KOMPAS.com - Robin Hood dari Betawi. Itulah Si Pitung yang dulu pernah membuat pusing kompeni alias kolonial Belanda. Ia merampok tuan tanah dan rentenir yang banyak membuat rakyat Betawi menderita. Tokoh legendaris itu memunculkan aneka kisah mengenai sosok dan sepak terjangnya. Salah satunya adalah Rumah Si Pitung. Cagar budaya yang terletak di Marunda, Jakarta Utara, tersebut konon pernah ditempati oleh Si Pitung. Namun benarkah rumah tersebut adalah rumah tinggal Si Pitung?
"Si Pitung sendiri memang pernah ada dan hidup pada tahun 1800an, ketika di Nusantara diterapkan sistem Cultuurstelsel. Menurut catatan dan laporan Dr. C. Snouck Hugronje, Si Pitung divonis mati pada tahun 1896. Betul rumah yang sekarang disebut rumah Si Pitung, tapi itu salah besar. Si Pitung adalah orang asli Rawa Belong dan dulu salah satu tempat merampoknya adalah daerah Marunda," tutur Kartum Setiawan, seorang sejarawan. Rumah Si Pitung diperkirakan dibangun pada abad ke-18.
"Rumah ini milik Haji Syaifudin, orang paling kaya di Marunda pada masa itu," tutur Farhan, juru kunci Rumah Si Pitung.
Dalam aksinya, Si Pitung bekerja sendiri. Ia pernah berkomplot bersama sepupunya. Namun sejak sepupunya tewas dihukum mati, Si Pitung berlaga menjadi penyamun seorang diri. Karena itu, keberadaan rumah milik Haji Syaifudin yang disebut-sebut sebagai Rumah Si Pitung pun berkembang menjadi beberapa versi cerita.
Versi pertama menyebutkan Si Pitung pernah merampok di rumah Haji Syaifudin tersebut. Sementara versi lain yang diyakini warga sekitar Rumah Si Pitung adalah bahwa Si Pitung dan Haji Syaifudin sebenarnya berteman. Mereka sengaja bersepakat untuk membuat cerita mengenai perampokan tersebut agar tidak dicurigai oleh pihak Belanda.
"Katanya ini dulu tempat ngumpetnya Si Pitung. Cerita orang-orang sini, hari ini Si Pitung muncul, besoknya sudah gak ada lagi. Tapi nanti muncul lagi," tutur Syahrul, penjaga Rumah Si Pitung. Syahrul sendiri asli kelahiran Marunda. Rumahnya sangat dekat dengan Cagar Budaya Rumah Si Pitung. Rumah tersebut ditempati keluarga Syahrul secara turun temurun.
"Bapak saya lahir di sini. Kakek saya juga. Bapak kakek saya juga. Bapaknya bapak kakek saya lahir di sini juga. Saya gak tahu persis berapa generasi sudah menetap di sini," katanya.
Ia menuturkan sebelum Pemprov DKI Jakarta menjadikan rumah tersebut sebagai cagar budaya, warga sekitarlah yang selalu merawat rumah tersebut.
"Dulu rumah ini kosong dan dianggap angker. Tapi kita rajin membersihkannya. Sekarang sudah dibuat bagus dan di dalamnya diisi perabotan supaya tidak tampak kosong. Warga sini inisiatif saja merawat rumah ini. Namanya juga peninggalan. Apalagi rumah ini terkenalnya karena Si Pitung pernah tinggal di sini," kata Syahrul.
Uniknya, rumah bergaya Betawi tersebut berbentuk rumah panggung. Rumah Panggung Betawi hanya bisa ditemukan di daerah Jakarta Utara, khususnya di Marunda. Anda tidak akan menemukan rumah Betawi berbentuk rumah panggung di daerah Selatan Jakarta. Hal ini karena kawasan Marunda dulunya adalah rawa-rawa.
"Saya kelahiran 1981. Waktu itu saja masih rawa-rawa. Semua rumah bentuknya rumah panggung. Baru sekarang-sekarang ini sekitar tahun 90-an, rumah-rumah langsung ke tanah, bukan rumah panggung lagi. Dulu ke mana-mana harus naik perahu," kata Syahrul.
Tak heran, lokasi Marunda langsung berdekatan dengan laut. Saat pasang, air bisa masuk ke dalam rumah. Di sebelah Rumah Si Pitung terdapat dua bangunan baru. Bangunan pertama rencananya untuk perpustakaan. Sementara bangunan kedua untuk kantin. Menurut Syahrul, saat ia masih kecil, di lokasi tempat kedua bangunan tersebut berada adalah kali.
Rumah Si Pitung sudah mengalami renovasi. Ada beberapa bagian kayunya yang sudah lapuk dan harus diganti dengan kayu baru. Namun, beberapa bagian lainnya yang masih kuat tetap dipertahankan. Misalnya empat tiang di beranda depan rumah masih asli. Begitu pula beberapa jendela dan gagang pintu pun asli. Jalanan menuju lokasi ini sangat sempit dan hanya bisa dilalui dengan sepeda motor. Karena itu, jika Anda berkunjung dengan membawa mobil, Anda harus memarkir di lapangan kosong yang berjarak beberapa meter dari lokasi Rumah Si Pitung. Setelah itu, Anda perlu berjalan kaki sekitar lima menit ke lokasi.
Selain Rumah Si Pitung, ada pula Masjid Al Alam yang juga di kawasan Marunda. Beberapa penduduk setempat percaya bahwa Si Pitung pernah mampir untuk menunaikan shalat di masjid tersebut. Sosok Si Pitung memang begitu misterius. Konon, selain jago silat, Si Pitung bisa menghilang!
"Padahal menurut salah satu pengarang dalam majalah Intisari yang ditulis oleh salah satu cucu dari teman Si Pitung, bahwa Si Pitung adalah orangnya kecil sehingga mudah bersembunyi pada bidang yang sempit," tutur Kartum.
Tak heran, Snouck Hugronje yang kala itu menjadi Penasehat Pemerintah Hindia Belanda Urusan Bumiputera mengecam Kepala Polisi Belanda yang dianggap tak becus menangkap Si Pitung. Ia semakin berang saat Si Pitung berhasil lolos dari penjara Meester Cornelis saat tertangkap di tahun 1891.
Polisi Belanda pernah menggerebek rumah tinggal Si Pitung di kawasan Rawa Belong dan hanya menemukan 2,5 sen keping uang benggolan. Nilai yang sangat jauh dibanding hasil rampokan Si Pitung dari saudagar-saudagar yang ia anggap bersekutu dengan Belanda. Lagi-lagi inilah letak misteri Si Pitung.
Ke manakah hasil rampokan Si Pitung? Apalagi Si Pitung tak beristri dan tak memiliki keturunan. Pun bukan seorang penjudi apalagi pemabuk. Jika Anda ingin tahu jawabannya, silahkan langsung bertandang ke Rumah Si Pitung Marunda. Di sana, secarik informasi yang dipajang di dinding rumah mungkin bisa menyingkap misteri itu.
Sumber by :
Post a Comment Blogger Facebook