GuidePedia

0


Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
Saya laki-laki usia 32 tahun alhamdulillah dikasih cobaan lumpuh sejak sd sampai sekarang, dulu saya masih bisa ke kamar mandi dengan cara merangkak, alhamdulilah dulu bisa thaharah memakai air sendiri. sejak 6 tahun terakhir ini saya gak bisa lagi merangkak, anggota tubuh yang lain mulai mengalami gejala kelumpuhan, termasuk tangan, dan selama 6 tahun ini saya bersuci dari BAK menggunakan tisu kering, dari BAB menggunakan tisu basah dan lap basah dibantu ibu dan adik.

Ketika mau beribadah kadang merasa was-was apa saya udah benar-benar bersih pakaian dan tubuh saya dari najis, kadang muncul dipikiran bahwa metode thaharah dengan tisu takut menyisakan sisa dan ibadah saya jadi gak sah..tapi disatu sisi satu gak tega menyusahkan ibu yang hampir berusia 60 tahun dan orang lain disekitar saya untuk selalu mensucikan saya dari najis dengan air….kalau oh iya saya juga selama ini bersuci dengan tayamun ke kasur.

Tolong pendapatnya ustadz, saya hanya ingin menyempurnakan ibadah saya, saya takut ibadah saya tidak diterima disisi Allah…

waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh

Dari Bapak Dian Syawal

Jawaban:

Wa ‘alaikumus salam warahmatullahi wabarokatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Pertama, kami haturkan doa, semoga Allah memberikan ketabahan dan kesabaran bagi anda. Juga memberi kesabaran keluarga anda, untuk merawat anda. Semoga Allah membalas usaha mereka dengan pahala.

Tidak ada di alam ini yang sia-sia. Semua ada perhitungannya. Sampaipun kondisi tidak nyaman yang dialami setiap hamba, akan Allah gantikan dengan pahala atau Allah jadikan kaffarah dosa.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari 5641).

Orang yang sakit, bisa mendapatkan pahala, sekalipun dia tidak beramal. Selama dia berusaha sabar dan selalu mengharap pahala dari Allah. Karena itu, bagian dari cinta Allah kepada para hamba-Nya, Allah menguji mereka, agar dia berkesempatan mendapatkan banyak pahala.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“Sesungguhnya Allah ketika mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka denagn musibah. Siapa yang ridha dengan musibah itu maka dia akan mendapatkan ridha Allah. Sebaliknya, siapa yang marah dengan musibah itu maka dia akan mendapatkan murka Allah.” (HR. Ahmad 23623, Tirmidzi 2396 dan dishahihkan al-Albani).

Kita bisa perhatikan, sesungguhnya ujian yang Allah berikan kepada para hamba, hakikatnya didasari kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Karena seorang hamba akan bisa mendapatkan derajat yang lebih tinggi, ketika mereka beruaha bersabar dengan ujian yang dialaminya.

Kedua, kemudahan bagi yang sakit

Disamping Allah berikan pahala atas sakit yang dia alami, Allah juga memberikan banyak kemudahan bagi hamba-Nya yang tidak mampu melakukan ibadah dengan sempurna.

Ada beberapa ayat dalam al-Quran, yang menegaskan bahwa Allah banyak memberikan keringanan bagi para hamba-Nya.

لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَ

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. al-Baqarah: 284)

Allah juga berfirman,

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan Allah tidak menghendaki kesulitan bagi kalian.” (QS. al-Baqarah: 185)

Allah juga berfirman,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

Allah tidak pernah menjadikan adanya kesulitan dalam agama. (QS. al-Hajj: 78)

Dalil-dalil lainnya masih sangat banyak, yang jika kita perhatikan, bahwa bagian dari semangat islam, memberikan kemudahan bagi umatnya. Kemudahan yang tidak sampai melanggar batas dan aturan. As-Syathibi mengatakan,

إن الأدلة على رفع الحرج عن هذه الأمة بلغت مبلغ القطع

Bahwa dalil yang menunjukkan peniadaan kesulitan dari umat ini, statusnya qath’i (absolut). (al-Muwafaqat, 1/231)

Dari semua dalil ini, para ulama menetapkan kaidah,

المشقة تجلب التيسير

Masyaqqah mengharuskan adanya kemudahan.

Ketiga, cara bersuci orang sakit

Ada dua cara yang Allah ajarakan dalam bersuci,
Menggunakan air. Itulah hukum dalam bersuci, baik wudhu maupun mandi
Menggunakan tanah yang suci (tayammum). Statusnya pengganti yang pertama.

Karena statusnya pengganti, selama masih bisa menggunakan yang pertama, kita tidak boleh menggunakan yang kedua. Untuk itu, kita hanya bisa menggunakan yang kedua ini, jika (1) Tidak menemukan air. (2) Tidak mampu menggunakan air, baik karena sakit tidak boleh kena air, atau karena tidak bisa mengambil air sendiri.

Dari keteragan di atas, selama anda masih bisa menggunakan air untuk wudhu, ketika shalat, anda harus berwudhu. Baik berwudhu sendiri jika mampu atau diwudhukan orang lain.

Namun jika anda tidak boleh kena air, anda bisa tayamum, baik dengan tayamum sendiri atau ditayamumkan orang lain.

Keempat, cara membersihkan najis

Cara membersihkan najis setelah buang hajat, ada dua,
Membersihkan najis dengan air
Membersihkan najis dengan selain air, selama benda itu bisa menyerap. Diistilahkan dengan istijmar. Termasuk diantaranya, membersihkan najis dengan tisu.

Para ulama sepakat, seseorang boleh beristijmar, sekalipun ada air. Ibnul Qoyim mengatakan,

إجماع المسلمين على جواز الاستجمار بالأحجار في زمن الشتاء والصيف

Kaum muslimin sepakat, boleh beristijmar baik di musim dingin maupun musim panas. (Ighatsah al-Lahafan, 1/151)

Mana yang Lebih Afdhal?

Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa bersuci dengan selain air, lebih afdhal dari pada bersuci dengan air. Karena orang yang bersuci dengan selain air, dia tidak bersentuhan langsung dengan najisnya. Berbeda ketika dia bersuci dengan air, tangannya harus bersentuhan langsung dengan najisnya.

Ada juga yang berpendapat, menggunakan air lebih afdhal, karena lebih bersih. Ibnu Qudamah mengatakan,

وإن أراد الاقتصار على أحدهما فالماء أفضل ; لما روينا من الحديث ; ولأنه يطهر المحل , ويزيل العين والأثر , وهو أبلغ في التنظيف

Jika seseorang hendak bersuci dengan salah satu saja, maka menggunakan air lebih afdhal. Berdasarkan hadis yang kami riwayatkan, juga karena bersuci dengan air itu lebih bisa membersihkan tempat keluarnya kotoran dan lebih bersih. (al-Mughni, 1/173)
Aturan Istijmar

Benda yang boleh digunakan istijmar harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya sebagai berikut,
Bisa menyerap. Benda licin yang tidak menyerap, seperti plastik, logam, tidak bisa digunakan untuk istijmar.
Suci. Karena tidak boleh membersihkan najis dengan najis
Bukan makanan. Tidak boleh meletakkan najis di makanan
Bukan benda terhormat, seperti kertas al-Quran atau buku agama
Bukan tulang, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang beristijmar dengan tulang
Minimal 3 kali usapan

Tisu, baik kering maupun basah, sangat memenuhi kriteria di atas. Sehingga sangat bisa digunakan. Hanya saja, jangan lupa agar dilakukan minimal 3 kali usapan.

Kelima, hindari was-was

Selama anda yakin telah bersuci, yakin telah membersihkan diri dari najis, yakini bahwa semua telah memenuhi syarat untuk ibadah. Dengan ini, anda tidak perlu was-was. Karena keyakinan, tidak bisa mengalahkan yang meragukan.

Dalam salah satu kaidah fiqh dinyatakan,

اليقين لا يزول بالشك

“Yakin tidak bisa gugur dengan keraguan”

semoga Allah memberkahi kita semua, dan memberi kekuaatan bagi kita untuk selalu istiqamah di atas kebenaran.

Wallaahu waliyyut taufiq..

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)



Post a Comment Blogger

Beli yuk ?

 
Top