Sebagai jalan tengah agar tidak dilarang hadir di negara tertentu, Twitter menerapkan kebijakan sensor di negara-negara yang memintanya. Hal tersebut dilakukan mengingat setiap negara memiliki ide yang berbeda soal kebebasan berekspresi.
Lalu bagaimana halnya dengan Indonesia?
Lalu bagaimana halnya dengan Indonesia?
Menurut Gatot S. Dewa Broto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo, pemerintah tidak berniat menggunakan hak yang diberikan Twitter untuk menyensor konten-konten tertentu. Indonesia juga tidak akan memberlakukan sensor seperti China.
"Silahkan, pengguna bebas menggunakan. Kami juga tidak ingin melakukan silent sensor atau sensor diam-diam. Kalau ada yang perlu disensor kami akan membicarakannya dengan publik," Terang Gatot.
Gatot mencontohkan, misalnya masalah film Fitna yang pernah heboh 2008 lalu. Pada saat itu, Muhammad Nuh menjabat sebagai Menkominfo. Sebelum meminta YouTube untuk memblokir film tersebut di Indonesia, pihak kominfo terlebih dahulu membicarakannya dengan publik.
"Tapi, kami bukan tidak memberlakukan sensor," tambah Gatot. Dia kemudian menjelaskan seandainya suatu saat ada masalah yang menimbulkan keresahan di publik, pemerintah akan bertindak sambil membicarakan hal tersebut dengan masyarakat.
Menurutnya batasan terhadap twitt sudah ada dalam Undang-Undang No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, "Publik harus aware dengan etika di Twitter. Kalau ada yang nge-tweet tiba-tiba digugat dengan UU ITE, pasal 27 sampai 37, jangan kaget. Karena Etika di Twitter cukup dengan itu."
Dia juga menerangkan tidak khawatir dengan kemungkinan Twitter digunakan sebagai alat revolusi. Misalnya seperti di negara Arab yang ingin menutup Twitter setelah revolusi.
Post a Comment Blogger Facebook