Pembaca Wisben yang hebat ini saya yakin berisi kumpulan orang-orang hebat pula. Namun, ketika pertama mengenalnya, saya langsung terhenyak. Lebih dari 80 persen artikelnya lebih memilih pada posisi berseberangan dengan kebijakan pemerintah pada waktu itu. Rumah yang dikatakan rumah sehat ini justru menunjukkan ketidaksehatannya. Bagaimana mungkin berimbang jika proporsi tulisan yang “berani” beda dengan mainstream tidak lebih dari 15 persen, selebihnya pada posisi netral.
Melihat kondisi tersebut, diri ini merasa memiliki kewajiban untuk “menyehatkan” kembali rumah sehat ini. Siapa tahu suatu saat proporsi itu akan menjadi lebih berimbang dengan proporsi fifty-fifty, artinya ada check and balance, tidak melulu menghujat pihak pemerintah.
Untuk kasus itu, saya memilih berada di luar mainstream. Jika pembaca ikuti sejak awal tulisan-tulisan saya, barangkali Anda akan menduga saya sebagai orang pemerintah, agen asing, neolib, bahkan saya pernah dicap penjilat penguasa. Oke, pada waktu itu saya tidak sempat marah secara frontal. Kemarahan itu saya tuangkan secara positif dalam tulisan-tulisan saya selanjutnya. Dan ternyata saya tidak berdiri sendiri, banyak sekali kompasianer dan komensianer yang turut mendukung postingan-postingan saya terutama untuk kasus Bank Century dan sepak terjang Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI pada waktu itu.
Jika mainstream kompasiana lebih condong dukungan terhadap Jusuf Kalla (ada yang bilang JK minded, tapi tidak saya gunakan stigma ini), maka posisi saya adalah berseberangan dengan arus utama tersebut. Saya lebih condong ke ‘lawan’ politik dan kebijakannya. Tulisan-tulisan tentang Sri Mulyani-Jusuf Kalla menghiasi halaman profil-profil saya.
Untuk melengkapinya, kali ini saya ingin memposting sebuah tulisan tentang kisah Sri Mulyani ketika berhadapan dengan kekuatan bisnis dan posisi politik Jusuf Kalla dan Aburizal Bakrie. Sumber tersebut kutip dari epaper koran tempo yang dikirim oleh teman facebook saya bernama Sandy.
Tulisan ini bukan untuk menyudutkan salah satu pihak, sekedar menuangkan ide barangkali. Ide yang seharusnya disampaikan kepada publik bahwa tidak ada manusia sempurna, baik itu Sri Mulyani, Jusuf Kalla, apalagi Ical Bakrie. Berikut ini rangkumannya :
Sudah menjadi rahasia umum meski ditutup-tutupi media utama seperti Metrotv dan TvOne (keduanya milik pentolan Partai Golkar sebelum Surya Paloh keluar karena kalah dalam konvensi Ketua Umum Partai Golkar) bahwa sepak terjang Sri Mulyani membahayakan kerajaan bisnis para oengusaha-pengusaha nakal negeri ini. Dilemanya adalah ketika mereka duduk dalam jajaran penguasa karena imbal jasa akibat ongkos demokrasi yang teramat mahal harganya.
Harga demokrasi tersebut telah mengakibatkan tertutupnya hati nurani penguasa. Seperti ketika mereka segan menegur kroninya yang berbisnis seperti gurita, menciptakan sistem oligarki dan monopoli usaha. Termasuk tidak berani menyatakan peristiwa Lumpur Lapindo sebagai bencana alam meskipun semua ahli geologi dan teknik pertambangan menyatakan itu kesalahan teknis saat pengeboran, bukan karena efek Gempa Jogja beberapa hari sebelumnya.
Sangat lucu jika alasannya seperti itu, pertanyaannya mengapa hanya Sidoarjo saja yang terkena imbasnya. Bukankah banyak sekali tambang-tambang dan pengeboran minyak di Pulau Jawa saja.
Sri Mulyani versus Jusuf Kalla
Perseteruan mereka dimulai sejak keduanya duduk dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dimana pada waktu itu Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden mendampingi Presiden SBY.
Ini dia silang pendapat antar politisi pejabat dan profesional pejebat itu :
1) November 2006, Ditjen Bea Cukai Depkeu menyegel 12 heli BO 105 buatan Jerman karena belum membayar pajak impor sebesar Rp 2,1 milyar. Helikopter dibeli atas permintaan Jusuf Kalla dengan melibatkan perusahaan keluarganya yaitu PT Air Transport Services milik Iwan Hardja dan Achmad Kalla, adik wapres saat itu.
2) 2007, Sri Mulyani menolak draft peraturan baru tentang jalan tol yang dibuat Jusuf Kalla
3) 2007, Sri Mulyani menyatakan tidak setuju dengan pendanaan proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt karena dibiayai dana asing tetapi akan dikerjakan perusahaan Kalla Grup. Pada waktu itu JK berkomentar, “Presiden dan wakil presiden lah yang akan menanggung resiko, bukan menteri”.
Sri Mulyani versus Aburizal Bakrie
1) Mei 2006, Sri Mulyani menolak permintaan untuk menanggulangi semburan lumpur Lapindo Sidoarjo karena akan menyedot triliunan dana APBN 2006 dan 2007. Ia menilai Grup Bakrie lah yang harus bertanggung jawab.
2) Agustus 2008, Depertemen Keuangan meminta Ditjen Imigrasi mencekal 14 pengusaha batubara termasuk petinggi di Bakrie Grup karene menunggak pembayaran royalti kepada negara;
3) Oktober 2008, Sri Mulyani meminta Bursa Efek Indonesia membuka suspensi perdagangan enam emiten dari Bakrie Grup. Setelah itu dijamin Ical tidak akan bisa tidur nyenyak memikirkan sahamnya yang diobral. Saat itu ada rumor SMI sempat menegur Anggito Abimanyu yang turut memberi keputusan suspensi tersebut. Saya sendiri tidak dapat menemukan sumber yang valid;
4) Saat menjabat Plt. Menko Perekonomian, Sri Mulyani menolak keinginan Bakrie membeli 14 persen saham disvestasi PT. Newmont Nusa Tenggara. Ical langsung mencak-mencak, didukung oleh centeng-centengnya seperti Bamsat dan Priyo BS.
Itulah barangkali yang melatarbelakangi saya tidak pernah mempercayai politisi, apalagi yang memiliki kerajaan bisnis yang menggurita tanpa memberi kesempatan pengusaha-pengusaha kecil. Sayangnya, para penguasa baik pusat maupun daerah tidak bisa lepas dari cengkeraman pengusaha itu. Dalam ilmu biologi, mereke membentuk semacam, “simbiosis mutualisme” seperti yang ditunjukkan Pak Beye dan Pak Ical pasca pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Suatu hal yang membuat hati seorang wanita itu berteriak di depan forum kuliah umum di Ritz Charlton Pasicif Place kemarin. Seteleh ditekan Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Pansus Bank Century Metro TV, tvOne, demonstran bayaran(ABG dan ibu-ibu hamil ikut serta), diboikot PDIP dan Hanura, serta pihak-pihak yang dirugikan oleh sepak terjang seorang Sri Mulyani, sang Raja juga tidak bisa berbuat apa-apa ketika kerajaan lain berusaha meminangnya.
Pinangan yang membuat SMI harus berlinang air mata tadi malam di depan staf-stafnya yang bahu-membahu selama hampir lima tahun membenahi “rumah” dan negerinya. Pinangan yang membuatnya harus hengkang dari kampung nyiur melambai dan masakan ibu yang dicintainya.
Oh, betapa busuknya politikus Indonesia. Mereka menista orang yang telah menyelamatkan kerajaan bisninya dari kehancuran badai krisis 2008, menyelamatkan jutaan keluarga dari ancaman PHK seperti yang digembar-gemborkan pengamat seperti Noersy, Saparini, Fuad, dan Rizal Ramli.
Fill in below to get the FREE HOT Gadis Indonesia pictures to your email directly !
Kirim gambar cewek Indonesia cakep di sini
Post a Comment Blogger Facebook