Suatu masa dulu, ketika saya kuliah terutama, pernah saya begitu kagum dengan negara Amerika. Bukan karena apa-apa, kekaguman saya lebih kepada ketika masa-masa itu saya termasuk penggila film. Dan film-film yang banyak beredar di pasaran saat itu –sampai sekarang sepertinya- adalah film-film Hollywood, karya orang Amerika tentunya.
Begitu banyak saya belajar dari film. Film-film yang begitu banyak memberi pencerahan, memberi ide, merubah cara pandang, menggeser paradigma kehidupan saya. Dan semua itu ditawarkan dan dikemas dalam sebuah fim oleh orang-orang Amerika. Saya pun kemudian berpikir, begitu hebat mereka, memiliki wawasan luas, mampu menawarkan cara pandang dari berbagai sisi (walaupun hanya tercermin dari sebuah film).
Tapi waktu berjalan, memaksa saya memberi penilaian bahwa orang Amerika ternyata tidak sehebat yang saya kira. Dan krisis ekonomi yang terjadi baru-baru ini di sana yang dipicu dari macetnya sub-prime Mortgage, semakin memberi kepada saya bukti bahwa sistem ekonomi kapitalis yang mereka pakai ternyata membentuk sikap manusia-manusia-nya menjadi orang yang rakus. Semakin kabur antara keinginan dan kebutuhan. Ketika mereka ‘hanya’ sekedar butuh kendaraan, mereka ingin mobil kecil, bisa beli mobil kecil, mencari yang lebih besar, terbeli yang lebih besar, ingin yang lebih mewah, kesampaian mobil mewah, ingin beli dua, dan seterusnya, tak ada habisnya. Sampai kemudian tersadar bahwa kemampuan untuk menyokong keinginan itu ternyata tidak cukup kokoh, maka pecahlah krisis itu. Dan seperti sebuah gelombang lautan, gelombang pasang yang terjadi diikuti gelombang-gelombang yang bergulung-gulung merembet ke segala bidang (tidak hanya Mortgage, di sektor perumahan), dan merembet mengglobal ke seluruh dunia.
Padahal sekian tahun lalu mereka (orang Amerika) telah memfilmkan sebuah gagasan tentang sebuah kerakusan. Adalah film ‘Instinc’ yang dibintangi oleh Anthony Hopkins. Bercerita tentang seorang anthropolog yang terinspirasi dan belajar banyak dari komunitas gorila. Yang selalu mengambil tidak lebih dari apa yang mereka butuhkan. Ketika hal itu dikaitkan dengan komunitas kehidupan manusia, sang anthropolog ini menyebut para manusia sebagai kaum ‘takers’, kelompok yang suka mengambil. Dalam artian selalu mengambil lebih dari sekedar apa yang dia butuhkan. Selalu ‘mengambil’ untuk memanjakan keinginan-keinginan. Dan secara jelas, sang anthropolog menganggap bahwa yang dikejar manusia tak lain adalah sebuah ‘ilusi’.
Adalagi film karya Wachowski bersaudara, berjudul ‘Matrix’ dibintangi oleh Keanu Reeves. Menceritakan bahwa tiba suatu masa dimana dunia dikuasai oleh mesin. Dimana terdapat mainframe yang berisi ‘software’, sehingga manusia hanya hidup dan merasa hidup di dunia virtual dengan segala ‘aturan main-nya’. Mengapa hal itu bisa terjadi? Ternyata pengambil alihan itu terjadi karena akibat sebuah hasil analisa si ‘software’ yang menganggap manusia terlalu rakus. Si ‘software’ tersebut mencoba mencari pembanding makhluk lain di dunia yang memiliki sifat-sifat dasar seperti manusia.
Seluruh binatang dan tumbuhan ternyata memiliki sifat dasar berbeda, mereka mengambil dari alam dan sekitarnya hanya sebatas sesuai kebutuhannya. Tapi manusia? Manusia selalu mengkonsumsi alam dan segala yang ada di dunia ini tanpa pernah memikirkan keberlangsungannya. Mereka (manusia) tinggal di suatu tempat, menghisap habis yang ada, kemudian ke tempat lain, menghisap yang ada di sana, seterusnya sampai semua habis dan tak ada yang tersisa. Sang ‘software’ ternyata menemukan juga padanan sifat dasar manusia, yaitu sama seperti perilaku sebuah koloni virus. Yang terus berkembang biak, menyebar, dan menghabiskan apa saja. Itulah mengapa sang ‘software’ sampai pada kesimpulan untuk membasmi manusia, dan ‘membawa’ mereka hidup hanya di dunia virtual.
Tapi gagasan-gagasan dan sindiran-sindiran orang Amerika yang tertuang dalam film itu tidak sepenuhnya memberikan gambaran sebagian besar orang Amerika. Mereka tetap menjadi ‘takers’. Mereka tetap seperti virus. Dan krisis ekonomi itu, ..hanyalah sebuah akibat. Dan Mortgage,..tak lebih hanya kebetulan yang menjadi inisiatornya. Tentunya akan menjadi naif ketika justru kita ingin menjadi seperti mereka…
Post a Comment Blogger Facebook