Seperti diketahui, harga bawang putih di wilayah Lumajang, Jawa Timur, tembus Rp 100 ribu per kg. Padahal sebelumnya harga bawang putih antar Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu per kg. "Semula harga Bawang Putih hanya Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu per kg. Namun sejak 10 hari lalu, harga terus naik Rp 100 ribu setiap harinya. Selain mahal, bawang putih juga langka dan sulit untuk mendapatkannya. Kondisi ini karena permainan tengkulak," kata Didik, salah seorang pedagang.
Kalau pun mendapat harga Rp 60 ribu per kg, bawang putih tersebut kondisinya sudah membusuk alias tidak segar lagi. "Harga bawang putih setengah busuk di pasaran kami patok Rp 60 ribu per kg. Paling tidak, dari 1 kg bawang putih setengah busuk seharga Rp 60 ribu ini, 3/4 kg masih bisa dimanfaatkan meski tidak segar-segar banget," tambah Buyatun (51), salah satu pedagang di Pasar Pasirian Kecamatan Pasirian.
"Saat ini, harga bawang merah menembus angka Rp 45 ribu per kg. Bahkan harga cabai hijau dan merah juga ikut-ikutan naik menjadi Rp 30 ribu per kg. Padahal, 10 hari lalu harga cabai merah dan hijau hanya Rp 15 ribu per kg," kata pedagang.
Sementara untuk harga bawang putih tanpa kupasan dengan stok lama dijualnya Rp.80.000 perkilogramnya. Dengan tingginya harga bawang putih yang melonjak tajam, pembeli mulai berkurang. Kebanyakan pembeli dari pedagang penjual makanan untuk ibu-ibu rumah tangga mulai sepi.
Dampak Kenaikan Harga
Dampak naiknya harga bawang putih yang mencapai Rp 80 ribu per kilogram (kg) menampar kalangan pelaku usaha kuliner di Banyumas dan Purbalingga, Jateng. Mereka mengaku keuntungan semakin menipis.
Salah seorang pelaku usaha kuliner di Purwokerto, Zakaria, 30, mengungkapkan dirinya tidak dapat berbuat apa-apa dengan naiknya harga bawang putih. Biasanya, dia membeli bawang putih hingga 1 kilogram (kg), tetapi saat sekarang hanya sesuai kebutuhan saja. Paling banyak hanya 0,5 kg, sebab harganya sudah tidak terkendali.
"Sementara untuk menaikkan harga makanan rasanya belum memungkinkan. Dampaknya, keuntungan semakin menipis jika dibandingkan dengan sebelum naiknya harga bawang putih," jelas Zakaria.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Oesman Sapta Odang menilai krisi bawang putih akibat melonjaknya harga telah mencoreng wajah Indonesia dimata dunia internasional. Oleh karena itu, Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan harus bertanggung jawab.
"Indonesia kan dikenal sebagai negara agraris. Masa negara agraris mengalami krisis bawang putih dan bahan pangan. Ini kan sungguh memalukan," ujar Oesman Sapta saat ditemui di Rapimnas HKTI di Jakarta, Jumat (15/3).
Oesman mengatakan, krisis bawang juga mengancam kesejahteraan petani. Ia mencontohkan daerah Brebes, Jawa Tengah yang dulu dikenal sebagai pemasok bawang merah terbesar dengan kualitas bagus. Namun, belakangan ini kualitas bawang Brebes berubah karena hasil produksi yang dicampur. "Bawang Brebes dicampur dicampur bawang impor, itu kan jadi kasihan petani," ujarnya.
Oesman menambahkan, Indonesia sebagai negeri agraris tidak boleh memiliki masalah terkait bahan pangan, seperti bawang merah dan bawang putih. Menurutnya, tata niaga yang dilakukan oleh pemerintah salah, lantaran hanya melihat kebutuhan pasar..
Ketua Dewan Pembina Kamar Dagang Industri Indonesia Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian Pertanian (Kementan) harus dapat segera menyelesaikan permasalah bawang. "Menurut saya dua kementerian itu yang dapat menjawab kenapa harga bawang merah terus mahal," tukas dia. di sini gambar luhnasib wong cilik....
Follow @wisbenbae