Jakarta - Nama Amien Rais kembali menjadi sumber berita.
Penyebabnya, ia mengritik keras Gubernur DKI Joko Widodo terkait wacana
pencapresan dalam Pemilu 2014. Apa motif kritik Amien Rais ke Jokowi?
Nyaris tidak ada perubahan dari sikap Amien Rais sebelum dan sesudah
reformasi. Suaranya tetap lantang. Gaya kritiknya tetap khas, langsung
menusuk jantung masalah. Saat sebelum reformasi, Amien juga pengritik
keras rezim Presiden Soeharto.
Ia juga termasuk yang pertama kali mewacanakan suksesi kepemimpinan
nasional di tengah kuatnya rezim Soeharto. "Jadi ketika saya bilang
suksesi, saya diketawain. Tetapi karena ada substansi pelan-pelan orang
terbuka," ujar Amien Rais dalam wawancara khusus dengan Wisbenbae di
kediaman pribadinya di bilangan Gandaria, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan, Selasa (1/10/2013).
Kini, Jokowi menjadi obyek kritik "Lokomotif Reformasi" ini. Secara
lugas Amien mengingatkan publik agar tidak memilih pemimpin hanya
berpijak pada popularitas semata. Terkait melambungnya nama Jokowi,
Amien memiliki pandangan tersendiri. "Jadi secara sistematik saya
melihat memang ada brain trust yang melambungkan Jokowi ke aras politik
bahkan mungkin ke kursi presiden," sebut Amien.
Selain itu, Amien juga bicara soal alasan mengapa dirinya mengritik Joko
Widodo? Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga bicara
soal kriteria presiden 2014 mendatang. Berikut wawancara lengkapnya:
Apa motif Anda mengkritik keras Joko Widodo?
Jadi saya sudah lama berdiam diri. Saya sesungguhnya menunggu ada
sebagian intelektual, politisi, penggiat LSM, kyai, atau siapa saja yang
berani memberikan kritik kepada fenomena Jokowi, yang menurut saya
sudah luar biasa. Jadi secara sistematik saya melihat memang ada brain
trust yang melambungkan Jokowi ke aras politik bahkan mungkin ke kursi
presiden.
Padahal, kalau kita lihat ke belakang, sesungguhnya Jokowi seperti
kepala derah yang lain seperti Walikota Surabaya, Walikota Yogyakarta,
atau walikota yang lebih bagus lagi lebih banyak. Tetapi memang menurut
saya ada usaha yang sistematik (untuk munculkan nama Jokowi), dari mobil
Esemka yang pepesan kosong itu, sampai mempopulerkan Jokowi seorang
walikota terbaik dari lima walikota yang ada di muka bumi, maka saya
makin ngeri.
Lalu?
Sebagai orang yang belajar ilmu sosial, saya sudah menyimpulkan
kesimpulan sementara, ada kekuatan modal yang akan melambungkan Jokowi
sehingga kalau sampai keinginan modal besar ini berhasil, saya takut,
saya kasihan Jokowi akan tersandera. Saya tidak mengatakan presiden
boneka, tapi akan menurut kepada yang melambungkan yang sangat luar
biasa itu.
Nah, demokrasi yang jadi kiblat kita itu, adalah demokrasi jadi-jadian
yaitu demokrasi Amerika. Kita kagum dengan demokrasi Amerika, tapi kalau
kita buka ini demokrasi di Amerika yang menguasai Gedung Putih,
Pentagon, Capitol Hill, itu sesungguhnya adalah kompleks yang dalam
istilah politik itu disebut sebagai military, industrial, congresianal,
dan media complex. Jadi korporasi besar itulah yang sejatinya mendikte
George Bush, Bill Clinton, Obama dan presiden-presiden sebelumnya. Jadi
terkenal dengan ungkapan almarhumm Muchtar Lubis, Demokrat dan Republik
itu sama saja. Satu perompak satu perampok.
Dalam Konteks Jokowi, bisa dijelaskan tentang kekuatan besar tersebut?
Hal ini makin terasa, bahwa kekuatan yang melambungkan Jokowi ke aras
tertinggi itu, memang terlalu kentara. Mereka tidak bisa menahan diri,
Sehingga orkestra dengan politik itu terlalu kentara, dari media massa
yang seragam, pengerahan cyber troops, orang kritik Jokowi di media,
nanti ada ratusan yang menghantam tanpa ampun dengan kata-kata
semestinya tidak layak dan elok.
Tapi kalau seperti saya, anjing menggonggong kafilah berlalu. Saya hanya
ingin menunjukkan hati-hati, kalau presiden siapapun yang bisa
bertengger jadi lurah Indonesia karena dengan dukungan luar biasa
dukungan modal tanpa batas itu, percayalah dia akan menjadi sandera dari
pendukungnya.
Analisa Anda cenderung konspiratif, apa indikator yang paling kuat?
Jadi seperti cyber troops itu kan tidak wajar. Prabowo Subianto tidak
mengalami seperti itu, SBY juga tidak ada. Jadi ini ngebet. Karena
ngebet ya ketahuan. Saya punya kecenderungan, sebagai orang kampus yang
dididik berfikir ilmiah itu memang tidak akan mengatakan kalau tidak
yakin. Jadi kembalilah dan tengoklah Solo yang kumuh, miskin, dan gelap.
Kemudian dikatakan walikotanya menjadi salah satu walikota terbaik di
muka bumi. Ini konspirasi media massa.
Jadi, ini ada kompleks dari pemilik modal, pemilik media massa, kekuatan
politik di DPR dan di tengah-tengah massa, sudah kena hypnotisme atau
dalam bahasa wisbenbae "nina bobo" Jokowi. Tetapi saya tidak ada
pamrih kecuali mengingatkan jangan sampai kita menganggap demokrasi
untuk rakyat tapi ternyata milik pemilik modal.
Sekarang sudah terbaca kan kemana proyek-proyek DKI kemana larinya?
mereka kira-kira yang mendukung. Yang kita takutkan ribuan triliunan
kekayaan Indonesia mulai perkebunan, pertambangan, pertanian kekayaan
laut dan lain-lain. Kalau sampai presiden mendatang itu menjadi
tersandera oleh kekuatan modal itu, rakyat hanya akan jadi pelengkap
penderita.
Apakah Anda bisa perjelas siapa pemilik modal itu apakah dari kelangan 'hitam'?
Saya tidak akan mengatakan hitam, cokelat, abu-abu dan lain-lain. Hampir
bisa dipastikan, bahwa pemodal besar itu mesti dihinggapi patologi
profit. Jadi siang-malam yang difikir adalah profit dan profit.
Sementara untuk menagguk keuntungan itu angger-angger atau kaedah moral,
kaedah agama, sosial etika, itu sudah terbenam.
Nah, cuma repotnya, sejak jaman dulu sampai sekarang untuk memahamkan
yang cukup jelas ini kepada rakyat itu tidak mudah, bahkan kadang-kadang
jadi bumerang. Tapi karena saya membaca sejarah para nabi, tokoh
perubahan, memang itu, rakyat selalu mudah untuk dibelokkan kesana
kemari oleh opinion leaders, media massa dan lain-lain.
Bahkan contoh telak dalam sejarah kuno bagaimana Bani Israel yang
tertindak menjadi budak, ketika diajak salah satu putera terbaiknya
yaitu untuk diajak keluar dari cengkeraman Firaun dari Palestina, malah
salah paham, mereka malah marah sama Musa. Musa dikatakan gila. Persis
seperti nabi, apalagi Amien Rais yang tidak sekutu hitamnya nabi jadi
tidak pernah gusar ketika dikatakan tidak paham masalah, bodoh dan
lain-lain.
Selama setahun Jokowi di Jakarta, ada capaian yang mendapat apresiasi
publik seperti blusukan, lelang jabatan termasuk mengurai kemacetan di
Tanah Abang. Apa anda tidak melihat sisi baik Jokowi?
Tanah Abang sekarang lancar, itu harus diacungi jempol. Belum banyak
sesungguhnya tapi itu cukup saya catat. Memang mengatasi banjir dan
macet tidak cukup dua bulan, jadi butuh satu periode kepemimpinan
gubernur secara utuh. Itu pun kalu tidak ada guncangan-guncangan yang
lain. Artinya, ekonomi stabil, mudah-mudahan bisa.
Terkait dengan satu periode gubernur utuh, bagaimana dengan dorongan agar Jokowi maju menjadi Capres?
Ketika pejabat disumpah demi Allah itu sesungguhnya bukan main-main.
Jokowi kan disumpah lima tahun, lalu di tengah jalan terbengkalai
tugasnya, karena mengincar lebih tinggi dan tergoda apa tidak menyalahi
etika dan fatsoen politik.
Kritik Anda ke Jokowi mendapat perlawanan dari para pendukungnya, apa komentar Anda?
Jadi saya tahu, sebagian besar rakyat tidak sepaham dengan saya. Tapi
ekstremnya, andaikan 250 juta rakyat mengatakan kita harus ke utara
mendukung Jokowi, saya mengatakan pikir dulu. Kalau saya ke selatan,
tapi harus ada yang mengingatkan. Karena seseorang dielukan itu akhirnya
lupa. Kita belum lama toh, dulu Bung Karno kita lupa, baru beberapa
tahun Pak Harto sudah seperti Bung Karno, 7 kali dipilih dengan aklamasi
oleh anggota MPR.
Jadi ketika saya bilang suksesi, saya diketawain. Tetapi karena ada
substansi pelan-pelan orang terbuka. Spekulasi bahwa saya kritik Jokowi
untuk menjodohkan Prabowo-Hatta, saya ngiri, syirik, itu tidak ada
kentang kimpulnya (tidak ada korelasinya).
Jadi saya mengingatkan bangsa ini, mau mimpin lurah Indonesia, jadi
tolong dipikir lebih jernih lagi masih ada waktu satu tahun untuk tidak
menganut grubyug untuk latahisme, saya peringatkan yang menjadi cyber
troops Jokowi itu apa tidak malu pada diri sendiri, saya sarankan
sebelum tidur merenung 1-2 menit, apa yang saya lakukan betul apa tidak.
Menghujat seenaknya dengan kata-kata yang kurang senonoh itu menurut
saya kurang pas, ketika saya ditanya ya itu, anjing menggonggong kafilah
tetap berlalu.
Siapa yang ideal dalam 2014 mendatang?
Saya tidak akan menyebut nama, cuma syarat. Siapapun yang bisa membawa
bangsa ini ke depan dengan percaya diri, bisa menyuguhkan kedaulatan
ekonomi itu yang bisa dipilih. Itu bisa Jokowi, Prabowo, Hatta Rajasa,
Mahfud MD, Dahlan Iskan, Sri Mulyani, Gita Wirjawan, Hidayat Nur Wahid
atau siapapun.
Sehingga saya sesungguhnya punya impian, bukan kita ingin mencontoh
demokrasi liberal yang brengsek itu, tetapi kalau kita ingat dalam
memilih lurah saja, itu lurah tidak dipilih asal-asalan, milih bupati
dan walikota tidak asal-asalan.Karena itu, sesungguhnya ada semacam
gurauan, saat SBY menang, bersama kita bisa. Bisanya tidak jelas, apakah
bisa melindungi alam, menegakkan hukum, meningkatkan Iptek. Saya pikir
pengalaman masa lalu itu mungkin akan menjadi beban para capres itu
untuk berpikir keras. Karena kalau cuma popularitas tidak menjamin.
Apakah bisa dikatakan, karena hanya modal popularitas SBY di 2004 lalu, maka hasilnya seperti saat ini?
Jadi kata orang awam itu kapan proses transisinya demokrasi berhenti,
jadi masih up and down terus. Saya melihat pengalaman dari negara
berkembang, dipilih karena menekan rakyatnya seperti Saddam Husein,
Husni Mubarak, Moammar Khadafy, atau di negara-negara Asia para diktator
itu. Tapi juga ada memang populer, Juanita Peron, karena istrinya
Peron, saat pilpres menang mutlak. Tapi gak sampai setahun mundur,
karena tidak ada negarawan.
Ada juga Joseph Estrada, populer menjadi bintang film tidak sampai
setahun harus diganti. Nah Jokowi, soal blusukannya luar biasa, gak
pernah ngantor. Kalau blusukan terus kapan kerjanya. Memang Ahok ada
sebagai wakil, tapi yang megang komando adalah Gubernur. Mungkin saja,
blusukan akan mengalami titik jenuh, kalau blusukan 2-3 tahun tapi
masalah mendasar Jakarta belum bergeser, itu bisa juga menjadi bumerang.
Jadi sesungguhnya, saya dikatakan terlalu keras, tajam, mungkin karena
tidak ada yang lain yang kritik. Saya ingat betul, saat saya
menyampaikan ide suksesi Pak Harto, saya sendirian betul, sampai
teman-teman diskusi saya tidak datang ke rumah saya karena takut, tapi
lama-lama kemudian terbuka juga.
Kalau saya begini, saya menasehati sama-sama wong solo, popularitas
Jokowi ini tidak mesti 20 tahun muncul, dia mendapatkan berkah seperti
itu, Cuma sekarang ini dia diberi amanat lima tahun di DKI Jakarta
sebaiknya bekerja sebaik-baiknya, dia masih muda, kalau dia sukses bisa
melenggang sambil mengasah jam terbang, kalau dia bisa merefleksikan
lagi sebagai calon pemimpin Indonesia, selesaikan amanat yang sudah
disumpah mudah-mudahan akan jadi bagus.
Juga jangan pernah mau didikte pemilik modal. Pemilik modal itu 24 jam
itu uang, uang dan uang tidak pernah berpikir si suto, noyo, duta dan
waru. Jadi saya ada mix feeling, di samping kritik saya dianggap terlalu
keras sampai ke intinya, tapi di balik itu ada harapan, kalau dia bisa
menampung pikiran saya ini, maka dari sudut fatsoen politik, sumpah itu
dipenuhi. Ketika dia disumpah ada mushaf al-Quran.
Ketika sudah selesai (5 tahun) tidak kemmudian menyulap Jakarta menjadi
singapura, tidak mungkin juga, tapi Jakarta mulai rapih, mulai tertata,
mulai kurang kemacetan, mulai memperoleh air bersih, sudah nampak,
kemudian silakan (maju capres).
Apa makna kritik anda terkait nasionalisme Jokowi?
Sebagai kader PDI Perjuangan, dia tidak harus sama dengan Bu Mega,
karena dulu yang salah tokoh-tokoh yang mengitari Ibu Mega. Dulu dua
tanker Pertamina dijual, sekarang kita sewa, Indosat yang merupakan
karya bangsa, tapi kemudian dijual dengan harga Rp8 triliun padahal
labanya per tahun Rp3 triliun. Ini kan asset negara.
Jadi bagaimana konglomerat hitam yang ribuan triliun, diputihkan melalui
release and discharge, gas tangguh di Papua diijon ke China untuk
sekian puluh tahun dengan harga yang tidak berubah, flat. Gas dan maupun
minyak maupun batubara itu mesti naik.
Seperti ini yang saya pikir dan Jokowi tidak usah seperti yang lain.
Saya sesungguhnya ketika dia berani menolak rencana untuk sebuah tempat
di Solo yang strategis untuk dijadikan mall, itu menunjukkan
keberpihakan rakyat kecil. Itu Jokowi asli. Jokowi yang asli perlu
dikembangkan. Jangan sampai pernah berutang kepada orang yang
melambungkan karena ada udang di balik tepung.
Sisi lain Anda kritik Jokowi, sisi lain anda membangun komunikasi partai Islam?
Saya kan dari kalangan santri, ada semacam bias subyektif bahwa kalangan
santri jangan sampai tidak ikut menentukan masa depan negeri ini.
Padahal partai santri kalau dikumpulkan lebih tinggi dari Partai
Demokrat, Partai Golkar bahkan PDI Perjuangan. Memang di kisaran 5-8
persen, tapi kalau dikumpulkan jadi kuat.
Kita tidak mungkin usul perbaiki negeri ini kalau kita bercerai berai.
Kalau kita bersatu, kita punya bargaining position kepada kekuatan yang
lain, dari masa depan kita bicarakan bersama Di forum UII yang digelar
dua minggu sekali, selain yang datang tidak selalu sama orangnya, tapi
yang jelas yang kita bicarakan belum pernah menyebut siapa yang layak
jadi capres. Tapi temanya berganti-ganti seperti masalah energi,
moneter, ekonomi, masa depan perbankan dan pertambangan, perpajakan,
rule of law, pembelaan terhadap kaum duafa. Belum sekalipun kita bicara
Capres.
Mau saya itu, kita sudah tahu, dari masukan-masukan itu kelihatan jadi
agenda nasional kita itu ada skala prioritas. Pertama melindungi sumber
daya alam kita dari terkaman asing, membangun clean and good governance,
penanganan hukum tidak boleh tebang pilih, dan mengejar ketertinggalan
Iptek kita dengan bangsa lain. Kalau agenda sama, itu lebih enak, baru
bicara bagiamana masa depan karena tidak mungkin, umat Islam sendirian
memikul masalah nasional sendiri. Begitu juga tidak mungkin kaum
nasionalis senidirian.
Anda masih percaya politik aliran?
Masih. Sekalipun politik aliran disebut kuno. Tapi faktanya suara santri
35%. Apa kita memegang pahat atau kuas untuk melukis, jadi jangan jadi
penonton. Ini forum terbuka, saya sampaikan di pertemuan saudara kita
dari intel, polisi silakan datang. Jadi suasana santai, tidak pernah
tegang. Walaupun yang kita bahas berat.
Saya sudah 70 tahun, saya yakin tidak ada lagi kepentingan, kecuali saya
sebelum menutup mata selamanya ada perbaikan, kalau dari segi kehidupan
pribadi, apa yang kurang buat saya? kalau kata orang Jawa legan golek
momongan, sudah tidak ada masalah, masih cari masalah. Tapi tugas
intelektual itu tidak di menara gading atau di kehidupan sendiri, tugas
intelektual di tengah-tengah massa yang banyak kalau bisa memberikan
kontribusi.
Ada respons dari warga Muhammadiyah?
Warga Muhamamdiyah itu punya ciri khas, politiknya terlalu netral, tidak
tajam. Dibandingkan dengan teman NU, orang Muhammadiyah malah tidak
tajam, karena doktrin amal sholeh terlalu banyak, kadang-kadang doktrin
pemikiran tidak dibenahi, Muhammadiyah termakan rutinisme. Jadi Islam
dan amal soleh menyatu, dimana pun warga Muhammadiyah ada, buatlah
masjid, Rumah Sakit, TK sampai Universitas. Saya jarang ditanya
pertanyaan politik.
Apa prinsip hidup Anda?
Sesungguhnya saya punya prinsip kehidupan begini, kalau para nabi
menjadi suri tauladan kaum beriman itu sikapnya memang sangat jelas,
mereka menyampaikan sesuatu untuk kebaikan bersama, setelah itu mereka
tawakkal.
Jadi apakah umat mendengar atau tidak, yang jelas sudah disampaikan,
jadi anak saya yang paling kecil, mengritik, "bapak sudah sepuh kok
masih bicara urus politik, sudahlah pak rakyat maunya seperti itu sudah
titik. Pak enjoy life pak. Bersama kita pak". Tetapi kalau ajaran agama
kita, kalau ada yang tidak benar, sampaikan dengan lisanmu, paling
tidak, kalau tidak ada kekuatan ya dengan tulisan. Itulah filosofi hidup
saya. Kalau saya dipuji tidak besar kepala, kalau dicaci lantas juga
tidak dlosor.
Dulu waktu menyuarakan suksesi Pak Harto, banyak telpon apakah sudah
bosan hidup? kami tahu agenda anak-anak sekolah anak-anak Anda. Ini
sesuatu yang biasa. Justru yang tidak biasa, di alam demokrasi tokohnya
dikritik malah kebakaran jenggot, malah kasihan tokoh itu. Itu namanya
kekanak-kanakan, puber saja belum, masih kekanakan. [mdr]
Semoga Menjadi Bahan Petimbangan bagi aboi dalam memilih presiden indonesia..