Sekolah rakyat pertama di Bali
R. Soekeni, lengkapnya Raden Soekeni Sosrodihardjo adalah ayahanda Bung Karno yang antara lain mewariskan kecerdasan. Bukan sekadar cerdas, tetapi juga menitiskan darah pandai bergaul. Tidak hanya cerdas dan pandai bergaul, tetapi juga menurunkan bakat mengajar. Kalau ada perbedaan, maka yang paling mencolok adalah soal sifat “pemuja dan pemburu wanita”. Soekeni bahagia dengan monogami, Bung Karno terus saja jatuh cinta hingga usia yang ke-60-an.
Raden Soekeni, seorang pendidik yang berjasa di mata pemerintah Hindia Belanda. Ia bahkan pernah mendapat anugerah tanda jasa. Di lingkungan kerjanya, Soekeni memang dikenal, pekerja keras, berjiwa kepemimpinan yang tinggi, serta menguasai berbagai filosofi Jawa. Sifat ini sudah tampak ketika ia menamatkan sekolah dasarnya (HIS) di Tulungagung. Dan makin tampak ketika ia masuk sekolah guru (Kweekschool Voor Inlands Onderwijsers) dan menamatkannya tahun 1878. Sekolah guru itu berdurasi empat tahun ajaran.
Probolinggi adalah kota pengabdian pertama R. Soekeni, setelah sebelumnya hanya berstatus guru bantu. Di Probolinggi, Soekeni langsung bekerja keras, membaur dan bersosialisasi dengan masyarakat. Ini adalah strategi Soekeni agar para orang tua mau menyekolahkan putra-putrinya. Ya… ketika itu, guru yang harus bersusah payah mencari murid.
Dalam masa dua tahun tugasnya di Probolinggo itulah, Soekeni bertemu gadis lokal nan ayu. Cinta pun tertambat pada si gadis tadi, hingga akhirnya sepakat melanjutkannya ke jenjang pernikahan. Apa daya, niat menikah berantakan dengan datangnya surat tugas yang baru dari pemerintah. Ia dipindahtugaskan ke Singaraja, Bali. Sebuah daerah yang pada zaman itu adalah sebuah daerah antah-berantah. Masyarakat Probolinggo hanya tahu letak Bali yang sangat jauh.
Si gadis pujaan, tak bersedia ikut ke Singaraja, dan cinta Soekeni pun kandas di sana. Ia berangkat dengan kapal laut menuju Singaraja tanpa gadis pujaannya. Di Singaraja, pemerintah Belanda telah mendirikan sebuah sekolah dasar, jadi wajar saja kalau Soekeni terkena tugas rotasi mengajar. Sekolah Rakyat Buleleng itu tercatat dalam sejarah, adalah sekolah pertama yang didirikan di Pulau Dewata.
Kedatangan Soekeni, tidak serta merta mendapat sambutan masyarakat setempat. Bukan saja karena ia berasal dari luar Bali dan beragama non-Hindu, lebih dari itu, politik devide et impera, politik memecah belah kaum penjajah, menjadikan bangsa kita kental dengan nuansa kesukuan. Itulah yang memudahkan Belanda mencengkeramkan kekuasannya begitu lama di bumi pertiwi.
Bukan Raden Soekeni kalau tidak pandai mengambil hati masyarakat di sekelilingnya. Dalam waktu singkat, Soekeni sudah berkawan akrab dengan wedana dan jaksa negeri di Buleleng. Dari sana, tidak sulit bagi Soekeni untuk merasuk ke tengah masyarakat Singaraja. Modal yang melekat pada Soekeni adalah pengetahuan yang luas dan satu hal penting lain adalah, penguasaannya yang sangat baik tentang kitab-kitab kuno seperti Ramayana, Mahabharata, dan sejarah Majapahit.
Tak ayal, R. Soekeni pun berhasil dengan gilang-gemilang dalam mengemban tugasnya sebagai guru di Sekolah Rakyat Buleleng yang didirikan tahun 1875 dan sekarang menjadi Sekolah Dasar Negeri Singaraja I. Pendek kata, dalam waktu tidak terlalu lama, Soekeni sudah bisa diterima dengan sangat baik oleh masyarakat Singaraja. Salah satu buktinya adalah, ayahanda Bung Karno itu dipanggil I Raden oleh masyarakat di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Nama “I Raden” tersebut secara simbolis merupakan pengakuan masyarakat Buleleng kepad Raden Soekeni yang dianggap mempunyai jasa di bidang pendidikan. Seperti halnya di Probolinggo, maka di Buleleng pun Soekeni melanjutkan kebiasaannya keliling perkampungan usai jam mengajar. Tujuannya hanya ingin mengenal lebih dekat masyarakat dan budaya Bali, sekaligus mencari murid bagi sekolahnya. Hanya dalam waktu enam bulan, Soekeni berhasil mendatangkan jumlah murid yang cukup.
Lambat laun, masyarakat makin merasakan manfaat sekolah, kegunaan bersekolah. Begitulah, hingga entah kapan mulainya, masyarakat memanggilnya Raden Guru. I Raden Guru…… (roso daras)
Post a Comment Blogger Facebook