GuidePedia

0

INILAH.COM, Jakarta - Aksi protes atas Malaysia terkait penangkapan PNS DKP Indonesia, rupanya akan berbuah nihil. RI tak punya ‘bargaining’ akibat besarnya gelombang TKI ke negeri Jiran itu.

Sudah jadi hukum alam, majikan tentu lebih berkuasa dari jongos. Selama puluhan tahun, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) jadi budak di Malaysia. Tentunya, termasuk juga TKI ilegal. Seiring berjalannya waktu, kategori ‘orang Indonesia sebagai buruh’ sudah tertanam kuat dalam bawah sadar masyarakat Malaysia. Paling tidak, di mata aparat negara itu.

Tak heran, untuk melecehkan orang yang datang dari Indonesia, muncul sebutan yang sangat peyoratif yaitu ‘orang Indon’. Artinya, orang Indonesia bermartabat rendah dan pelecehan terhadapnya merupakan hal biasa. Sebutan ‘Indon’ sama rendahnya dengan celaan rasial orang AS dengan sebutan ‘Negro’.

Ini bisa dilihat dari bagaimana perlakuan polisi Diraja Malaysia atas tiga PNS Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Tiga PNS itu, sedang melakukan tugasnya melakukan patroli di laut. Polisi diraja Malaysia justru menangkapnya sebagai nelayan ilegal karena memasuki wilayah perairannya.

Dikabarkan, ketiga PNS DKP itu diborgol dan mengenakan baju tahanan. Terlepas pihak mana yang keliru, perlakuan atas tiga PNS RI itu membuktikan stereotipe ‘Indon’ masih kuat di Malaysia.

Untuk itu, koar-koar RI mengecam tindakan Kepolisian Diraja Malaysia, tidak akan mengubah stereotipe itu. Sebab, RI tidak punya bargaining di mata bangsa Malaysia.

Sampai saat ini, malaysia masih menjadi negara penempatan TKI terbesar di luar negeri. Jumlah TKI yang bekerja di Malaysia menurut data resmi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) mencapai 1,2 juta orang. Angka tersebut disusul Arab Saudi yang menempati urutan kedua yaitu tercatat 927.500 orang.

Angka itu, tentu tidak termasuk TKI ilegal di Malaysia. Jika dihitung total antara yang legal dan ilegal, jumlahnya bisa mecapai 3 juta tenaga kerja. Justru yang ilegal inilah yang memicu tingginya tingkat kriminalitas di Malaysia. Akibatnya, semakin buruk pula perlakuan dan pelecehan polisi Malaysia terhadap orang Indonesia.

Hingga saat ini saja, ada 345 Warga Negara Indonesia menghadapi ancaman hukuman mati di Malaysia dalam kasus narkoba. Warga RI yang terlibat kriminalitas ini, tentu pada mulanya merupakan TKI ilegal. Tapi, karena ruang gerak yang sempit, akibat pengejaran polisi, mereka tidak lagi punya pilihan selain jadi pelaku kriminal.

Pada muaranya, pelecehan Malaysia terhadap orang Indonesia semakin menjadi-jadi. Bahkan, bukan hanya terhadap tenaga kerja baik legal maupun ilegal, perlakuan negatif juga bisa berlaku bagi pelancong RI ke Malaysia. Terutama, jika si pelancong tidak bisa menunjukkan parpor dan visa. Dipastikan, dapat tuduhan ‘orang Indon ilegal’ seperti halnya PNS DKP tadi.

Selama tsunami tenaga kerja menghempas ke Malaysia, RI tidak akan memiliki daya tawar di mata Malaysia. RI tetap jadi budak negeri Jiran itu. Selama itu pula, Malaysia akan terus melecehkan RI. Mereka tak peduli, warga RI sedang melakukan tugas kenegaraan atau bukan.

Di atas semua itu, jaminan negara atas penghidupan yang layak dengan menyediakan lapangan kerja yang selama ini diserap Malaysia adalah kata kuncinya. RI baru bisa memiliki ‘bargaining’. Sebutan peyoratif ‘Indon’ pun tidak lagi melekat dalam kesadaran bangsa Malaysia.

sumber: http://www.kaskus.us/Kirim Artikel anda yg lebih menarik di sini !

Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top