Jakarta - Indonesia pernah menikmati kejayaan sebagai salah satu produsen pesawat terbang dengan lahirnya N-250 yang merupakan pesawat regional komuter turboprop rancangan asli IPTN.
Di tangan Bacharuddin Jusuf Habibie, Indonesia dapat dianggap telah sejajar dengan negara-negara pembuat pesawat terbang yang terlebih dahulu memproduksi pesawat terbang, baik untuk tujuan komersil maupun militer.
Mantan Presiden RI, Bacharuddin Jusuf Habibie ini pun mempunya ambisi untuk mengembalikan kejayaan Indonesia tersebut. Bahkan upayanya telah dimulai dengan mendirikan perusahaan dirgantara, PT Ragio Aviasi Industri (PT RAI). Perusahaan ini akan mengembangkan kembali rancangan pesawat N-250 yang pernah dikembangkan pada tahun 1995.
"Perusahaan Ragio Aviasi Industri dan semua data tentang pesawat N-250 juga masih kita punyai," kata Habibie di Yogyakarta, Kamis 1 November 2012.
Menurutnya dalam perusahaan itu, dirinya dipercaya menjabat Ketua Dewan Komisaris dan siap untuk terlibat aktif dalam pengembangan teknologi pesawat.
"Sudah seharusnya Indonesia unjuk gigi dan bersaing dengan negara lain. Karena menurutnya, sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh PT Dirgantara Indonesia, dapat dimanfaatkan kembali untuk menciptakan kembali pesawat yang pernah dihasilkan IPTN," katanya.
Meski PT RAI telah terbentuk, namun diakui Habibie, proses pengembangan N-250 direncanakan baru akan dilaksanakan 5 tahun mendatang. ”Semoga dalam lima tahun kedepan saya masih sehat. Untuk itu saat ini saya sedang menuliskan pengembangan teknologinya,” ujarnya.
(Review)Pesawat Penerus N-250 Bukti Indonesia Setara China
Ambisi BJ Habibie melalui puteranya, Ilham Habibie, untuk membangkitkan kembali pesawat N-250 sudah sepatutnya didukung penuh bangsa Indonesia. Bahkan, pesawat yang dirancang lewat proyek Regio Prop tersebut layak menjadi kebanggaan Indonesia. Pengamat penerbangan, Dudi Sudibyo, saat dihubungi VIVAnews, Rabu 12 September 2012, mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara besar di kawasan Asia selain China dan India. Sayangnya, industri pembuatan pesawat nasional, menjadi satu-satunya negara yang tertinggal jauh dibandingkan dua negara tadi.
"Indonesia, China, dan India merupakan tiga negara terbesar, tapi cuma Indonesia yang belum mempunyai pesawat buatan sendiri," katanya.
Dudi menjelaskan, jika rencana Ilham Habibie membangun pesawat Regio Prop terwujud, produk karya anak bangsa itu bisa menjadi kebanggaan rakyat Indonesia. Indonesia merupakan bangsa yang besar dengan potensi penumpang pesawat terbesar di kawasan Asia.
Keputusan Ilham Habibie yang memilih pengembangan pesawat jenis turboprop (baling-baling) dibandingkan pesawat jet, merupakan langkah tepat. Perkembangan teknologi pesawat turboprop kini dinilai telah menyamai pesawat jet terutama dalam hal kenyamanan.
Bahkan, pesawat turboprop juga dinilai lebih efisien dibandingkan pesawat bermesin jet. Hal ini tentu saja menjadikan keuntungan tersendiri bagi operasional maskapai.
"Anggapan masyarakat bahwa pesawat turboprop lebih baik dari jet itu salah. Pesawat turboprop saat ini tidak lagi menggunakan piston dan sistemnya sama dengan pesawat jet, namun lebih efisien dibandingkan pesawat jet," katanya.