“ we entered as a stranger, we came out as a brother..”
Pukul setengah tiga sampai juga kami di desa Ciboleger, hujan gerimis tampak turun siang hari itu. Kami sudah siap untuk basah-basahan dan main lumpur. Dari informasi yang kami peroleh, kedatangan kami ini masih dalam bulan kawalu dalam penanggalan suku baduy. Pada bulan-bulan kawalu ini orang luar dilarang menginap di Baduy dalam. Tapi Peter, anggota dari Surabaya memberitahukan bahwa kita masih tetap dapat menginap di baduy dalam asal membawa persyaratan-persyaratan untuk minta didoakan oleh sang ketua adat dan datang dengan alasan kemaleman. Informasi dari Peter ini sangat bermanfaat, kami yang dekat saja tidak tahu informasi ini, tapi dia di Surabaya bisa tahu mengenai hal ini. Dan saran dia didukung oleh guide kami sambil menawarkan persyaratan yang harus dibawa untuk dibeli.
Pukul setengah empat sore hujan pun berhenti dan kami pun langsung berangkat menuju Cibeo desa Baduy Dalam. Satu jam perjalanan semua masih kuat berjalan walaupun kalau boleh jujur sebenarnya pola jalan kami sangat lambat. Saya sendiri memilih jalan di paling belakang, menunggu teman-teman yang lain jalan cukup jauh supaya tidak sering berhenti ketika pas di tanjakan. Saya memakluminya karena sebagian besar dari kami jarang yang sering treking, saya pun menawarkan diri untuk bertukar tas kepada Kenya satu-satunya cewe yang membawa tas gunung yang tampaknya sudah kecapean. Entah sudah berapa kali kami turun naik bukit, menjelang malam kami berjalan semakin lambat mungkin karena jalannya yang gelap dan karena ada sebagian di antara kami yang tidak membawa senter. Saya berulang kali mengomeli kenya dan iin yang berjalan sangat lambat di belakang. Bukan karena dendam pribadi, tapi melihat hari sudah gelap dan dengan pola jalan mereka yang seperti ini bisa sampai malam sekali kami baru sampai di desa Baduy Dalam sekaligus agar lebih merapatkan barisan dengan yang di depan. Tampaknya mereka berdua sebal dengan omelan saya, Kenya menyuruh saya jalan duluan tapi saya tetap berada di paling belakang menjadi sweper. Cukup manjur juga karena jalan mereka menjadi lebih cepat. Dan sepanjang perjalanan itu entah sudah terhitung berapa kali terdengar suara jatuh, dan puncaknya adalah suara yang paling keras yang berasal dari ketua rombongan kami yang berbadan cukup besar, saya lihat bentuknya sudah tidak karuan penuh lumpur dan jalan nyeker, dan benar-benar sudah mirip seperti penduduk lokalnya. Tepat pukul delapan malam kami tiba di kampung Cibeo Baduy Dalam.
Tujuan kami selanjutnya adalah menuju sebuah desa di baduy luar. Beberapa jam naik turun bukit, melewati sungai dan jembatan bambu. Dan tepat pukul dua siang kami tiba di desa Gazebo Baduy Luar.
Malamnya kami membahas rencana besok pagi, sebenarnya ada lokasi yang sangat kami kunjungi siang nanti yaitu jembatan akar, tapi melihat lamanya perjalanan yang membutuhkan tujuh jam pulang-pergi dari Ciboleger, belum termasuk waktu tempuh dari sini ke Ciboleger yang membutuhkan waktu dua jam. Sebagian besar dari kami melupakan rencana ke lokasi itu karena pertimbangan kereta terakhir adalah pukul empat sore. Tidak akan terkejar jika kami memaksakan ke jembatan akar itu, walaupun saya memberi masukan untuk berangkat jam empat pagi dari sini jika benar-benar ingin ke jembatan akar tersebut.
Seperti hal-nya malam-malam sebelumnya, selalu susah memejamkan mata ketika paginya harus bangun dan melakukan perjalanan. Malam itu saya habiskan dengan ngobrol dengan teman chating saya, dan baru packing jam dua pagi. Masih ada waktu tiga jam lagi untuk tidur dan berangkat. “ayo... semangat nanti pagi bertemu teman-teman baru.” seseorang teman menyemangati saya.
Jum’at, pukul 05.30 WIB
Saya sudah terbangun, sholat subuh, mandi lalu kemudian menuju stasiun. Tujuan saya adalah stasiun Tanah Abang, dan kereta ekonomi AC yang menuju Tanah Abang berangkat pukul enam kurang sepuluh menit. Saya berangkat bersama dengan orang-orang kerja, beruntung kereta ke Tanah Abang tidak begitu penuh, mungkin karena masih terlalu pagi. Mmm... seandainya saja teman saya itu jadi ikut, setidaknya saya ada teman ngobrol sepanjang perjalanan ini. Tepat pukul tujuh kereta tiba di stasiun Tanah Abang, masih lama dari waktu ketemuan. Saya pun menuju ruang tunggu di dekat loket, dan mendengarkan musik dari MP3 saya.
Seperti fajar pagi, kau kuresapi..
Menyengat namun itu yang memang kuharap.
Ada resah memang resah, tapi aku suka.
Fajar pagi kau kuresapi... (Boomerang-Fajar Pagi)
“mau naik kemana..??”
Seseorang menyapa saya, mengira saya akan naik gunung. Saya pun memperkenalkan diri dan tujuan saya. Ternyata pria ini adalah ketua pecinta alam Kabupaten Rangkas. Kami pun banyak mengobrol, selalu ada obrolan hangat dari sesama pendaki gunung ketika bertemu walaupun asalnya kami tidak mengenal satu sama lain. Mengetahui tujuan saya adalah ke Baduy, pria ini memberi saya informasi mengenai desa ini dan memberikan saya nomor handphone-nya,
“Hubungi saya jika ada apa-apa di sana, atau mungkin mau pinjam carrier saya untuk bawa logistik, main-main saja ke sekretariat kami”
Sepertinya tak ada niat jahat dari pria ini.
Janjian bertemu dengan seseorang yang tidak kita kenal sebelumnya dan hanya dari chating dan ajakan di sebuah forum di dunia maya, itulah bentuk perjalanan saya kali ini. Dan karena saya datang paling pagi, maka saya pun memilih lokasi menunggu yang gampang dicari oleh anggota lain. Saya pun menebak-nebak orang-orang di sekitar saya yang kira-kira akan menjadi teman perjalanan saya nanti. Ciri-ciri orangnya pasti berpenampilan akan melakukan sebuah perjalanan dan membawa tas. Tak lama kemudian ada sms masuk dari nomor yang tidak saya kenal.
“Gan.., ente di mana ya?? Ane di depan loket pake topi coklat kaos putih tas item eiger”
Saya perhatikan orang-orang di sekitar saya yang berciri-ciri seperti itu. Saat itu penuh orang yang lalu lalang. Tapi saya melihat seseorang dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan tadi sedang melihat-lihat jadwal kereta, saya pun menghampirinya.
“Bondan.” dia memperkenalkan diri.
Baru ada kami berdua, yang lain belum dateng atau sudah datang tapi kesulitan mencari kami karena hanya tahu nama ID di dunia maya tanpa tahu muka aslinya. Tapi tak lama kemudian akhirnya orang ketiga datang juga.
“Gan., lagi di luar ya?? Kok udah gak ada.hehee...” sms dari nomor lain.
Saya baru ingat telah pindah tempat duduk, saya pun langsung mencari orang ini. Dia baru saja datang dari Surabaya pagi ini, namanya Peter.
Setengah jam kemudian ada lagi sms masuk,
“Ngumpul dimana? Aku udah nyampe di tanah abang. – Lenggo”
Yang ini pasti cewek, saya menebak dari bahasa sms-nya. Saya pun memberitahukan kepada kedua teman baru saya ada teman yang baru saja datang, namanya Lenggo.
Dan orang di sebelah saya menoleh sambil menyebutkan nama.
“Saya lenggo..”
Dia datang bersama tantenya, bagus berarti saya tidak perlu susah-susah mencarinya.hahahaa....
Dan setelah itu datang yang lain, Mahdi (ketua rombongan), dua orang cewe (kenya dan iin), satu orang cewe berkerudung dari kota Solo (diah), lalu seorang cowo dengan rambut samurainya (acong). Okey team lengkap, tinggal satu orang lagi yang sudah menunggu di Stasiun Sudimara. Kami pun memesan tiket dan segera berangkat menuju Rangkas Bitung. Sampai di stasiun Rangkas Bitung sudah menunggu Elf yang kami carter dan guide yang akan mengantar kami ke desa Baduy.
gerbang desa baduy |
Pukul setengah tiga sampai juga kami di desa Ciboleger, hujan gerimis tampak turun siang hari itu. Kami sudah siap untuk basah-basahan dan main lumpur. Dari informasi yang kami peroleh, kedatangan kami ini masih dalam bulan kawalu dalam penanggalan suku baduy. Pada bulan-bulan kawalu ini orang luar dilarang menginap di Baduy dalam. Tapi Peter, anggota dari Surabaya memberitahukan bahwa kita masih tetap dapat menginap di baduy dalam asal membawa persyaratan-persyaratan untuk minta didoakan oleh sang ketua adat dan datang dengan alasan kemaleman. Informasi dari Peter ini sangat bermanfaat, kami yang dekat saja tidak tahu informasi ini, tapi dia di Surabaya bisa tahu mengenai hal ini. Dan saran dia didukung oleh guide kami sambil menawarkan persyaratan yang harus dibawa untuk dibeli.
Pukul setengah empat sore hujan pun berhenti dan kami pun langsung berangkat menuju Cibeo desa Baduy Dalam. Satu jam perjalanan semua masih kuat berjalan walaupun kalau boleh jujur sebenarnya pola jalan kami sangat lambat. Saya sendiri memilih jalan di paling belakang, menunggu teman-teman yang lain jalan cukup jauh supaya tidak sering berhenti ketika pas di tanjakan. Saya memakluminya karena sebagian besar dari kami jarang yang sering treking, saya pun menawarkan diri untuk bertukar tas kepada Kenya satu-satunya cewe yang membawa tas gunung yang tampaknya sudah kecapean. Entah sudah berapa kali kami turun naik bukit, menjelang malam kami berjalan semakin lambat mungkin karena jalannya yang gelap dan karena ada sebagian di antara kami yang tidak membawa senter. Saya berulang kali mengomeli kenya dan iin yang berjalan sangat lambat di belakang. Bukan karena dendam pribadi, tapi melihat hari sudah gelap dan dengan pola jalan mereka yang seperti ini bisa sampai malam sekali kami baru sampai di desa Baduy Dalam sekaligus agar lebih merapatkan barisan dengan yang di depan. Tampaknya mereka berdua sebal dengan omelan saya, Kenya menyuruh saya jalan duluan tapi saya tetap berada di paling belakang menjadi sweper. Cukup manjur juga karena jalan mereka menjadi lebih cepat. Dan sepanjang perjalanan itu entah sudah terhitung berapa kali terdengar suara jatuh, dan puncaknya adalah suara yang paling keras yang berasal dari ketua rombongan kami yang berbadan cukup besar, saya lihat bentuknya sudah tidak karuan penuh lumpur dan jalan nyeker, dan benar-benar sudah mirip seperti penduduk lokalnya. Tepat pukul delapan malam kami tiba di kampung Cibeo Baduy Dalam.
menuju baduy |
Cibeo-Baduy Dalam, pukul 20.00 WIB.
Kami diterima di tempat terpisah, perempuan di rumah abah Juli dan yang laki-laki di rumah yang satunya lagi. Malam itu sangat dingin dan gelap, tapi teman-teman saya mengajak mandi di sungai untuk membersihkan diri sambil menunggu makanan mateng. Niatnya tidak ingin mandi, dan sekedar membersihkan kaki dan cuci muka. Tapi karena malam itu saya jatuh terpeleset di sebuah batu besar, akhirnya saya pun ikut mandi. Orang Baduy Dalam sangat sopan-sopan, terbukti mereka baru mau makan setelah tamunya selesai makan semua. Sehabis makan, mungkin karena capek yang lain langsung tidur dan sebagian yang belum mengantuk mengobrol-ngobrol. Tapi obrolan menjadi tidak terarah ketika secara tiba-tiba acong si rambut samurai menanyakan gini,
“kang.., di sini setannya apa aja ya??”
Wahh..kacau nih anak, di sini ngomong kaya begituan. Kata saya dalam hati sambil tetap memejamkan mata. Dan benar saja ada kejadian aneh malamnya setelah dia ngomong begitu. Kata teman saya yang tidak bisa tidur semalaman, dia mendengar suara auman binatang dan langkah kaki mengelilingi pondok tempat kita menginap, kata dia pondok tempat kita menginap sempat goyang karena ada sesuatu yang naik ke atap rumah. Paginya kami mencoba ber-eksperimen dengan mengoyangkan tiang rumah, tapi rumah tidak bergoyang tetap kokoh tidak seperti semalam kata teman saya. Dan pagi itu ayam hilang dua ekor, entah musangkah atau ada makhluk lain yang datang. Sesuai rencana kami pun bertemu dengan Puun (ketua adat) di ladangnya untuk menyerahkan persyaratan buat di izinkan menginap di Baduy Dalam. Sebenarnya saya malas melakukan ini, karena kita masuk ke dalam sebuah ruangan sambil membawa kemenyan, wangi-wangian dan sebuah pisau dan kita di suruh meminta sesuatu lalu di baca-bacakan mantra oleh si puun. Mm....minta apa ya?? Karena takut musrik, saya cuma minta didoakan selamat sampai tujuan. Dan guide kita memaksa kita untuk memberi uang kepada si puun, ternyata orang baduy dalam sudah mengenal uang juga, jauh dari bayangan saya dulu.
Sabtu, 5 Februari 2011
jembatan bambu |
desa gazebo baduy luar |
orang baduy luar |
Apa yang bisa dilakukan di desa ini?? Sore harinya kami mencoba mandi di sungai bersama anak-anak kecil, jujur ini pengalaman pertama saya mandi dan berenang-renang di sungai. Rasanya sangat menyenangkan, apalagi ketika menemukan arus kecil yang membuat tubuh kita terseret arus kecil itu sampai ke tengah, tidak kalah dengan wahana permainan air yang ada di waterboom. Tetapi permainan menjadi bubar sebelum waktunya ketika kami melihat kotoran manusia juga ikut hanyut di sungai ini.hahaaaa.... dan lebih gilanya lagi saya sempat meyakinkan bahwa itu beneran kotoran manusia bukan ranting kering dengan cara menunggu di tepi sungai dan menyentuhnya dengan batang pohon panjang. Lembek...beneran tokai cong...wkakakaakakkkk.... :D
Malam harinya tidak seperti di baduy dalam yang serba sunyi dan tidak ada interaksi antar tetangga di malam hari, kami bebas mengobrol dan bercerita sampai malam di luar rumah, walaupun hanya dengan penerangan cahaya lilin seadanya. Desa baduy luar ini lebih sedikit modern dan tidak seketat desa Baduy dalam. Di sini selain penduduknya sebagian sudah memakai kaos dan celana mengikuti perkembangan jaman, kami pun di izinkan menggunakan sabun dan sampo untuk mandi. Tapi tetap tak ada listrik di desa Baduy dalam ini. Akibatnya malam suasana tetap gelap gulita.
bocah baduy |
Malam hari itu kejadian yang saya sangat khawatirkan akhirnya terjadi juga, saya ingin buang hajat malam hari itu yang artinya saya harus ke sungai karena tidak ada jamban. Saya beranikan diri pergi ke sungai sendirian gelap-gelapan, panggilan alam mengalahkan rasa takut saya. pokoknya saya sudah pasrah jika ketemu hal-hal aneh daripada nanti saya berak di celana.hahaaaa.... sialnya akibat terburu-buru karena ketakutan, saya terpaksa harus dua kali ke sungai karena belum tuntas. Bukan saya saja yang ketakutan jika harus pergi ke kamar mandi malam-malam. Tiga orang cowo teman saya pun sama penakutnya, akibatnya malam itu kami berempat bareng-bareng ke kamar mandi dulu sebelum tidur untuk kencing dengan pertimbangan jika kebelet tengah malam suasananya bisa lebih ekstrim lagi.
“lo mau cokelat gak ben?? Tapi tukeran posisi tidurnya gue di tengah lo di pinggir.”
Kata-kata itu yang di ucapkan si acong kepada si ben ketika kami berempat memutuskan tidur di teras luar rumah karena kegerahan tidur di dalam rumah. Padahal sebelumnya dia sempat menakut-nakuti saya karena tidur di paling ujung. Tapi karena dia kurang cekatan dalam memilih posisi tidur jadinya dia ada di dekat pintu dan paling pinggir. Baru ketahuan kenapa dia tadi nakut-nakutin saya, karena dia pengen pindah ke ujung. Ginilah repotnya kalau membawa teman penakut tapi setia kawan, jadinya dia menyebar-nyebarkan rasa takutnya ke teman-temannya supaya bukan dia doang yang ketakutan, kampreet......! Entah karena terpengaruh sugestinya atau memang suasana malam itu yang seram, pokoknya saya tidak berani melihat ke luar ketika terbangun tengah malam. Saya masukan kepala saya ke dalam sleeping bag sampai pagi.
Pagi itu hujan turun, saya membayangkan jika semalam kami setuju berangkat jam empat pagi untuk menuju ke jembatan akar pasti rencana itu pun bakal batal, siapa juga yang mau jalan pagi-pagi buta dan hujan deras. Pagi itu sungai meluap karena hujan deras, tapi tidak menghalangi kami untuk pergi ke sungai dan mandi tapi tidak pakai acara berenang seperti tadi sore. Setelah packing barang dan sarapan kami pun meninggalkan desa Gazebo untuk kembali menuju Ciboleger. Rasanya berat sekali untuk meninggalkan desa baduy ini, kami pun berjalan agak santai dan menikmati saat-saat terakhir kami di perkampungan suku baduy.
Kereta ekonomi AC tujuan Tanah Abang (berangkat jam setengah 6 pagi , ongkos Rp 5.500)
Kereta ekonomi Rangkas Jaya (berangkat jam 8 pagi, ongkos Rp 4.500)
Elf dari rangkas Bitung - Ciboleger (ongkos Rp 12.000) --> udah sampai pintu gerbang desa Kanekes, selanjutnya tinggal treking menuju kampung baduy luar dan baduy dalam.
cara ke baduy dari Depok :
Kereta ekonomi AC tujuan Tanah Abang (berangkat jam setengah 6 pagi , ongkos Rp 5.500)
Kereta ekonomi Rangkas Jaya (berangkat jam 8 pagi, ongkos Rp 4.500)
Elf dari rangkas Bitung - Ciboleger (ongkos Rp 12.000) --> udah sampai pintu gerbang desa Kanekes, selanjutnya tinggal treking menuju kampung baduy luar dan baduy dalam.
Pengeluaran kami selama di baduy :
Guide : 500rb (dirasa mahal karena katanya pasarannya 300rb)
penginapan : 150rb
sesembahan buat puun biar gak di usir : 30rb (pas lagi bulan kawalu)
tongkat buat jalan : 1rb/orang
makan di warung sebelum berangkat : 12rb/orang
logistik 11 orang buat di baduy : 200rb
upeti ke lurah ciboleger : 20rb
upeti ke puun biar di kasih mantra : 10rb/orang (*gak wajib)
penginapan : 150rb
sesembahan buat puun biar gak di usir : 30rb (pas lagi bulan kawalu)
tongkat buat jalan : 1rb/orang
makan di warung sebelum berangkat : 12rb/orang
logistik 11 orang buat di baduy : 200rb
upeti ke lurah ciboleger : 20rb
upeti ke puun biar di kasih mantra : 10rb/orang (*gak wajib)
http://kura-kurakota.blogspot.com/2011/04/perjalanan-menuju-desa-baduy.html
Post a Comment Blogger Facebook