Pasukan Kerajaan Bone, di bawah pimpinan La Maddukelleng Petta Ponggawa, memasuki Toraja pada 1898. Enrekang adalah area purba yang dikenal sebagai tanah Lixisol Podzolik.
Keberadaan perkebunan rakyat di Enrekang dan Toraja mulai dikenal sebagai penghasil kopi Kalosi sejak 1750. Pada abad XIV, keberadaan perkebunan kopi arabika di Toraja dibawa oleh pedagang Arab. Pada masa itu, pedagang dari Jawa datang ke daerah ini membawa emas, porselen, tembikar, dan kain untuk ditukar dengan kopi.
Tahun 1887-1888, pasar kopi di Toraja didominasi oleh Kerajaan Luwu. Saat itulah terjadi apa yang kemudian disebut sebagai Perang Kopi I, di mana terjadi persaingan antar sesama pedagang untuk merebut sumber kopi. Persaingan ini menimbulkan banyak kerusakan di Toraja.
Pasukan Kerajaan Bone, di bawah pimpinan La Maddukelleng Petta Ponggawa, memasuki Toraja pada 1898. Kedatangan pasukan Bone mengakibatkan pecahnya Perang Kopi II, karena masyarakat Toraja bersama Puang Tallu Lembangna melakukan perlawanan.
Tahun 1890, La Tanro Puang Mallajange ri Buttu Mario, Raja Agung Enrekang XVI, menghentikan perang kopi dan mengatur tata niaga baru perdagangan kopi di Toraja dan Enrekang.
Kerajaan Enrekang dan Kerajaan Tallu Lembangna takluk pada pasukan Belanda pada 1906. Penjajah kemudian membangun onderneming di Bolokan dan Pedamaran. Selanjutnya, pada 1912, tata niaga kopi Toraja dilaksanakan oleh saudagar Cina, di antaranya oleh Baba Pamarrasadan, Kwie Tjai Hin dan Ing Goe An.
Pada 1976, perusahaan bentukan Jepang membuka perkebunan kopi di Pedamaran yang dikenal dengan PT Toarco Jaya induk perusahaan Key Coffe Inc. Inilah perusahaan yang memperkenalkan kopi Toraja ke pentas perdagangan internasional.
Peneliti genetik kopi dari Universitas Hasanuddin Andi Ilham Latunra mengatakan masih terdapat pohon induk Tipika yang berusia 250 tahun di Toraja dan Enrekang. Kopi Tipika alias arabika Tipika itu dikenal juga sebagai kopi Kalosi
Post a Comment Blogger Facebook