KESAKSIAN SATGAS - Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana (kanan), memberikan kesaksian di muka sidang terdakwa Gayus HP Tambunan (kiri), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (11/10/2010).
Pada pertemuan kali ketiga antara Gayus Tambunan dengan Denny Indrayana, sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum di Singapura. Dalam pertemuan ini, Gayus sudah mengetahui bahwa Andi Kosasih ditangkap polisi dan ditetapkan sebagai tersangka. Hal itu membuatnya panik.
"Saya panik Mas, dan akhirnya mendadak memutuskan ke bandara", katanya ketika bertemu Denny dan Mas Achmad Santosa di Singapura, sebagaimana ditulis Denny dalam blognya yang dimuat banjarmasin post 1 Desember 2010. Berikut penuturan Denny Indrayana.
Pertemuan di Singapura berlangsung lebih dari dua jam. Gayus membeli makanan buat anak-istrinya, yang menyusul ke Singapura, bertemu dengan kami (Denny dan Mas Achmad) yang ingin makan malam.
"Tidak sedikit pihak yang meragukan pertemuan kebetulan itu. Saya mempertaruhkan kebenarannya dunia-akhirat. Itulah yang memang terjadi"
Sebelum masuk ke Asian Food Court, di lantai dasar Lucky Plaza, saya berucap sambil memandang Mas Otta, "Ya Allah, semoga ada Gayus di sini". Sambil mata saya melihat sekeliling pasar makanan itu yang cukup padat pengunjung. Tak sampai 10 langkah kemudian, Mas Otta memanggil saya, dan agak berbisik menunjuk seseorang, "Gayus ... "
Saya yang melihat seseorang dari arah belakangnya mengatakan, "Bukan ah ... Jangan guyon" kata saya agak jengkel. Mas Otta kembali mengatakan, "Betul, Gayus...!" Kali ini wajahnya serius. "Coba kamu mundur dan lihat dari samping", katanya. Saya mundur, dan terkesiap. Orang di samping saya betul-betul Gayus. Masih setengah percaya, saya memandang ke Mas Otta, "Gayus...???" bisik saya. Mas Otta hanya mengangguk mantap.
Saya tepuk pundak Gayus. Dia terkejut melihat kami. Sempat terdiam beberapa saat. Wajahnya tegang sebentar, tapi segera tenang kembali. Akhirnya, saya ajak dia untuk bicara sambil makan di pojok masakan Padang. Sebelum bicara, Mas Otta minta saya menelepon Pak Ito, Kabareskrim, untuk mengabarkan kami bertemu Gayus.
Lebih dari 2 jam kami berbincang, mempersuasi Gayus untuk pulang. Mas Otta bilang, "sudahlah buka saja buku baru, tutup yang lama". Saya membujuk dengan menegaskan betapa ruginya ia dan seluruh keluarganya, jika Gayus terus lari. Saya coba sentuh perasaannya,
"Anak-anakmu, akan ingat ayahnya hanya sebagai koruptor dan buron”. Saya lanjutkan, “Waktumu tidak banyak Passport-mu sudah dicabut. Kamu sekarang ilegal di Singapura. Besok pagi, polisi Singapura akan menangkapmu. Kecuali kamu pulang ke Indonesia. Lebih baik di penjara di Jakarta, dekat dengan keluarga, daripada di Singapura".
Gayus terlihat bimbang. Dia bingung bagaimana anak-istrinya jika ia di penjara. Ia minta ada kepastian keringanan hukuman. Kami katakan, satgas tidak bisa menjanjikan apa-apa yang di luar kewenangan kami. Kami hanya menjanjikan dia akan tetap selamat dan sehat, tidak akan mengalami kekerasan fisik selama proses hukumnya berjalan.
Pada satu ketika, Gayus tiba-tiba bilang, "Sebenarnya ada lagi Mas?" Melihat sorot matanya, saya langsung menangkap gelagatnya, "Apa? Kamu punya duit lagi? Di luar yang 28 miliar?".
"Iya" jawabnya. "Berapa?" tanya saya, yang sudah menduga uang Gayus tidak hanya 28 miliar saja. "Ada lagi di safe deposit box sekitar 75 M. Tolong itu buat anak-istri saya, kalau bisa jangan diganggu", katanya dengan suara agak memelas. Dengan tegas saya dan Mas Otta katakan, "Tidak bisa! Uang itupun harus diserahkan ke negara! Jadi berapa uangmu sebenarnya?"
Gayus menjawab, "Ya sekitar 100 miliaran-lah". Saya, meski sudah menduga Gayus banyak uang, tersandar ke kursi. Kaget! Saya bayangkan dengan uang 28 M saja, respon publik sudah sangat marah, apalagi jika tahu uang korupsi Gayus jauh lebih banyak
Post a Comment Blogger Facebook