Mungkin dari kita ada yang kurang akrab dengan nama salah seorang sahabat Rasulullah saw., yaitu Said bin Amir Al Jumahi. Padahal kebesaran namanya telah membuat berbagai mata tertuju padanya. Seorang pejabat, bukan sembarang pejabat. Seorang pejabat dari sebuah negara besar berperadaban agung, yang terpancar dari tanah tandus Arabia. Dia lah Said bin Amir, yang ketakwaannya telah membuat Umar menangis. Karena ketakwaannyalah, Said bin Amir memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah swt.
DIANGKAT MENJADI GUBERNUR
Pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Umar bin Khathab, Said bin Amir diangkat menjadi gubernur. Dikatakan kepadanya, “Wahai Said, saya mengamanahkan Anda sebagai gubernur di Homs.” Homs adalah sebuah kota di daerah Syam. Mendengar perkataan Umar itu, Said justru berkata, “Hai Umar, aku ingatkan dirimu akan Allah! Janganlah Anda menjerumuskan saya ke dalam fitnah!” Perkataan Said itu ternyata membuat Umar marah. “Sungguh celakalah kalian! Kalian menaruh urusan berat ini di pundakku, lalu kalian berlepas diri dariku! Demi Allah, aku tidak akan melepaskanmu!!”
Lalu Umar berkata kepada Said, “Kalau begitu Anda akan saya gaji.” Tetapi Said justru berkata, “Untuk apa gaji itu Amirul Mukminin? Sesungguhnya pemberian dari Baitul Mal telah mencukupi kebutuhanku.” Setelah itu, Said pun segera berangkat ke Homs.
SAID BIN AMIR: GUBERNUR YANG MISKIN
Di lain kesempatan datanglah orang-orang dari Homs. Mereka menghadap Umar. Di hadapan mereka, Umar berkata, “Catatlah daftar nama-nama orang miskin di Homs, agar aku dapat mencukupi kebutuhan mereka.” Kemudian orang Homs itu mulai mencatat nama-nama orang miskin di Homs. Di sana ada banyak nama. Tetapi dari sekian nama itu ada yang membuat Umar heran, karena ada nama Said bin Amir.
Umar heran dan bertanya kepada utusan Homs itu. “Siapakah Said bin Amir ini?” Orang Homs itu pun berkata, “Itu adalah gubernur kami.” Umar terkejut, “Gubernurmu fakir?” Orang Homs itu pun menjawab, “Benar. Demi Allah, sudah beberapa hari di rumahnya tidak ada nyala api.” Nyala api yang dimaksud di sini adalah sumber energi. Sebab, pada masa itu nyala api bisa digunakan sebagai energi penerangan, atau bahan bakar untuk memasak, dan sejenisnya.
Kemudian, seketika itu Umar menangis. Air matanya membasahi jenggotnya. Lalu Umar mengambil uang sebanyak 1.000 dinar dan berkata kepada orang Homs itu, “Sampaikan salamku kepadanya, katakan bahwa ini dari Amirul Mukminin untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhannya.” Setelah itu, para utusn dari Homs itu pun berlalu dan pulang ke Homs.
Sesampainya di Homs, para utusan itu menghadap kepada gubernur mereka, Said bin Amir. Diserahkanlah sebuah kantong pemberian Umar. Setelah dibuka oleh Said bin Amir, ternyata berisi uang yang sangat banyak. Yang mengherankan, justru dia terkejut dan segera menjauhkan kantong itu darinya. Said pun berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun!” Bagaikan tertimpa suatu musibah, Said pun terkejut bukan main. Istrinya pun turut keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Istrinya pun turut terkejut, “Ada apa wahai Said? Apakah Amirul Mukminin meninggal dunia?” Said menjawab, “Tidak. Justru lebih besar dari itu.” Istrinya bertambah heran, “Apakah kaum muslim berada dalam kondisi bahaya?” Said berkata lagi, “Tidak. Bahkan lebih besar dari itu.” Istrinya bertambah heran, “Apa yang lebih besar dari itu semua?” Said menjawab, “Dunia telah memasuki diriku, dan fitnah telah datang ke rumahku.” Istrinya pun berkata, “Bebaskanlah dirimu dari dunia wahai Said.” Kemudian Said berkata kepada istrinya, “Apakah kamu mau membantuku?” Istrinya menjawab, “Ya.” Kemudian Said mengeluarkan uang-uang itu dan meminta istrinya untuk membagi-bagikannya kepada orang yang miskin.
Subhanallah! Gubernur mana yang mampu berbuat seperti ini? Istri gubernur mana yang mampu menahan diri dari kenikamatan dunia? Subhanallah..
PENGADUAN RAKYAT HOMS TERHADAP SAID BIN AMIR
Di lain kesempatan, suatu ketika Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam. Umar singgah sebentar di Homs. Di Homs, Umar disambut oleh para penduduk. Umar pun bertanya kepada mereka, “Bagaimana sikap gubernur kalian terhadap kalian?” Maka rakyat Homs pun mengadukan tentang empat hal. Kemudian, dipanggillah Said bin Amir di hadapan rakyatnya.
Setelah jawaban itu, Umar pun berkata kepada rakyat Homs. “Apa lagi yang kalian keluhkan?” Mereka berkata, “Sesungguhnya Said tidak mau menerima tamu pada malam hari.” Umar pun berkata, “Apa jawabmu tentang hal itu wahai Said?” Lalu Said menjawab, “Sesungguhnya aku juga tidak suka untuk mengumumkan ini. Aku telah menjadikan siang hari untuk rakyatku dan malam hari hanya untuk Allah Azza wa Jalla.”
Umar pun meminta pengaduan yang selanjutnya, “Sesungguhnya Said tidak keluar menemui kami satu hari dalam sebulan.” Umar bin Khathab berkata, “Dan apa pula ini wahai Said?” Said bin Amir pun menjawab, “Aku tidak mempunyai pembantu wahai Amirul Mukminin, dan aku tidak mempunyai baju kecuali yang aku pakai ini, dan aku mencucinya sekali dalam sebulan, dan aku menunggunya hingga baju itu kering, kemudian aku keluar menemui mereka pada sore hari.”
Umar kembali meminta pengaduan yang lainnya. Rakyat Homs berkata, “Said sering pingsan, hingga ia tidak tahu orang-orang yang duduk di majelisnya.” Lalu Said pun menjawab, “Aku telah menyaksikan pembunuhan Khubaib bin ‘Adiy. Saat itu aku masih musyrik. Aku melihat orang-orang Quraisy memutilasi badannya sambil berkata, ‘Apakah kamu ingin kalau Muhammad menjadi penggantimu?’ maka ia berkata, ‘Demi Allah aku tidak ingin merasa tenang dengan istri dan anak, sementara Muhammad tertusuk duri. Dan demi Allah, aku tidak mengingat hari itu dan bagaimana aku tidak menolongnya, kecuali aku menyangka bahwa Allah tidak mengampuni aku…’ maka akupun jatuh pingsan.”
Umar pun berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menyimpangkan dugaanku padanya.” Sebab, Umar memang menduga bahwa Said tidak mungkin melakukan penyimpangan. Umar pun kemudian memberikan sejumlah uang sebanyak 1.000 dinar untuk Said. Melihat uang itu, Said berkata kepada istrinya, “Apakah kamu menginginkan sesuatu yang lebih baik dari ini?” Istrinya menjawab, “Apa itu?” Said berkata, “Kita berikan dinar itu kepada yang mendatangkannya kepada kita, pada saat kita lebih membutuhkannya.” Istrinya berkata, “Apa itu wahai Said?” Said pun menjawab, “Kita pinjamkan dinar itu kepada Allah dengan pinjaman yang baik.” Istrinya berkata, “Benar, dan semoga kamu dibalas dengan kebaikan.”
Subhanallah. Tidak terasa, gerimis pun menetes di sudut mata. Betapa lemah diri kita ketika tidak mampu bersikap sebagaimana sikap Said bin Amir Al Jumahi?
Sumber:
disarikan dari buku Kisah Teladan Para Sahabat Nabi karya Ustadz Zainuddin Yusuf
DIANGKAT MENJADI GUBERNUR
Pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Umar bin Khathab, Said bin Amir diangkat menjadi gubernur. Dikatakan kepadanya, “Wahai Said, saya mengamanahkan Anda sebagai gubernur di Homs.” Homs adalah sebuah kota di daerah Syam. Mendengar perkataan Umar itu, Said justru berkata, “Hai Umar, aku ingatkan dirimu akan Allah! Janganlah Anda menjerumuskan saya ke dalam fitnah!” Perkataan Said itu ternyata membuat Umar marah. “Sungguh celakalah kalian! Kalian menaruh urusan berat ini di pundakku, lalu kalian berlepas diri dariku! Demi Allah, aku tidak akan melepaskanmu!!”
Lalu Umar berkata kepada Said, “Kalau begitu Anda akan saya gaji.” Tetapi Said justru berkata, “Untuk apa gaji itu Amirul Mukminin? Sesungguhnya pemberian dari Baitul Mal telah mencukupi kebutuhanku.” Setelah itu, Said pun segera berangkat ke Homs.
SAID BIN AMIR: GUBERNUR YANG MISKIN
Di lain kesempatan datanglah orang-orang dari Homs. Mereka menghadap Umar. Di hadapan mereka, Umar berkata, “Catatlah daftar nama-nama orang miskin di Homs, agar aku dapat mencukupi kebutuhan mereka.” Kemudian orang Homs itu mulai mencatat nama-nama orang miskin di Homs. Di sana ada banyak nama. Tetapi dari sekian nama itu ada yang membuat Umar heran, karena ada nama Said bin Amir.
Umar heran dan bertanya kepada utusan Homs itu. “Siapakah Said bin Amir ini?” Orang Homs itu pun berkata, “Itu adalah gubernur kami.” Umar terkejut, “Gubernurmu fakir?” Orang Homs itu pun menjawab, “Benar. Demi Allah, sudah beberapa hari di rumahnya tidak ada nyala api.” Nyala api yang dimaksud di sini adalah sumber energi. Sebab, pada masa itu nyala api bisa digunakan sebagai energi penerangan, atau bahan bakar untuk memasak, dan sejenisnya.
Kemudian, seketika itu Umar menangis. Air matanya membasahi jenggotnya. Lalu Umar mengambil uang sebanyak 1.000 dinar dan berkata kepada orang Homs itu, “Sampaikan salamku kepadanya, katakan bahwa ini dari Amirul Mukminin untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhannya.” Setelah itu, para utusn dari Homs itu pun berlalu dan pulang ke Homs.
Sesampainya di Homs, para utusan itu menghadap kepada gubernur mereka, Said bin Amir. Diserahkanlah sebuah kantong pemberian Umar. Setelah dibuka oleh Said bin Amir, ternyata berisi uang yang sangat banyak. Yang mengherankan, justru dia terkejut dan segera menjauhkan kantong itu darinya. Said pun berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun!” Bagaikan tertimpa suatu musibah, Said pun terkejut bukan main. Istrinya pun turut keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Istrinya pun turut terkejut, “Ada apa wahai Said? Apakah Amirul Mukminin meninggal dunia?” Said menjawab, “Tidak. Justru lebih besar dari itu.” Istrinya bertambah heran, “Apakah kaum muslim berada dalam kondisi bahaya?” Said berkata lagi, “Tidak. Bahkan lebih besar dari itu.” Istrinya bertambah heran, “Apa yang lebih besar dari itu semua?” Said menjawab, “Dunia telah memasuki diriku, dan fitnah telah datang ke rumahku.” Istrinya pun berkata, “Bebaskanlah dirimu dari dunia wahai Said.” Kemudian Said berkata kepada istrinya, “Apakah kamu mau membantuku?” Istrinya menjawab, “Ya.” Kemudian Said mengeluarkan uang-uang itu dan meminta istrinya untuk membagi-bagikannya kepada orang yang miskin.
Subhanallah! Gubernur mana yang mampu berbuat seperti ini? Istri gubernur mana yang mampu menahan diri dari kenikamatan dunia? Subhanallah..
PENGADUAN RAKYAT HOMS TERHADAP SAID BIN AMIR
Di lain kesempatan, suatu ketika Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam. Umar singgah sebentar di Homs. Di Homs, Umar disambut oleh para penduduk. Umar pun bertanya kepada mereka, “Bagaimana sikap gubernur kalian terhadap kalian?” Maka rakyat Homs pun mengadukan tentang empat hal. Kemudian, dipanggillah Said bin Amir di hadapan rakyatnya.
Setelah Said ada di antara mereka, rakyatnya pun mengadukan empat hal itu. Mereka berkata, “Said tidak pernah keluar menemui kami, kecuali hari telah siang.” Umar menyuruh Said menjawab pengaduan rakyatnya, “Demi Allah sesungguhnya aku tidak ingin mengucapkan hal itu, namun kalau memang harus dijawab, sesungguhnya keluargaku tidak mempunyai pembantu, maka aku setiap pagi harus membuat adonan, kemudian aku tunggu sebentar sehingga adonan itu menjadi mengembang. Kemudian aku buat adonan itu menjadi roti untuk mereka. Kemudian aku berwudhu dan keluar menemui orang-orang.”
Setelah jawaban itu, Umar pun berkata kepada rakyat Homs. “Apa lagi yang kalian keluhkan?” Mereka berkata, “Sesungguhnya Said tidak mau menerima tamu pada malam hari.” Umar pun berkata, “Apa jawabmu tentang hal itu wahai Said?” Lalu Said menjawab, “Sesungguhnya aku juga tidak suka untuk mengumumkan ini. Aku telah menjadikan siang hari untuk rakyatku dan malam hari hanya untuk Allah Azza wa Jalla.”
Umar pun meminta pengaduan yang selanjutnya, “Sesungguhnya Said tidak keluar menemui kami satu hari dalam sebulan.” Umar bin Khathab berkata, “Dan apa pula ini wahai Said?” Said bin Amir pun menjawab, “Aku tidak mempunyai pembantu wahai Amirul Mukminin, dan aku tidak mempunyai baju kecuali yang aku pakai ini, dan aku mencucinya sekali dalam sebulan, dan aku menunggunya hingga baju itu kering, kemudian aku keluar menemui mereka pada sore hari.”
Umar kembali meminta pengaduan yang lainnya. Rakyat Homs berkata, “Said sering pingsan, hingga ia tidak tahu orang-orang yang duduk di majelisnya.” Lalu Said pun menjawab, “Aku telah menyaksikan pembunuhan Khubaib bin ‘Adiy. Saat itu aku masih musyrik. Aku melihat orang-orang Quraisy memutilasi badannya sambil berkata, ‘Apakah kamu ingin kalau Muhammad menjadi penggantimu?’ maka ia berkata, ‘Demi Allah aku tidak ingin merasa tenang dengan istri dan anak, sementara Muhammad tertusuk duri. Dan demi Allah, aku tidak mengingat hari itu dan bagaimana aku tidak menolongnya, kecuali aku menyangka bahwa Allah tidak mengampuni aku…’ maka akupun jatuh pingsan.”
Umar pun berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menyimpangkan dugaanku padanya.” Sebab, Umar memang menduga bahwa Said tidak mungkin melakukan penyimpangan. Umar pun kemudian memberikan sejumlah uang sebanyak 1.000 dinar untuk Said. Melihat uang itu, Said berkata kepada istrinya, “Apakah kamu menginginkan sesuatu yang lebih baik dari ini?” Istrinya menjawab, “Apa itu?” Said berkata, “Kita berikan dinar itu kepada yang mendatangkannya kepada kita, pada saat kita lebih membutuhkannya.” Istrinya berkata, “Apa itu wahai Said?” Said pun menjawab, “Kita pinjamkan dinar itu kepada Allah dengan pinjaman yang baik.” Istrinya berkata, “Benar, dan semoga kamu dibalas dengan kebaikan.”
Subhanallah. Tidak terasa, gerimis pun menetes di sudut mata. Betapa lemah diri kita ketika tidak mampu bersikap sebagaimana sikap Said bin Amir Al Jumahi?
Sumber:
disarikan dari buku Kisah Teladan Para Sahabat Nabi karya Ustadz Zainuddin Yusuf
[www.globalmuslim.web.id]