Bagi penduduk Jepang terutama yang berada di Pulau Honshu, pasti sudah akrab dengan istilah Jalur Utama Toukaido (Tokaido Hon-Sen). Jalur ini adalah jalu tersibuk Japan Railways (JR) yang menghubungkan Tokyo (wilayah Kanto) dan Kobe (wilayah Kansai). Jalur ini banyak digunakan sehari-hari oleh penduduk Pulau Honshu, terutama yang bermukim di antara Tokyo dan Kobe. Sarana kereta apinya menggunakan Shinkansen atau kereta biasa.
Libur musim dingin tahun 2011 kemarin, saya berkesempatan untuk melakukan tur satu hari di jalur Toukaido Hon-Sen dari Shizuoka (tempat saya tinggal saat ini) hingga Nagoya. Memang tidak seluruh Toukaido Hon-Sen saya lewati, karena memang satu hari tidak akan cukup jika ingin menjelajahi semuanya.
Saya dan teman memutuskan untuk menggunakan “Seishuun Juu Hachi Kippu” (“Youthful 18 Ticket“) untuk berkeliling selama satu hari ini. Seishuun Juu Hachi Kippu adalah tiket yang dikeluarkan oleh pihak JR hanya pada musim liburan (musim semi, musim panas dan musim dingin) dengan harga kurang lebih ¥11,000. Kelebihan tiket ini adalah kita dapat naik kereta JR (kecuali Shinkansen) selama satu hari sepuasnya. Kita juga mendapatkan slot lima hari penggunaan (tidak harus berurutan) yang dapat digunakan sendirian ataupun bersama orang lain. Namun, waktu penjualan dan pemakaiannya terbatas.
Akhirnya, dengan berbekal Seishuun Juu Hachi Kippu di tangan, pukul enam pagi dimulailah petualangan satu hari kami menaiki kereta biasa di jalur Toukaido Hon-Sen dari Shizuoka hingga Nagoya. Tentu perjalanan kami tidak hanya dari Shizuoka langsung menuju Nagoya, karena artinya tiket kami akan sia-sia. Kami memutuskan untuk berhenti di beberapa titik yang menurut kami menarik namun jarang diketahui pihak lain.
Jalur dari Shizuoka ke Nagoya, bagian dari Toukaido Hon-Sen
Dari Shizuoka hingga Nagoya kira-kira kami melewati 50 stasiun jika menggunakan kereta biasa. Perhentian pertama kami jatuh pada stasiun Shimada, tujuh stasiun dari Shizuoka. Kenapa kami memutuskan untuk berhenti di sini? Di dekat stasiun ini ada sebuah jembatan yang sangat terkenal di Jepang, yaitu jembatan Hourai. Apa yang istimewa dari sebuah jembatan biasa? Mungkin tidak semua orang tahu, jembatan Hourai yang dibangun pada tahun 1879 adalah jembatan kayu terpanjang di dunia yang masuk pada Buku Rekor Guinness tahun 1997. Jembatan ini tampak masih kuat kokoh berdiri di atas Sungai Oi dan digunakan penduduk setempat untuk menyeberang harian. Namun sayangnya, ketika kami ke sana, setengah dari jembatan ditutup karena sedang ada perbaikan.
Jembatan Hourai
Puas menikmati pemandangan dan suasana Jembatan Hourai, kami melanjutkan perjalan ke perhentian selanjutnya. Pemberhentian kedua kami adalah stasiun Kakegawa, tiga stasiun dari Shimada. Di sini kami memutuskan untuk melihat salah satu istana yang terkenal di Jepang, Istana Kakegawa. Istana yang dibangun pada era Bunmei ini direkonstruksi ulang dari bentuk aslinya setelah beberapa kali rusak oleh gempa.
Stasiun Kakegawa
Istana Kakegawa
Sayang kami datang pada musim dingin, karena keindahan Istana Kakegawa jadi tidak terlihat sepenuhnya. Kebetulan ketika kami datang sedang ada pembagian gratis sake manis yang tidak beralkohol (“Ama Zake”) dan jeruk bagi para pengunjung untuk menghangatkan badan. Jadi, sembari menikmati sake manis hangat, kami pun menikmati pemandangan dari masa lalu yang terbentang di depan kami. Tentu saja, tidak lupa kami juga melihat-lihat bagian dalam istana tersebut.
Sake manis dan jeruk gratis
Puas menikmati pemandangan dari masa lalu, kami pun melanjutkan perjalanan kami. Pemberhentian ketiga kami jatuh pada stasiun Bentenjima, sembilan stasiun dari Kakegawa. Bentenjima terkenal dengan gerbang Torii merahnya yang besar dan megah yang terletak di laut Pasifik. Karena sudah jam makan siang, kami pun memutuskan untuk beristirahat sejenak untuk makan bekal. Sambil menikmati bekal, kami pun menikmati pemandangan yang terbentang di depan kami.
Gerbang Torii
Selesai makan siang, kami pun melanjutkan perjalanan menuju tujuan kami, Nagoya. Kali ini kami memutuskan untuk tidak berhenti di tengah jalan karena waktu sudah tidak memungkinkan. Sesampainya si stasiun Kanayama, kami memutuskan berhenti di sini karena harus pindah dengan kereta bawah tanah ke tempat tujuan pertama kami di Nagoya, kuil Atsuta Jingu. Kebetulan ketika kami datang ke sana, masih berdekatan dengan tahun baru, sehingga suasana hatsumoude (ritual mendatangi kuil di tahun baru) masih sangat terasa. Dan tentu saja, setiap ada acara, pasti ada banyak jajanan yang menemani. Jadilah setelah kami memasuki kuil Atsuta Jingu, kami pun ikut menikmati jajanan yang tersedia.
Jajanan di sekitar kuil
Ritual Hatsumoude
Setelah beristirahat sejenak ditemani takoyaki (cemilan festival Jepang), kami pun berjalan menuju istana Nagoya. Namun saying sekali, jam kedatangan kami bertepatan dengan jam tutup istana. Salah satu hal yang saya sayangkan dengan wisata istana di Jepang adalah seringkali waktu buka ataupun tutup pengunjung kurang jelas.
Untuk menutupi rasa kecewa, kami pun memutuskan untuk menuju tempat terakhir kami hari itu: kuil Osu Kannon. Sesuai dengan namanya, kuil Osu Kannon adalah kuil untuk pemeluk agama Buddha yang memuja Dewi Kannon (Dewi Kwan Im). Satu hal yang menarik menurut saya, ternyata di kuil ini juga berlangsung hatsumoude. Kenapa menarik? Setahu saya, hatsumoude itu sendiri sebenarnya adalah tradisi pemeluk agama Shinto. Namun sepertinya, hal tersebut akhirnya menjadi sebuah budaya tersendiri, tidak peduli orang tersebut memeluk agama apa. Oleh karena hal tersebut, ketika kami datang kesana, kuil Osu Kannon penuh dengan para pengunjung yang ingin “ber-hatsumoude” dan penuh dengan kios-kios jajanan.
Istana Nagoya
Di dekat kuil Osu Kannon, terdapat wilayah pertokoan yang kami putuskan untuk kunjungi. Berbagai makanan dan toko terdapat di sana, termasuk sebuah toko kebab halal yang tentu saja membuat kami berteriak bahagia. Di Jepang agak sulit menemukan tempat makanan halal. Karena waktu yang kami miliki tidak banyak, setelah membeli makanan untuk dimakan selama di perjalanan, kami memutuskan untuk kembali ke Shizuoka.
Dalam perjalanan pulang ke Shizuoka, kami memutuskan untuk berhenti sesaat di stasiun Bentenjima untuk melihat gerbang Torii tersebut di malam hari. Gerbang tersebut tampak indah menyala merah di tengah-tengah gelapnya lautan. Puas melihat pemandangan tersebut, kami pun melanjutkan perjalanan pulang kami.