GuidePedia

1

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menerima kedatangan Duta Besar Vatikan Antonio Guido Filipazzi. Pertemuan itu diakui hanya bentuk silaturahmi antara Dubes Vatikan dan Pemrov DKI, seperti yang dilakukan dubes-dubes lain sebelumnya. 

"Biasalah dubes-dubes datang sekedar untuk silaturahim. Saya bilang, kami juga sama, perjuangkan kebebasan beragama. Semua sama," ujar Ahok di Balaikota Jakarta, Jumat (15/3/2013). 

Apakah ada pembahasan kerja sama dalam kunjungan itu? "Hahaha. Mau kerja sama apa? Tidak ada. Tadi dikasih kenang-kenangan medali Paus, tapi cetakan lama, belum ada cetakan baru. Dikasih buku sejarah Paus keuskupan dari 1947. Kan Vatikan itu negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia," jelas Ahok seraya tersenyum. 

Sang Dubes Vatikan, tambah Ahok, juga mengundang makan siang bersama. Dirinya juga menyampaikan selamat atas terpilihnya Paus baru. 

"Saya sempat bilang, selamat untuk Paus Fransiskus I. Dia bilang itu tidak pakai I. Kita becanda aja," ucap Ahok sambil tertawa ringan.(Ali) 

sekolah lagi Hok! (m.liputan6.com) 
silahkan belajar sejarah dulu Hok.... 

[JAKARTA] Di saat negara-negara Barat berupaya mengekalkan penjajahan,perlu diingat kalau dalam sejarahnya, Mesir menjadi negara pertama yang mengakui Kedaulatan dan Kemerdekaan Indonesia. 

Dala, buku "Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri: Perjuangan Pemuda/Mahasiswa Indonesia di Timur Tengah", Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, M. Zein Hassan tercantumkan bagaimana masyarakat Mesir merasakan penderitaan dan perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka. 

"Di jalan-jalan terjadi demonstrasi-demonstrasi dukungan kepada Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah. 

Ketika terjadi serangan Inggris atas Surabaya 10 Nopember 1945 yang menewaskan ribuan penduduk Surabaya, demonstrasi anti Belanda-Inggris merebak di Timur Tengah khususnya Mesir. 

Salat ghaib dilakukan oleh masyarakat di lapangan-lapangan dan masjid-masjid di Timur Tengah untuk mendoakan para syuhada yang gugur dalam pertempuran yang sangat dahsyat itu. 

Yang menyolok dari gerakan massa internasional adalah ketika momentum Pasca Agresi Militer Belanda ke-1, 21 juli 1947, pada 9 Agustus. 

Saat kapal "Volendam" milik Belanda pengangkut serdadu dan senjata telah sampai di Port Said. 

Ribuan penduduk dan buruh pelabuhan Mesir yang dimotori gerakan Ikhwanul Muslimin (persaudaraan kaum muslim), berkumpul di pelabuhan itu. 

Mereka menggunakan puluhan motor boat dengan bendera merah putih -tanda solidaritas dan berkeliaran di permukaan air guna mengejar dan menghalau blokade terhadap motor-motor boat perusahaan asing yang ingin menyuplai air & makanan untuk kapal "Volendam" milik Belanda yang berupaya melewati Terusan Suez, hingga kembali ke pelabuhan. 

Kemudian motor boat besar pengangkut logistik untuk "Volendam" bergerak dengan dijaga oleh 20 orang polisi bersenjata beserta Mr. Blackfield, Konsul Honorer Belanda asal Inggris, dan Direktur perusahaan pengurus kapal Belanda di pelabuhan. 

Namun hal itu tidak menyurutkan perlawanan para buruh Mesir. 

Wartawan 'Al-Balagh' pada 10 Agustus 1947 melaporkan: "Motor-motor boat yang penuh buruh Mesir itu mengejar motor boat besar itu dan sebagian mereka dapat naik ke atas deknya. 

Mereka menyerang kamar kemudi, menarik keluar petugas-petugasnya, dan membelokkan motor boat besar itu kejuruan lain." 

RI Berutang 
Dalam aksi solidaritas yang di lakukan ratusan massa dari Surabaya Solidarity for Egypt (SSE) di depan Gedung DPRD Surabaya, Jumat mengklaim bahwa Mesir adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI. 

"Indonesia mempunyai utang sejarah kepada rakyat Mesir. Mesir adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, di saat negara Barat berusaha mengekalkan penjajahan di Indonesia," kata Ahmad Jilul saat berorasi, Jumat. 

Ahmad mewakili ratusan massa menuntut Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presiden RI, untuk lebih tegas menyikapi tragedi kemanusiaan yang diakibatkan kudeta yang dilakukan militer di Mesir. 

Direktur Eksekutif HRWG Rafendi Djamin menegaskan, Pemerintah Indonesia bersama-sama dengan IPHRC harus segera mendorong upaya dialog antara Pemerintah Mesir dan kelompok pro-Mursi agar praktik kekerasan dan pelanggaran HAM tidak terus terjadi. 

"Seharusnya Pemerintah Indonsia dapat menginisiasi sebuah proses dialog antara Pemerintah Mesir dan kelompok oposisi untuk mengakhiri konflik yang terjadi," kata Rafendi Djamin, 

Permintaan tersebut disampaikannya terkait tanggapannya tentang tindakan brutal pemerintah Mesir dalam menyikapi aksi demonstrasi kelompok pro Mursi. 

Selain mengecam keras tindakan penggunaan kekerasan dalam menghadapi para demontrasi anti Mursi di Mesir oleh pihak kepolisian Mesir, HRWG memandang bahwa Pemerintah Mesir tidak hanya menciderai proses demokrasi yang telah berlangsung selama satu tahun terakhir di Mesir, namun juga tidak mengindahkan hak asasi manusia warga Mesir yang 
berdemonstrasi. 

"Karena itu atas nama koalisi NGO HAM di Indonesia, kami mengecam tindakan brutal yang dilakukan oleh Pemerintah Mesir saat ini, sebab aksi kekerasan itu telah menyebabkan ratusan para demonstran meninggal dan ribuan terluka merupakan. 

Tindakan tersebut jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan melanggar hak asasi manusia. [Berbagai Sumber/L-9] 

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top