Tokoh pegiat paham SEPILIS (Sekularisme -Pluralisme – Liberalisme) Ratna Sarumpaet, dituding sebagai salah satu dalang penyebab terjadinya kerusuhan 1998. Hal itu dicetuskan oleh Mantan Kepala Staf Kostrad TNI AD era Orde Baru, Mayor Jenderal (purn) Kivlan Zen.
Terkait insiden Pamswarkasa pada tahun 1998 yang menelan banyak korban itu, Kivlan menyebutkan bahwa dalang peristiwa tersebut ada tentara dan sipil, dan secara tegas ia menyebut nama Ratna Sarumpaet sebagai salah satu dalang peristiwa tersebut.
Kivlan mengklaim dirinya mengantongi nama dalang kerusuhan 1998. Menurutnya, dalang dari kerusuhan itu masih eksis dan saat ini terjun di dunia politik. “Siapa penggerak massa kerusuhan, saya sudah kantongi siapa otaknya. Dia sekarang jadi politikus,” ujar Kivlan usai diskusi di Warung Daun, Cikini, Selasa 6 Mei 2014.
Kivlan enggan menjelaskan siapa yang dia maksud. Dia mengelak saat disodorkan sejumlah nama. Apakah dia sekarang merupakan calon presiden? “Saya tidak mau bicara sekarang. Kalau ada panel saya mau bicara. Undang Prabowo dan Wiranto kita diskusi bersama,” ujar Kivlan.
Terkait mencuatnya isu peristiwa yang banyak disebut orang sebagai peristiwa penghilangan paksa atas para aktivis pada kerusuhan 1998, Kivlan Zen mengungkapkan kronologis terjadinya peristiwa tersebut.
Terkait insiden Pamswarkasa pada tahun 1998 yang menelan banyak korban itu, Kivlan menyebutkan bahwa dalang peristiwa tersebut ada tentara dan sipil, dan secara tegas ia menyebut nama Ratna Sarumpaet sebagai salah satu dalang peristiwa tersebut.
“Saya lihat Ratna Sarumpaet bersama pensiunan jenderal memerintahkan orang-orang anarki. Mereka menyerang saya dan pasukan di Tugu Proklamasi pakai senjata tajam,” tandas Kivlan.
Kivlan mengklaim dirinya mengantongi nama dalang kerusuhan 1998. Menurutnya, dalang dari kerusuhan itu masih eksis dan saat ini terjun di dunia politik. “Siapa penggerak massa kerusuhan, saya sudah kantongi siapa otaknya. Dia sekarang jadi politikus,” ujar Kivlan usai diskusi di Warung Daun, Cikini, Selasa 6 Mei 2014.
Kivlan enggan menjelaskan siapa yang dia maksud. Dia mengelak saat disodorkan sejumlah nama. Apakah dia sekarang merupakan calon presiden? “Saya tidak mau bicara sekarang. Kalau ada panel saya mau bicara. Undang Prabowo dan Wiranto kita diskusi bersama,” ujar Kivlan.
Terkait mencuatnya isu peristiwa yang banyak disebut orang sebagai peristiwa penghilangan paksa atas para aktivis pada kerusuhan 1998, Kivlan Zen mengungkapkan kronologis terjadinya peristiwa tersebut.
Menurut Kivlan, peristiwa tersebut terkait teror bom yang terjadi di Tanah Tinggi pada saat itu. Kivlan menjelaskan, bahwa pada pemerintahan saat itu, jika terjadi teror maka yang bertanggung jawab adalah TNI. Satuan 81/Penanggulangan Teror dari kesatuan Kopassus adalah yang diberi tugas untuk mengantisipasi adanya teror.
“Kopassus di bawah Panglima ABRI untuk penanggulangan teror. Tidak ada istilah penculikan. Ada yang melakukan pengeboman di Tanah Tinggi, Andi Arief cs waktu itu, untuk menggagalkan pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Kalau mau kacaukan pemilu, ya ditangkap,” ujar Kivlan.
Kivlan mengaku mengetahui betul kejadian saat itu, karena ketika dirinya menjabat sebagai Kepala Staf Kostrad , ia membawahi satuan intel.
“Saya pegang intel. Waktu kejadian itu, ada rencana operasi yang ditandatangani mantan Panglima ABRI Faisal Tanjung dan kemudian digantikan Wiranto. Wiranto juga ada pertanggungjawabannya. Apa Faisal Tanjung yang sudah meninggal mau diminta juga pertanggungjawabannya?” tuturnya.
“Sekarang, polisi untuk penanggulangan teror (Densus’88, red.) menembak atau menangkap orang no problem. Kenapa tidak dituntut? Karena itu tugasnya melindungi negara,” tandas Kivlan. [KbrNet/Merdeka.com,/TribunNews/adl]
“Kopassus di bawah Panglima ABRI untuk penanggulangan teror. Tidak ada istilah penculikan. Ada yang melakukan pengeboman di Tanah Tinggi, Andi Arief cs waktu itu, untuk menggagalkan pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Kalau mau kacaukan pemilu, ya ditangkap,” ujar Kivlan.
Kivlan mengaku mengetahui betul kejadian saat itu, karena ketika dirinya menjabat sebagai Kepala Staf Kostrad , ia membawahi satuan intel.
“Saya pegang intel. Waktu kejadian itu, ada rencana operasi yang ditandatangani mantan Panglima ABRI Faisal Tanjung dan kemudian digantikan Wiranto. Wiranto juga ada pertanggungjawabannya. Apa Faisal Tanjung yang sudah meninggal mau diminta juga pertanggungjawabannya?” tuturnya.
“Sekarang, polisi untuk penanggulangan teror (Densus’88, red.) menembak atau menangkap orang no problem. Kenapa tidak dituntut? Karena itu tugasnya melindungi negara,” tandas Kivlan. [KbrNet/Merdeka.com,/TribunNews/adl]
Follow @wisbenbae
Post a Comment Blogger Facebook