Homestay di Pantai Kartini
Tampaknya Tuhan memang sudah menakdirkan kami untuk bertemu dengan Mas Rohim waktu itu, hanya sekian menit sebelum kapal merapat. Sepersekian detik sebelum kami masuk ke dalam kamar hotel untuk mengambil tas dan berangkat ke dermaga.
Pagi itu pantai Kartini mendung. Di halaman depan homestay Kota Baru yang bernuansa Bali itu Mas Rohim menyapa saya dan istri.
“Dari Surabaya?” tebaknya, mengundang kami berbincang sebentar.
“Malang,” jawab saya cepat-cepat. Dalam hati saya terpikir-pikir dua hal.
Pertama, saya tersadar alangkah mencoloknya logat Jawa Timur kami di sana, mudah dikenali. Dan kedua, saya terkejut sendiri menyadari betapa cepat saya menjawab, sedemikian tidak inginnya diidentifikasi sebagai orang Surabaya. Rivalitas sepakbola ternyata saya bawa juga sampai Jepara.
“Bukannya saya bermaksud apa-apa,” Mas Rohim memulai, “tapi begini deh, saya ceritakan saja apa adanya.”
Kemarin, kisah Mas Rohim, Kapal Cepat Kartini mogok mendadak. Di tengah lautan. Ketika membawa wisatawan dari Kepulauan Karimunjawa kembali ke Jepara. Enam jam, kapal kecil itu terombang-ambing di tengah ayunan ombak laut lepas, sampai akhirnya datang kapal lain yang menariknya hingga Jepara.
“Dia kan dindingnya itu fiberglass, tipis,” tambah Mas Rohim. “Beda dengan kapal feri. Besi. Kena ombak besar dia tenang-tenang saja.”
Saya sendiri bersama istri bermaksud menyeberang ke Karimunjawa hari itu juga, dengan menumpang Kapal Cepat Kartini. Kapal itu sejatinya sudah harus menjalani perbaikan rutin tahunan, namun tetap dipaksa beroperasi demi mengisi jadwal Kapal Feri Muria yang hari itu juga mulai docking, perbaikan rutin, untuk satu bulan ke depan.
Dengan hanya tersisa satu kapal penghubung Jepara-Karimunjawa, terlebih kapal itu baru saja mengalami kerusakan sehari sebelumnya, Mas Rohim menilai terlalu riskan jika ingin berangkat ke Karimunjawa sekarang.
Lagipula musimnya tidak tepat. Ini pelajaran penting yang saya dapat: kalau ingin berwisata ke wilayah kepulauan, tunggu musim kemarau! Karena jika di musim hujan seperti sekarang, selain ombaknya yang besar sehingga menyusahkan transportasi, tidak mungkin juga bermain di pantai atau menyelam jika turun hujan.
Suasana Pantai Kartini
Lebih baik kembali sekitar Mei, Juni, Juli, saran Mas Rohim. November sampai Januari adalah bulan-bulan yang kurang tepat. Januari tahun ini, ceritanya, serombongan wisatawan malah harus tertahan di pulau seminggu lebih. Kapal-kapal tidak berani menyeberang karena ombak yang mengganas. Dan selama di sana mereka harus terus keluar uang untuk penginapan dan makan, sementara tidak ada ATM. Beberapa sampai harus menjual perhiasan karena keterbatasan dana yang dibawa.
Akhirnya hari itu juga, 7 November 2011, kami kembali pulang.
Pendapat penduduk yang lebih mengerti situasi, menurut kami, pantas untuk diikuti. Terlebih kami tahu betul bahwa, secara finansial, saran itu malah merugikan penginapannya sendiri. Maka kekecewaan kami di perjalanan pulang sebenarnya terhapus juga, tertutupi rasa kagum akan kearifan lokal yang begitu mengutamakan kenyamanan kami sebagai pengunjung. Kejujuran dijunjung tinggi.
“Saya ini tidak tega hati,” ujar Mas Rohim waktu itu. “Meski bos saya dan orang-orang travel tidak akan suka saya bercerita seperti ini. Tetapi kalau tamu penginapan nanti mengalami sesuatu di perjalanan, hati saya juga tidak akan tenang.”
Fill in below to get the FREE HOT Gadis Indonesia pictures to your email directly !
Kirim gambar cewek Indonesia cakep di sini
Post a Comment Blogger Facebook