Masakan Indonesia terbukti dikenal di dunia internasional. Salah satunya di Ukraina. Di sela-sela liputan pesta sepak bola Eropa itu, wartawan Wisbenbae AGUNG PUTU ISKANDAR bersempatan menemui chef spesialis masakan Indonesia di sebuah hotel berbintang di Kiev.
What would you like to eat? Nasi goreng and mi goreng are our special foods, kata Irina Rudchenko, salah seorang pramusaji di restoran Hyatt Regency Hotel, Kiev, Rabu (20/6) malam lalu.
Tawaran nasi goreng dan mi goreng itu jelas sangat mengagetkan. Apalagi, mengetahui bahwa Ukraina adalah negeri berjarak 19 jam penerbangan pesawat dari Indonesia.
Saat Wisbenbae memastikan apakah nasi goreng dan mi goreng yang ditawarkan benar-benar makanan dari Indonesia, Irina justru tertawa. Gadis manis berambut pirang asli Ukraina itu mengatakan bahwa mereka membawa chef dari Indonesia khusus untuk memasak dua makanan tersebut. Itu dia, katanya sambil menunjuk Eko Koesprananto yang berada di antara peralatan masak komplet di bagian tengah restoran.
Eko yang dipanggil melambaikan tangan. Dia lantas menghampiri meja Wisbenbae. Eko memang asli Indonesia. Dia dari Ciracas, Jakarta Timur. Lelaki 31 tahun itu bekerja di Hyatt Regency Kiev sejak 2007. Tahun ini merupakan tahun kelima dia bekerja sebagai juru masak di ibu kota Ukraina tersebut.
Nasi goreng bikinan Eko sangat khas Indonesia. Kecap yang digunakan bahkan asli dari pabrik kecap tanah air. Makanan yang juga digemari Presiden AS Barack Obama itu dilengkapi kerupuk yang didatangkan dari Thailand.
Makanya, kerupuknya kurang gurih. Soalnya, kami ambil dari Thailand. Supplier belum bisa menyediakan yang asli dari Indonesia, kata Eko.
Nasi goreng dan mi goreng di hotel tersebut sangat terkenal di antara penggemar makanan internasional. Kata Irina, selain dua menu favorit itu, para tamu dan pengunjung restoran menggemari sate ayam.
Karena saking dikenalnya, tak peduli orang Ukraina atau turis asing, setiap kali mengorder makanan mereka menyebutnya dengan nasi goreng. Bukan fried rice atau istilah lain dalam bahasa Ukraina. Di daftar menu makanan tersebut juga ditulis nasi goreng. Tulisan fried rice diletakkan kecil di bawahnya.
Kendati secara rasa sudah persis nasi goreng asli Indonesia, Eko mengaku belum sreg. Pasalnya, banyak bumbu yang didatangkan bukan dari Indonesia, melainkan dari Thailand. Misalnya, terasi untuk sambal tambahan, beras, jeruk nipis, dan daun jeruk.
Eko tidak menggunakan beras Ukraina yang cenderung lembek dan gampang pecah. Yang dari Indonesia cuma kecap sama chef-nya, katanya lantas terkekeh.
Kecap itu pun tidak langsung dibeli dari Indonesia. Pemasok harus membelinya lewat Tiongkok terlebih dahulu. Eko kadang-kadang juga merasa sedih karena banyak bumbu yang tidak dipasok dari Indonesia. Padahal, masakan tersebut merupakan Indonesian Kitchen yang menjadi trademark internasional. Produk pertanian Indonesia masih kalah dengan Thailand.
Lelaki kelahiran 24 Desember 1980 itu lantas mengajak Wisbenbae ke apartemennya. Letaknya tak jauh dari hotel tempat dia bekerja. Apartemen tersebut terletak di kawasan Yaroslava, salah satu jalan utama di Kota Kiev.
Di sepanjang jalan itu kantor kedutaan besar negara-negara sahabat Ukraina ditempatkan. Mulai India, Polandia, hingga Prancis. Kalau di Jakarta, ini kawasan Menteng-lah, katanya.
Apartemen Eko hanya berjarak sepuluh menit berjalan kaki dari hotel. Eko tinggal di lantai empat. Apartemen tersebut berukuran cukup besar dengan empat kamar yang masing-masing berukuran 5 x 5 meter. Di situ dia tinggal bersama dua chef bawahannya plus seorang pegawai Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Ukraina.
Salah satu kamar dia gunakan untuk tinggal bersama istri dan anaknya. Saat Wisbenbae berkunjung ke apartemen itu, istri Eko dan anaknya masih di tanah air. Di salah satu pojok kamar terdapat laptop hitam yang tersambung internet. Buat Facebook-an kalau kangen rumah, katanya.
Eko merupakan lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti angkatan 1999. Setahun setelah lulus pada 2003, dia bekerja di Hyatt Regency Jakarta. Penggemar berat Inter Milan itu bekerja empat tahun hingga pada 2007 ditawari untuk menjadi chef di luar negeri. Eko langsung menyambar peluang tersebut. Sebab, bekerja di luar negeri merupakan cita-citanya sejak dulu.
Pada 2007 Eko hijrah ke Kiev, Ukraina. Dia meninggalkan putrinya, Kayyisa Luna Kievia, yang masih berusia 10 hari. Saat itu Hyatt Regency Kiev sedang dalam proses pembangunan. Hyatt, kata Eko, merupakan hotel internasional pertama yang didirikan di Ukraina. Dua tahun setelah itu baru hotel lain mengikuti jejak.
Di Hyatt Regency, Eko menjabat chef de partie atau selevel asisten manajer di sebuah restoran. Eko bertanggung jawab khusus terhadap makanan-makanan Asia. Sebagai chef yang setara asisten manajer, Eko memimpin demi chef dan commis chef yang bertugas di bidang teknis memasak. Eko bertugas di bawah arahan sous chef alias manajer restoran.
Saat kali pertama datang itulah dia bertemu sous chef yang berasal dari Indonesia. Rupanya, chef itulah yang meminta agar ada orang Indonesia di Ukraina. Sous chef yang asli Aceh itu hanya bertahan setahun.
Praktis setelah itu saya jalan sendiri. Agak lama kemudian saya mengajak dua chef untuk bantu saya di sini, katanya.
Eko menuturkan, tinggal di Kiev sungguh sangat nyaman. Apalagi, setelah dia mengajak sang istri, Dewi Melanie, bersama buah hatinya tinggal bersama. Kiev merupakan kota dengan penataan yang modern. Di hampir setiap tiga blok atau tiga gedung besar, pasti tersedia taman bermain bagi warga. Itu membuat anak dan istrinya sangat betah tinggal di perantauan.
Selain itu, keamanan terjamin. Mobil-mobil mewah diparkir di pinggir jalan mulai malam hingga pagi tetap aman. Tidak ada kaca spion hilang atau bodi mobil yang digores.
Meski isu rasisme tersiar santer pada Euro 2012 Ukraina, Eko merasa bersyukur bahwa selama lima tahun tinggal di Kiev tidak pernah mengalaminya. Dia bahkan berteman akrab dengan beberapa pegawai lokal.
Memang, kata dia, ada beberapa kawasan yang rentan kriminalitas. Namun di jalanan umum yang ramai, orang asing dari Asia atau Afrika tetap aman berlalu lalang. Dulu memang ada. Tapi, sekarang mulai jarang. Paling juga kalau jalan diliatin aja, tuturnya.
Eko mengakui, semua kesuksesan justru dia raih saat jauh dari rumah. Jika lima tahun lalu tidak memutuskan pindah ke Kiev, sangat mungkin karirnya mentok. Dia hanya akan menjadi chef rendahan. Tapi, karena jauh dari rumah, keahlian Eko jadi sangat langka. Tidak ada seorang pun warga lokal Ukraina yang bisa membuat nasi goreng seenak itu.
Alhasil, kesejahteraan Eko pun meningkat signifikan. Tempat tinggalnya kini dijamin oleh hotel tempat dia bekerja.
Berapa gajinya? Eko enggan mengungkapkannya secara detail. Anak pertama dari keluarga asli Betawi itu hanya memberikan kisaran Rp 10 juta-Rp 20 juta. Itu belum termasuk bonus-bonus jika restoran ramai.
Eko sedang berpikir untuk kembali ke Indonesia. Putri semata wayangnya kini sudah masuk usia sekolah. Dia merasa ragu untuk memasukkannya di sekolah internasional yang berbahasa Inggris.
Jika masuk ke sekolah umum di Ukraina, dia khawatir putrinya mengalami kendala bahasa. Lagi pula, Eko merasa tak bisa selamanya tinggal di Kiev atau kota lain di Ukraina.