajak para bupati untuk menjadi pemegang saham. Agar perizinan di lokasi-lokasi tapak tower menjadi bagian para bupati. Proyek ini bisa menjadi konsursium antara BUMN dan Pemda. Seperti jalan tol atas laut di Bali. PLN yang tidak punya uang itu, cukup sebagai pengguna.
Begitu menantang keadaan ini!
Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Follow @wisbenbae