Norman Edwin Di Mata Melati anak tunggalnya adalah seorang ayah dan seorang petualang hebat. Norman Edwin dikenal sebagai pionir petualangan alam bebas dan pendakian tujuh puncak dunia di Indonesia, yang ditemukan tewas hanya beberapa meter dari puncak Aconcagua di Argentina pada April 1992 saat Melati putri kebanggaannya masih berusia 7 tahun.
Norman meninggal bersama Didiek Samsu, rekannya sesama Mapala Universitas Indonesia, saat mencoba menjejakkan kaki di puncak Aconcagua atau puncak kelima dari tujuh yang tertinggi di dunia. Jenazah Norman ditemukan di Canaleta pada ketinggian 6.600 mdpl atau sekitar 300 meter di atas jasad Didiek.
Dan berikut ini sedikit ungkapan Melati tentang ayahnya, Norman Edwin, Sang Beruang Gunung .
”Ingatan terakhir saya mengenai kehadiran almarhum adalah ketika beliau berpamitan beberapa hari sebelum keberangkatannya ke Aconcagua. Waktu itu sepertinya beliau sudah dapat ’merasakan’ bahwa itu adalah terakhir kalinya kita akan bertemu karena salam perpisahannya sedikit lebih emosional dibandingkan perpisahan sebelumnya. Setelah kepergiannya, saya ingat, saya sempat mendapatkan sebuah kiriman kartu pos dari beliau yang diposkan dari Mendoza ( Argentina )”.
Ungkapan Melati saat mencoba mengingat kehadiran dan kontak terakhir dengan sang ayah sebelum akhirnya harus berpisah selamanya. Melati juga menambahkan bahwa hingga saat ini dia masih terkagum - kagum akan pengaruh Norman terhadap khalayak pecinta alam di Tanah Air.
”Dalam beberapa kesempatan, saya bertemu atau mendengar kabar tentang orang - orang yang tidak saya kenal dekat atau bahkan tidak saya kenal sama sekali yang kerap mengunjungi makam almarhum pada tanggal ulang tahunnya atau ketika Lebaran. Beberapa ’pengagumnya’ bahkan pernah memberi tahu saya secara langsung bahwa mereka menganggap beliau layaknya seorang ’nabi’ yang menyemangati petualangan - petualangan mereka di alam”.
Melati dalam satu acara ( berbaju merah )
Melati tidak berlebihan menggambarkan pengaruh Norman dalam dunia petualangan di Tanah Air. Dalam buku Catatan Sahabat Sang Alam yang berisi kumpulan tulisan Norman Edwin, wartawan senior Rudy Badil sekaligus senior Norman di Mapala UI menuturkan, kisah - kisah petualangan dari lelaki kelahiran Sungai Gerong, 19 Januari 1955, ini seperti sudah memiliki ”umat”-nya sendiri.
Bagi Melati, sosok hangat dan eksentrik Norman akan tetap menjadi kenangan yang takkan terlupakan. Semasa hidup, Melati selalu diajak serta dalam kegiatan alam bebas yang digeluti ayahnya itu, termasuk perjalanan ke Irian Jaya saat ia masih kecil.
Kini, meskipun Norman sudah pergi ke puncak yang jauh, semangat yang pernah dikobarkannya coba tetap dijaga oleh generasi selanjutnya, seperti yang dilakukan Tim Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia setelah ketiga pendakinya, Ardeshir Yaftebbi, Martin Rimbawan, dan Fajri Al Luthfi, berhasil mengibarkan Merah Putih di puncak Aconcagua pada 27 Desember 2010.
http://www.belantaraindonesia.org/2012/01/norman-edwin-di-mata-melati.html
Post a Comment Blogger Facebook